Fauzan terdiam beberapa saat kemudian tersenyum getir. "Begitu ya, kalau begitu baiklah tapi kita bisa bukan menjadi sahabat?"
"Tentu. Terima kasih ya sudah pengertian." Keduanya pun berjabat tangan dan lalu Fauzan pergi dari tempat itu. Saga keluar dari tempat persembunyian. Tanpa banyak basa-basi, dia segera menarik Lizzy keluar dari bangunan tersebut.
"Saga bagaimana dengan Crystal? Dia masih ada di dalam,"
"Aku suamimu. Ikut aku pulang, soal Crystal dia bisa pulang sendiri." Begitu tiba di mobil, Lizzy dipaksa masuk dan Saga mengikuti untuk mengemudikan mobil.
Dalam perjalanan menuju rumah, Lizzy selalu melirik di jendela mobil tak ambil peduli pada Saga yang meliriknya beberapa kali. Ada perasaan jengkel saat memikirkan apa yang terjadi dari tadi.
Dia benci dituduh cemburu tapi Saga pun tak menampik. Jika seperti ini terus maka Lizzy yang akan menang. Saga harus melakukan sesuatu. Kalau perlu Saga harus melakukan hal yang sama dengan Lizzy ... membuatnya cemburu.
Sesampainya di rumah, Saga memarkirkan mobil di halaman depan. "Lizzy, kita sudah sampai." kata pria itu sambil membuka sabuk pengaman.
Lizzy diam. Wajahnya terus memandang ke arah jendela. "Lizzy." Otomatis Saga menggoyangkan bahu agar Lizzy memandangnya tapi saat Lizzy menoleh Saga ikut diam karena Lizzy sudah tertidur lelap.
Pria itu membuang napas dan lalu keluar. Dia membuka pintu mobil kemudian melepas sabuk pengaman milik Lizzy. Saga lantas menggendong istrinya itu untuk dibawanya masuk.
Tak lupa dia memberikan salah seorang pelayan untuk membawa mobilnya ke garasi. Setibanya di dalam kamar milik Lizzy, Saga membaringkan tubuh Lizzy di ranjang.
Dirinya hendak keluar namun secara tak sengaja dia menemukan beberapa foto keluarga milik Lizzy bahkan ada juga foto Lizzy bersama Lisa. Pandangannya lalu beralih pada sekitar kamar yang dirombak besar-besaran oleh sang pemilik baru.
Hasilnya sangat berbeda. Saga kembali memusatkan perhatian pada Lizzy dan memakaikan selimut kepada istrinya sebelum akhirnya pergi dari tempat tersebut.
❤❤❤❤
Pagi harinya, Lizzy bengong mendapati dia sudah ada di kamarnya dan begitu ditanya ternyata Saga yang membawanya. Beberapa pelayan bahkan mengatakan kejadian itu sangatlah romantis tapi adakah Lizzy ambil pusing? Jawabannya sudah pasti tidak.
Rutinitas pertama yang sering dia lakukan adalah memasak lalu menyiapkan pakaian untuk Saga. Ketika Lizzy masuk ke dalam kamar milik suaminya, dia mengembuskan napas panjang karena melihat Saga belum terbangun.
Dengan santainya Lizzy membuka pintu lemari dan melihat-lihat sebentar. Diambilnya satu set pakaian sekaligus setelan jas yang cocok dengan kemeja. Lizzy lalu membuka gorden bewarna abu-abu agar Saga tahu kalau sudah pagi.
Tapi suatu hal yang mengejutkan terjadi. Tubuh Lizzy mendadak dirangkul dari belakang. Sontak dia menoleh ke belakang malah mendapat kecupan dari seorang pria yang tak lain adalah Saga. "Selamat pagi." sapa Saga dengan senyuman.
Bukannya malu Lizzy merasa merinding. Lagi-lagi dia harus mendorong Saga agar bisa terlepas dari pelukan namun sayangnya dia tak bisa. "Saga apa kau sehat? Kenapa tiba-tiba saja kau bersikap manis padaku?"
"Apa kau suka?"
"Tidak, lepaskan aku. Bagaimana jika Crystal datang dan berpikir kalau terjadi sesuatu di antara kita?"
"Biarkan saja aku tak peduli." Lizzy menegang kala Saga mengeratkan pelukan. Tangannya berusaha memberikan jarak dengan menahan tubuh Saga agar tak dekat sembari berpikir apa yang membuat Saga seagresif ini.
