Dunia seakan runtuh bagi Ziont, bagaimana tidak? Dia tak menyangka wanita yang dahulu mengejarnya dengan gigih ternyata tega menghianatinya setelah dirinya menyerahkan seluruh cinta dan perhatiannya tak menoleh sedikitpun, dirinya terus melangkah dengan cepat meninggalkan unit apartement milik sang kekasih yang sangat dipujanya. Bahkan sejak berpacaran dengan Syafira, Ziont meninggalkan kebiasaannya bergonta-ganti teman kencan.
Syafira menghentikan pengejarannya, karena dia melihat ada penghuni lain yang melintas. Dia yang memiliki harga diri maha tinggi itu tidak mungkin mau berlari mengejar Ziont dalam keadaan seperti ini. Dia tidak ingin merusak reputasinya sebagai vloger yang lumayan memiliki pengikut cukup banyak di media sosial. Hingga akhirnya membiarkan Ziont yang kini telah memasuki lift dengan d**a sesak dan mata memerah.
Setelah lift terbuka, Ziont segera memasuki mobil sport miliknya dan melajukan mobil kesayangannya menyususuri jalan raya, terus dan terus bahkan dirinya kini tidak tahu berada dimana, tapi Ziont tak memperdulikan itu dirinya terus menginjak pedal gasnya mengikuti jalan dengan teriakan dan umpatan yang keluar dari mulutnya
“b******n!! Tega-teganya lo hianati semua cinta dan pengorbanan gua. Susah payah gue ngeyakinin orang tua gue buat terima lo. Prempuan laknat!!” Ziont memukul stir mobil dan berkali menekan klakson mobilnya, hingga dia mendapat sumpah serapah dari pengendara lain.
Hingga sore itu, suasana semakin gelap, bahkan sunset hampir tenggelam. Ziont melangkah menuruni mobil yang dia hentikan di pantai Anyer. Ziont terus melangkah dengan kacamata hitam yang membalut wajahnya menyusuri tepi pantai dengan bibir masih mengeluarkann carut marut.
“Dasar wanita j*****m! Tega-teganya lo berbuat sejauh ini ke gua. Kenapa harus wanita tua? Apa lo bilang? Punya gua kecil?! Emang lo kira punya lo bagus-bagus amat. Lo aja udah kaga perawan gua dapetin. Gimana kaga kecil buat lo? Lo celup sana-sini…brengsek!! Sialann!!”
Ziont meraih karang yang terseret ombak di tepi pantai, lalu dia lempar kearah laut.
“Heii!! Cewek murahan! Gua buang cinta gua ke lo di sini, dasar cewek sialan!! Lo kira gua kaga bisa dapetin yang lebih dari lo? Gua bakalan buktiin ke lo. Lihat itu! Gua adalah Ziont!!” Teriaknya dengan suara keras. “Lo lihat besok, bersujud—pun, elo di depan gua. Kaga bakalan gua gubris! Lo hina gua, emangnya lo itu hebatnya apa, hah?!” Rutuk Ziont masih tak puas dengan semua sumpah serapahnya hingga dirinya terus berlari hingga ke ujung.
“Syafiraaa!! Nangis darah, lo gua buat!!”
Teriaknya lagi sembari kembali mengambil batu karang dan melemparkannya ke laut, hingga netranya melihat sesuatu yang mengganjal. “Itu orang bukan, sih?” Ziont mengucek matanya yang dia kawatirkan mulai berhalusinasi karena amarah yang meledak-ledak.
Setelah memastikan bahwa yang dia lihat adalah sosok orang, Ziont mempertajam pandangannya. “Ngapain jam segini dia masih mandi-mandi dan makin ke tengah? Mana sendirian lagi, mo mati tu orang?!”
Seketika jiwa penolongnya sebagai seorang dokter muncul dan sejenak melupakan semua luka yang baru dia alami.
Ziont melangkah panjang menuju wanta itu berada, hingga dia lupa bahwa dirinya tidak mengenakan celana pendek untuk harus terjun langsung ke air..
“Woii! Mo mati lo, udah malam gini malah jalan ke tengah?!!” Teriak Ziont yang tak di hiraukan oleh orang yang masih terus melangkahkan kakinya ke tengah lautan dengan bahu berguncang dan menangis kencang. Sayup-sayyup terdengar suara rintihan tangis wanita itu.
