Zeth terbangun begitu saja, yang membuatnya terasa aneh. Biasanya ia selalu memimpikan gadis itu...
Ia mengedarkan pandangannya, sinar matahari sudah menembus melewati gorden jendela kamarnya, sepertinya ia bangun terlalu siang. Kepalanya kembali berdenyut menyakitkan, dan lengannya kembali terasa panas. Ia melihat ke arahnya, dan cap dengan lambang pusat kota masih terlihat jelas di sana. Seharusnya cap itu sudah mulai memudar hari ini.
Zeth bangun dari kasurnya dan melihat baju serta celana yang terlipat rapi di atas meja dekat kasurnya. Apa Bibi Et yang menyiapkannya? Biasanya dia tidak pernah melakukannya.
Zeth mengenakan pakaian itu, lalu turun menuju ruang tengah. Aroma sup daging kembali menggelitik hidungnya, Bibi Et sedang menata piring di meja makan.
"Selamat pagi, Bibi," kata Zeth, membuat Bibi Et sedikit terkejut lalu menengok ke belakang.
"Oh Zeth, ternyata itu kau,” tawanya renyah. "Selamat pagi, Zeth. Ayo kita makan," katanya, sambil menuangkan sup daging pada piring Zeth.
Bibi Et duduk di kursinya, "Zeth, apa kau masih mau tinggal di sini?" tanya Bibi Et tiba-tiba.
Kening Zeth berkerut. Aneh, Bibi Et menanyakan hal itu? "Iya Bibi.. mungkin sampai aku mendapat pekerjaan, aku akan mencari tempat tinggal.”
Bibi Et menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu maksudku. Kau boleh tinggal di sini. Kamar sebelumnya yang kau tempati tidak terlalu buruk, bukan? Ada dua kamar kosong di rumahku.” Ia tersenyum hangat pada Zeth. “Dan jika kau memang ingin cari tempat tinggal lain, tidak apa-apa. Tapi setidaknya, tunggu sampai lukamu sembuh.”
Kening Zeth semakin berkerut, melihat Bibi Et yang tersenyum hangat pasti dia tidak bercanda. "Maksud Bibi? Aku kan sudah tinggal di sini ... tunggu, aku sakit apa?"
Bibi Et berdeham, lalu menunjuk kepala Zeth. "Kepalamu masih cedera. Kemarin, aku dan suamiku menemukanmu di sisi sungai dekat pagar pembatas kota ini. Sepertinya kau kehilangan ingatan, kau bilang kepada kami kalau namamu Zeth," lalu ia menunjuk lengan sebelah kanannya, "dan kau bilang.. kau berasal dari kota yang berlambang seperti cap yang ada di lengan kananmu. Aku dan suamiku tidak tahu kota apa yang berlambang seperti itu.. maafkan kami."
Zeth mulai tidak mengerti, kemarin ia jatuh ke sungai? Bukankah ia langsung pulang ke rumah setelah mengantar Elen? Dan hei, ia sudah tinggal di sini lama sekali! Kenapa Bibi Et mengatakan kalau dia hanya tinggal berdua dengan Paman Josh? Dan lambang yang ada di lengan kanan.. bukankah ini lambang pusat kota? Apa mungkin Bibi Et menjahilinya? Karena ia berulang tahun hari ini? Ya.. pasti benar.
"Bibi, tolong jangan bercanda. Kau hanya pura-pura untuk mengejutkanku, 'kan?"
Bibi Et mengerutkan kening. "Untuk apa aku bercanda? Apa kau lupa?" Bibi Et berdiri, berjalan ke arah Zeth, lalu memegang kepalanya yang dibaluti perban—yang entah sejak kapan ada di sana. "Kemarin aku dan suamiku menemukanmu di sisi sungai. Namamu Zeth, kau.. kehilangan ingatanmu, hanya mengingat namamu, dan lambang yang ada di lenganmu."
"Tunggu, Bibi dengar. Aku sama sekali tidak lupa! Aku tinggal bersamamu di rumah ini sudah lama. Lalu lambang yang ada di lenganku ini lambang pusat kota! Aku mendapatkannya saat penyuntikan anti-virus, dan itu baru kemarin!"
"Zeth, aku sudah melaporkannya pada penjaga.. mungkin mereka tahu tempat tinggalmu."
"Untuk apa? Aku tinggal di sini, Bibi!" Bibi Et sudah keterlaluan. Tentu dirinya akan marah walau itu hanya gurauan. Ia berdiri dari kursinya, lalu berjalan keluar rumah itu.
Mungkin nanti Bibi Et akan menyesalinya. Batinnya.
Entah kenapa, ada perasaan aneh saat Zeth menginjakkan kaki ke luar rumah. Apa ini? Kenapa rasanya sangat berbeda … seperti suasana di desa ini sangat berubah.
Menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran itu, akhirnya Zeth berjalan ke arah taman, mungkin yang lainnya ada di sana. Kemudian ia melihat Erik dan Will di taman itu. "Erik! Will!"
Erik dan Will melihat ke arahnya, lalu melambaikan tangan mereka. "Oh, Zeth! Ayo sini, kita main!" Sahut Erik.
