Saga masuk ke dalam kamar milik Lizzy, dia berusaha sepelan mungkin agar tak membangunkan wanita yang sakit itu. Setelah duduk di tepi ranjang, Saga meletakkan tangannya di dahi Lizzy dan dia bisa merasakan suhu panas milik sang istri.
Pria itu kemudian mengambil termometer untuk mengecek berapa suhu Lizzy dan ya, badan Lizzy panas sekali. Saga membuang napas kasar lalu kemudian meletakkan termometer di samping meja.
Diteliti wajah Lizzy dari dekat dan cukup lama. Yang paling menarik perhatian adalah bibir gadis itu, namun Saga tahu jika dia tak boleh mencium Lizzy sekarang karena kondisi istrinya sekarang.
'Tapi melihat dari dekat tak apa-apa bukan?' desis batin Saga. Selama beberapa menit Saga terus diam seraya memandang wajah Lizzy sampai gadis itu membuka matanya sendiri lalu mengerjapkan mata.
Lizzy menautkan alis kala melihat wajah Saga dari dekat. Saga juga adalah orang yang pertama kali dia lihat menciptakan rasa jengkel sedikit. "Kau sudah bangun?"
Saga menggigit bibirnya merasa pertanyaan yang dia lontarkan bukanlah pertanyaan yang pas. Sementara itu Lizzy memosisikan dirinya duduk serta mendorong tubuh Saga agar menjauh. "Kapan kau pulang dan kenapa kau tiba-tiba saja masuk ke kamarku?" tanya Lizzy datar.
"Mm ... aku melihat kondisimu. Kata pelayan kau sakit." Saga melirik Lizzy dari ekor matanya dan mendapatkan tatapan curiga dari Lizzy. Ekspresi yang ditujukan tidaklah lama kemudian berganti dengan tatapan datar.
"Terima kasih atas perhatiannya. Sebentar lagi sudah makan siang, aku harus masak untukmu." Sebelum kaki Lizzy menyentuh lantai, Saga mendadak menariknya dan Lizzy bisa merasakan cengkeraman di pundak agak keras tapi tak sampai menyakitinya.
Saga tetap membuang pandangan ke arah lain tak mau melihat pada Lizzy. "Kau di sini saja, beristirahatlah." kata pria itu dengan nada yang cukup pelan. Dari ekspresinya agak takut-takut.
"Aku tak apa-apa sungguh!" balas Lizzy lugas namun yang didapatkan adalah Saga menggeleng.
"Kamu sedang sakit dan tak mungkin aku membiarkan dengan keadaanmu ini memasak makanan. Biar para pelayan saja yang melakukan tugasnya." Mendengar itu Lizzy kembali duduk di ranjang, menatap Saga tanpa memberikan ekspresi sehingga tak ada yang tahu tentang isi otak Lizzy sekarang.
"Apa ini karena permainannya? Kau mau aku percaya padamu ya?"
"Tidak, aku hanya melakukan ini sebagai kewajibanku sebagai suamimu." Lizzy terdiam dan tahu-tahu Saga sudah berdiri.
"Aku akan pergi dulu agar kau dibuatkan bubur." Saga lalu berjalan menuju pintu kamar sebelum akhirnya berhenti saat suara Lizzy memanggil dirinya.
"Ya?"
"Terima kasih." Pria itu membalas dengan anggukan. Dalam hati dia senang karena ini adalah pertama kalinya Lizzy mengucapkan sesuatu yang tulus.
Kepergian Saga dari kamarnya membuat Lizzy menarik napas lalu mengeluarkannya secara tenang. Dia lalu mengambil termometer yang letaknya di atas meja. "Dia mengukur suhu tubuhku?" tanyanya entah pada siapa.
Tepat jam tujuh malam Saga kembali bersama dua orang pelayan yang membawa makanan sekaligus obat. Mereka bertanya tentang keadaan Lizzy dengan raut pandangan cemas.
Mungkin sebab Lizzy memperlakukan baik dan juga membela mereka dari Crystal mereka membalas dengan perbuatan baik juga. Interaksi antara kedua pelayan bersama Lizzy membuat Saga merasa tersisihkan.
Dia pun tak mau diabaikan jadi Saga duduk di dekat Lizzy sambil bersuara. "Makan makananmu nanti dingin,"
"Tch, kau tak lihat aku sedang mengobrol dengan dua pelayan ini?!"