“Tega kamu, mas. Hanya karena aku belum bisa memberikanmu anak. Kamu selingkuh dengan sahabatku sendiri. Kenapa harus Laras? Kenapa bukan yang lain?!!” Isaknya semakin kuat hingga suaranya serak. Sementara ombak kian besar menyapa, sesekeali tubuhnya terguncang karena ombak. “Belum lagi Ibu yang justru membela Laras di banding aku mantu sahnya. Dimana keadilan dunia?” Tangisnya kencang. “Atau, dunia memang bukan untuk di tinggali orang sepertiku? Baiklah…aku akan permudah segalanya dan menghentikan kebohonganmu. Aku akan akhiri hidupku, agar kau dengan mudah bisa bersama Laras tanpa harus berdusta pada siapapun…selamat tinggal mas Dimas…”
Wanita itu tampak menjatuhkan dirinya. Seketika Ziont membesarkan matanya dan melangkah menerjang air laut yang semakin tinggi ombaknya
“b******k! Gua kira hidup gua yang paling hancur. Ternyata ada yang lebih parah lagi…” gumam Ziont melangkah semakin cepat menantang ombak. Untungnya wanita itu memang belum terlalu jauh ke tengah pantai, sehingga membuat Ziont tak terlalu kesulitan.
“Heii! Udah gila, lo?!” Teriak Ziont sembari mengangkat tubuh wanita itu menuju tepi pantai. Ziont yang kelelahan, energinya sudah lumayan terkuras karena amarah yang merasukinya tadi. Di tambah dirinya harus mengerahkan seluruh tenaga untuk menerjang badai.
Sesampainya di tepi pantai, Ziont merebahkan wanita yang terlihat diam saja tak lagi menangis seperti tadi.
“Ehh. Lo jangan pingsan. Gua kaga ada tenaga buat angkat lo…” gerutu Ziont yang merebahkan wanita itu di atas pasir dengan tubuh telah basah. “Hei! Bangun…” ucap Ziont lalu memeriksa denyut nadinya.
“Sialan. Pake pingsan segala ni orang. Pasti kebanyakan minum air….” Ziont menghela nafas panjang.
“b******k!! Argkhh! Terpaksa gua lakuin, demi menolong pasien. Dan aksi kemanusiaan…” secepat klat Ziont memberikan pertolongan pertama, yaitu melakukan CPR dengan gigih.
“Ayoolaahh…please..bangun. Masa iya bibir gua nempel ke bibir wanita yang entah siapa gua kaga kenal asal-usulnya. Hallaww….gua Ziont…please. Ziont kaga mungkin sembarangan nyentuh bibir wanita lain…” gumamnya sembari menahan nafas dan berfikir keras.
Hingga akhirnya dia dengan mata terpejam dan menahan nafas, memberikan nafas bantuan pada wanita yang masih terbaring di atas pasir tak sadarkan diri.
Setelah beberapa kali bibir mereka beradu, akhirnya Ziont berhasil dan membuat wanita itu terbatuk-batuk.
Uhuk! Uhuk!
Dan seketika air keluar dari bibirnya, hingga membuat Ziont menjaga jarak. Wajahnya memerah seketika. Dia berjalan monda-mandir.
Ada apa dengan hari ini? Kenapa gua sial banget. Udah Syafira ngianatin gua. Tiba-tiba ada adegan kissing ama cewek yang kaga gua kenal. Gila aja. Meski berlandaskan pertolongan pertama. Tetep aja yang ngasih nafas itu gua. Dan bbir gua udah nempel ke dia. Dan buat dia jadi siuman lagi. Astagaaa….haruskah gua kabur dan tinggalin dia sendirian? Lagian dia kaga kenal gua, karena hari udah gelap banget.
Ziont berjalan mondar-mandir, sembari melirik sekali-kali kearah wanita yang masih terbatuk dan terbaring di atas pasir tepi pantai.
Ahh! Sial. Gua yang seorang dokter, mana mungki ninggalin pasien gitu aja. Apalagi ninggalinnya dalam keadaan kritis gini. Kaga segila itu juga gua sebagai dokter yang sudah di sumpah.
“Ka-kamu, siapa? Kenapa harus susah payah menolong saya…” gumam lemah suara wanita yang sayup-sayup terdengar di tengah suara deburan ombak pantai.