Setibanya di perusahaan, Saga lekas mengurus beberapa dokumen selekas mungkin. Suara telepon kerjanya mengangetkan Saga karena saking larut dalam pekerjaan. Ditekannya salah satu tombol lalu suara sekretaris wanitanya bernama Desi menginterupsi.
"Pak, ada telepon dari Ayah anda ada di saluran dua." Saga lantas menekan nomor dua.
"Halo Ayah,"
"Apa kau sudah sampai di perusahaan?"
"Iya, sudah ... aku sedang berusaha menyelesaikan semua dokumen."
"Bagus nanti kau temui karyawan perusahaan AM. Ayah dengar dia dalam perjalanan."
"Baik Ayah." Saga menutup telepon dan kembali fokus sampai sekretarisnya mengatakan bahwa utusan dari perusahaan AM telah datang. Tanpa memiliki firasat apa pun dia berjalan keluar untuk menyapa utusan tersebut.
Begitu dia sampai, mata Saga mendapati punggung seorang wanita yang tengah melihat sekitar.
"Selamat datang di perusahaan kami Nona--" Si wanita otomatis menoleh pada Saga dan mata keduanya membulat.
"Lisa?" Saga terpaku sementara melihat penampilan wanita itu. Lisa sangatlah berbeda dari Lisa yang dia kenal saat di acara pertunangan.
Lisa menggunting rambutnya bob. Wajahnya pun memakai make up yang tidak terlalu tebal, ditambah aksesoris anting dan pakaian menambah kesan cantik. Sedang Lisa juga tertegun melihat Saga.
Dalam hati dia merutuk kesal. Kenapa dia sampai lupa kalau nama marga Saga adalah Keano otomatis perusahaan ini milik keluarga Saga. Seharusnya dia tak datang ke sini. "Hai," sapa Saga canggung.
"Hai ...." balas Lisa dengan nada gugup. Ada perasaan tak nyaman saat Saga menatapnya sembari mendekat.
"Kau benar Lisa bukan?" Lisa mengangguk namun tak berani memandang pada Saga. Jantungnya berdetak lebih kencang sama seperti saat bertemu kali di acara lamaran.
"Kau berubah sangat banyak ... cantik sekali." Saga bisa melihat semburat merah muncul dari wajah cantik Lisa dan hanya membalas dengan senyuman.
"Bagaimana kabarmu Saga?"
"Baik. Kalau kau?"
"Baik juga. Mm ... bisakah kita memulai pembicaraan bisnisnya? Aku harus memberi laporan pada atasan,"
"Ok." Saga kemudian mempersilakan agar wanita itu berjalan menuju ruang rapat bersamanya dan selama beberapa jam mereka berbicara tentang kerja sama hingga mencapai sebuah kesepakatan.
"Senang berbisnis dengan anda Tuan Saga, semoga kerja sama di antara kita bisa terjalin dengan baik." ucap Lisa, dia memberikan senyuman begitu juga tangan yang mengulur pada Saga.
"Senang juga bisa bekerja sama dengan perusahaan AM." balas Saga seraya menjabat tangan Lisa. Senyuman yang ditorehkan oleh Lisa perlahan menghilang tatkala merasakan debaran jantung yang hebat.
Buru-buru dia melepaskan genggaman tangan Saga dan permisi undur diri. Saga melirik pada jam tangannya dan bergumam makan siang. Dia pun bergegas keluar mengejar Lisa yang langkahnya tak kalah cepat.
"Lisa tunggu sebentar!" Gerakan kaki gesit Lisa mendadak berhenti. Dia melirik cemas pada Saga yang kini berdiri di sampingnya.
"Ini sudah makan siang. Kau mau tidak makan siang bersamaku? Aku yang traktir." Lisa masih menampakkan raut wajah cemas tanda tak nyaman.
"Ayolah Lisa, kita baru bertemu aku jadi tak enak karena kejadian beberapa hari yang lalu." Kali ini wajahnya terlihat tenang tanda dia sedang berpikir sebelum akhirnya mengangguk tanda setuju.
Semringah muncul dari wajah pria itu. "Kalau begitu ayo." Keduanya pun bergerak keluar dari perusahaan Saga untuk pergi ke restoran.