"Tunggu sebentar." Gerakan Saga terhenti ketika Lizzy memandangnya membalas tatapan Saga.
"Apa kau mau memenangkan permainannya?" Segaris senyuman ditampakkan oleh pria itu.
"Kau cepat berpikir juga. Kita berdua adalah pemainnya wajar aku akan melakukan segala cara agar kau bertekuk lutut padaku." Lizzy tertawa mendengar perkataan Saga yang
"Cih, terlalu percaya diri. Kau pikir aku ini mudah ya terbujuk sama rayuanmu, aku itu tidak sama dengan gadis yang sering kau taklukan."
"Justru itu, aku menantang diriku sendiri. Bagaimana kalau pemanasan di pagi hari?" Tak mengubah senyuman smirk, Lizzy menarik Saga dan kedua bibir bertemu.
Sama seperti yang dikatakan oleh Saga, Lizzy menuruti dengan membiarkan Saga mengendalikan dirinya. Sedang asyik mencicipi rasa manis dari aroma tubuh sang istri, mendadak terdengar suara Crystal.
Kedua orang itu menangkap sosok Crystal yang memandang mereka dengan penuh amarah. "Apa yang kalian berdua lakukan? Saga, jangan bilang kalau kau sedang mengkhianatiku?!"
Entah mengapa Lizzy mendengarnya sebagai lelucon dan tak bisa berhenti tertawa. "Sungguh? Berkhianat? Hei asal kau tahu saja sebenarnya kau adalah benalu dalam hubungan kami. Karena kau Saga memusatkan perhatiannya padamu bukan padaku yang adalah istrinya. Dari tadi Saga menggodaku, wajar bukan aku sebagai seorang istri melayani Saga."
Crystal tak bisa berkata apa-apa lagi dan berlalu pergi. "Kau tahu bukan?" tanya Saga tiba-tiba.
"Tentang apa?"
"Kedatangan Crystal. Kau tahu dan menciumku agar wanita itu kesal setengah mati, wah Lizzy kau ternyata sangatlah licik dari yang kubayangkan." Lizzy tersenyum dan melepas rengkuhan Saga dengan sekali sentakan tangan.
"Sudah kubilang bukan aku ini bukanlah cewek yang biasa kau mainkan jadi jangan pernah menggodaku dengan cara murahan juga. Lakukanlah secara berkelas." Wanita muda itu kemudian meninggalkan Saga yang mendecak.
Ternyata lebih sulit dari yang dia bayangkan. Akhirnya sepanjang pagi itu tak ada percakapan antara mereka bertiga. Saga menatap pada Lizzy sedang sepasang mata Crystal menatap Saga. Dia makin kesal saja saat menangkap Saga memandang pada Lizzy.
Barulah saat Lizzy pergi Crystal membuka suara. "Kau tidak mau minta maaf padaku?"
"Soal apa?"
"Soal segalanya. Saga, aku ini kekasihmu tapi kau bisa-bisanya kau memandang wanita lain dan juga dua ciumanmu bersama Lizzy. Ditambah kemarin kau pulang tanpa memberitahuku." Saga membuang napas kasar.
"Bukankah Lizzy sudah bilang kalau dia istriku, kau seharusnya tak cemburu pada dia."
"Oh jadi kau membela dia?!"
"Bukan seperti itu Crystal--" Gadis itu mendadak bingkas berdiri setelah menggebrak meja.
"Aku muak berada di sini! Semenjak wanita itu datang aku tak bisa hidup tenang. Sudah cukup aku putuskan mau pulang saja ke rumahku jangan mencariku!" Crystal bergegas ke kamar dan mengambil koper yang sudah disiapkan.
Simpanan dari Saga itu lalu berjalan lurus ke arah pintu hingga menghilang tanpa melihat ke belakang. Saga membuang napas kasar, tidak ada rasa menyesal. Dia lebih tertarik memenangkan permainannya ketimbang mengurus Crystal.
"Astaga aku, kan memiliki janji temu dengan rekan kerja." Saga melahap selembar roti dan bergerak cepat menuju mobilnya. Rekan kerja yang bicarakanlah sangatlah penting. Jika dia berhasil bekerja sama dengan mereka maka perusahaannya akan mendapat untung besar.