"Apa itu lebih penting dari sakitmu. Ayo makan nanti kau akan minum obat!" Tapi Lizzy memilih mengabaikan dan kembali memusatkan perhatian pada dua pelayan yang mulai merasa tak enak.
Apa lagi saat ini Saga memandang mereka dengan tatapan marah sekaligus mengancam. "Nyonya, lebih baik Nyonya makan saja. Apa yang dikatakan Tuan itu benar, maaf telah mengganggu." ujar salah seorang pelayan.
"Eh tidak mengganggu kok,"
"Sekali kali kami berdua minta maaf Nyonya, Tuan ... kami permisi dulu." Setelah dua orang itu pergi Lizzy melayangkan tatapan kesal pada Saga.
"Kenapa memandangku seperti itu ayo makan,"
"Tidak mau! Ini pasti karena kau bukan? Mereka pergi sebab kau mengancam mereka?"
"Dari tadi mereka bilang mengganggumu bukan? Kenapa menyalahkanku ayo makan!" Layaknya anak-anak Lizzy memalingkan wajahnya menolak untuk memakan bubur ayam yang sudah disiapkan khusus untuknya.
Saga hanya membuang napas kasar. Diambilnya sesendok penuh bubur lalu menyodorkannya pada Lizzy. "Jika kau tak mau makan maka aku akan menyuapimu."
Lizzy memandang lagi pada Saga. Direbutnya sendok itu dari tangan Saga sambil mengatakan. "Aku bukan anak kecil tahu bisa makan sendiri,"
"Kalau begitu makanlah habis itu kamu minum obat." Akhirnya Lizzy melahap habis bubur ayam buatan koki lalu meminum obat di hadapan suaminya.
"Sudah, kau puas?" Saga mengangguk sebagai jawaban dan merapikan alat makanan yang kotor untuk diberikannya pada satu pelayan yang menunggu di luar.
"Kau mau apa? Membaca buku atau menonton tv?"
"Ambilkan aku buku di rak itu." kata Lizzy sambil menunjuk rak yang tak jauh dari mereka. Saga mengambil beberapa buku untuk diberikan pada Lizzy. Selama sejam penuh tak ada suara di antara suami istri itu membuat suasana canggung dirasakan oleh Lizzy terlebih Saga cuma memandangnya saja seperti tak ada kegiatan lain.
"Apa kau tak punya pekerjaan? Seperti mempelajari beberapa file?"
"Semuanya sudah dilakukan tadi siang jadi aku bebas setelahnya."
"Pergi sana cari kegiatan lain, memangnya kau tak bosan apa menatapku terus?" Saga langsung menarik kedua sudut bibirnya membentu senyuman manis.
"Kalau yang ditatap kamu, aku betah kok berlama-lama." Lizzy menampakkan wajah jijik.
"Kambuh lagi sifat playboymu itu. dengar ya meski kau gombal semanis apa pun itu tak akan mempan sama aku tahu,"
"Aku memang tak sedang merayumu tapi aku hanya khawatir jika istriku ini makin parah sakitnya jadi jangan pedulikan aku, istirahat saja,"
"Bagaimana aku bisa istirahat?! Kau terus menatapku, aku risi." ungkap Lizzy dengan nada setengah berteriak.
"Oh kalau begitu aku akan menyalakan tv saja. Kau boleh membaca buku dengan tenang."
"Nanti suara tv-nya membuatku tak konsen." Saga lalu mengambil ponsel milik Lizzy juga sebuah earphone yang langsung dia pasang. Dia kemudian menyelipkan helai rambut Lizzy lalu memasangnya pada telinga wanita itu.
"Kau bisa mendengar musik supaya suara tv-nya tak mengganggu." Lizzy sedikit merona akibat perlakuan Saga tapi masih dengan menjunjung tinggi egonya dia berkata menggunakan nada angkuh.
"Terima kasih." Sesudahnya tv dinyalakan di kamar Lizzy sedang Saga sibuk memencet beberapa tombol mengganti siaran. Dirinya tidak menyadari jika Lizzy memperhatikan dengan pandangan aneh.
Apa yang terjadi? Kenapa Saga sangatlah berubah? Tapi mengamati semua perlakuan Saga, Lizzy harus mengakui bahwa Saga sangatlah berbakat menjadi suami idaman.