❤❤❤❤
Lizzy menyeruput milkshake rasa vanila. Dia tengah berada di suatu restoran bersama Randy. "Ini semua data yang aku peroleh tentang wanita itu."
"Terima kasih kau teman baik." balas Lizzy sembari mengecek semua data yang dimiliki olehnya.
"Oh ya kenapa kau meminta aku untuk datang ke sini? Kau bisa memintaku mengirimnya melalui email."
"Aku bosan di rumah jadi aku memintamu untuk datang. Maaf ya merepotkan,"
"Tak apa-apa. Sayang sekali hanya kita berdua yang berkumpul semuanya pada sibuk bekerja."
"Bukannya kau punya pekerjaan?" Randy cengengesan.
"Ada sih membuat program, aku dibayar oleh beberapa orang tapi sekarang lagi sepi." Lizzy mengangguk pelan. Di kala Randy memperhatikan sekeliling, sepasang matanya otomatis tertumpu pada sosok pria dan seorang wanita yang duduk tak jauh dari mereka.
Sepasang mata Randy memicing memperhatikan dengan saksama. "Lizzy, bukankah itu Lisa?" Lizzy lantas menoleh ke arah di mana Randy memandang dan itu benar. Lebih kaget lagi Saga adalah teman berbincang Lisa.
"Hei bukankah itu suamimu? Untuk apa dia berbincang dengan Lisa? Wah ini tak bisa dibiarkan!" Randy hendak berdiri untuk melabrak mereka berdua namun Lizzy segera mencegah menggunakan lengannya untuk menahan pria itu.
"Jangan! Takutnya mereka itu sedang berbicara bisnis dan aku tak mau kau jadi malu sendiri. Ayo kita pergi saja, kita cari tempat lain untuk berbincang."
"Tapi Lizzy, itu suami sama saudara kamu!"
"Ayo kita pergi!" Lizzy dan Randy bergerak keluar meski sahabatnya itu tak rela.
"Silakan dimakan." ucap Saga pada Lisa yang masih terlihat risi.
"Terima kasih." Tempat duduk Saga yang letaknya tak jauh dari pintu sehingga dia bisa melihat siapa orang yang masuk dan keluar.
Matanya lantas tertuju pada seorang wanita dan lelaki yang berjalan keluar. Tubuh mereka tampak kaku seperti menghindar tapi dari siapa. Saga melihat baik-baik sebelum akhirnya tersenyum simpul.
"Aku menelepon dulu ya." Lisa mengangguk sembari menikmati makanan yang dia santap. Saga menekan beberapa tombol di ponsel dan dia arahkan pada telinga seraya menunggu.
Lizzy bernapas lega saat mereka bisa keluar dari restoran tanpa ketahuan sayangnya itu tak berlangsung lama. Lizzy memasang muka kesal saat melihat nama Saga tertera di ponsel. Untuk apa pria itu menelepon dirinya sedang dia tengah makan siang bersama Lisa?
"Halo," ucapnya ketus.
"Jangan pergi dulu dari luar parkiran. Tunggu aku sampai keluar." Lizzy memberikan decak kesal.
"Apaan sih? Kamu lagi sama Lisa, untuk apa aku menunggumu nanti lama!"
"Pokoknya kau harus tunggu aku! Awas kalau kau berani pergi dari tempat itu. Tak akan lama kok!?" Telepon diputus sepihak oleh Saga membuat Lizzy makin kesal saja.
"Siapa?"
"Suamiku." balas Lizzy jengkel.
"Memangnya dia mau apa? Dia sedang makan sama saudarimu!"
"Dia menyuruhku untuk tak pergi sampai dia selesai makan siang. Aku benar-benar jengkel tahu!"
"Lalu, ayo kita pergi!"
"Tak bisa Randy. Saga suamiku dan sebagai seorang istri yang baik aku harus menunggunya."
"Ish, buat apa sih?! Dia sudah tidur sama wanita lain trus makan sama adik kamu tanpa peduli perasaan kamu tapi kamu masih mau menunggu dia!"
"Randy sudah jangan mengomel, aku akan tunggu Saga sampai dia menyelesaikan makan siangnya." Randy menghela napas kemudian membuangnya secara perlahan.
"Ok kalau itu maumu, aku tak akan memaksamu. Bye Lizzy!"
"Bye." sahut Lizzy dengan senyuman.