"Bagaimana lukamu?" tanya Will.
"Luka apa?"
"Itu kepalamu, apa sudah mengingat sesuatu?" kali ini, Erik yang bertanya.
Zeth mendengus pelan, apa mereka sudah merencanakan semua ini? "Hei ayolah, cukup bercandanya. Mana Elen?"
Erik mengerutkan kening. "Kau kenal Elen?"
Zeth tertawa, merasa bodoh. "Tentu, dia kan—"
"Erik!" Sahut Elen dari arah belakang.
Zeth membalikkan badannya, melihat Elen yang berlari ke arahnya. Rambut pirangnya tertiup angin. Zeth tersenyum, hendak menggenggam tangannya. Tapi Elen melewati dirinya, dan merangkul lengan Erik.
"Hei Elen, selamat pagi." Erik mengecup kening Elen.
Sontak, Zeth melepas genggaman tangan Elen dari Erik. Mendorong Erik sampai terjatuh. "Erik! Kau keterlaluan!"
Elen menarik tangan Zeth, dan Will membantu Erik berdiri. "Zeth! Kau apa-apaan sih?" kata Will terkejut.
Zeth menatap Elen yang terlihat ketakutan. "Elen, kau ingin memberiku sesuatu? Apa ini yang kau maksud dengan 'sesuatu' itu? Tapi ini sudah di luar batas! Pertama Bibi Et, lalu kalian! Jika kalian ingin menjahiliku dengan cara ini, aku tidak mau! Lebih baik hentikan saja!"
Elen melepas genggaman tangan Zeth, lalu menamparnya di muka. "Kau yang di luar batas! Kau siapa sampai melakukan itu pada Erik!? Keterlaluan!"
Zeth mulai marah, semuanya membingungkan. Ada perasaan aneh di dadanya, lengannya kembali panas, lalu kepalanya mulai berdenyut menyakitkan. "Aku pacarmu! Sudah lama kita bersama dan kau malah merangkul Erik! Bahkan keningmu dicium olehnya dan kau diam saja? Walaupun dia teman baikku aku juga memiliki perasaan! Sudah ku bilang, walaupun ini candaan, lebih baik hentikan!"
Wajah Elen mulai merah, apa dia marah? Kenapa dia yang marah? "Aku hanya berpacaran dengan Erik saja! Dan sudah lebih dari dua tahun aku bersamanya! Lagi pula, aku baru bertemu denganmu kemarin, saat Bibi Et dan Paman Josh menemukanmu di pinggir sungai!"
Perkataan Elen membuat jantung Zeth serasa berseluncur ke arah perutnya. Kepalanya yang sakit membuatnya tidak bisa menahan emosinya. Ia menarik lengan Elen, membawanya ke tempat rahasia mereka berdua. Banyak pemikiran yang berkecamuk di kepalanya.
Elen pacarku, bukan? Tapi Elen bilang kalau dia berpacaran dengan Erik? Sudah dua tahun lebih? Bukankah Elen pacarku selama ini? Mereka berbohong, pasti merencanakan sesuatu. Apa ini kejutan untuk ulang tahunku?
Erik dan Will mengejar mereka dari belakang. "Zeth! Kau gila! Mau kau apakan Elen!?" Sahut Erik.
Sesampainya di tempat rahasia mereka, wajah Elen tampak pucat. Dia mengerutkan keningnya menatap Zeth, "Kau.. bagaimana kau tahu tempat ini? Hanya aku dan—"
Zeth mencengkram pelan bahu Elen. Mencoba tersenyum. "Elen aku mohon, berhentilah bercanda. Hanya aku dan kau yang tahu tempat ini. Ini tempat rahasia kita berdua. Melihat matahari terbenam, memandang bintang bersama, dan menyanyikan lagu yang selalu kunyanyikan bersamamu." Semakin banyak ia mengatakannya, semakin sesak dibuatnya. Matanya mulai terasa panas. Meski Zeth tidak mau, air mata yang mengalir di pipinya tidak bisa ia tahan.
Mata Elen mulai berair. "Zeth, aku baru bertemu denganmu kemarin.. dan semua yang kau katakan.. aku hanya melakukan itu dengan Erik." Elen menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Kau ini ... siapa?"
Elen mulai menangis. Selama ia mengenalnya, baru kali ini ia melihat Elen menangis. Dadanya kembali terasa sesak.
"Di hari yang sejuk, di bawah pohon teduh.
Ku nyanyikan lagu ini untukmu.
Matahari kan datang, membawa tetesan embun.
Ku mulai kembali hariku bersamamu."
Elen berhenti terisak, ia menatap Zeth dengan matanya yang basah karena menangis.
"Di sepanjang jalan, bunga-bunga pun mekar.
Setiap memori bersamamu, akan ku jadikan kenangan.
Kicauan burung pun terdengar, semuanya mulai terbangun.
Aku menyayangimu lebih dari apapun.
Kupu-kupu mulai berterbangan, semuanya seperti menari.
Aku akan terus menyayangimu, lebih menyayangimu esok hari."
Lanjutnya. Elen menggenggam tangan milik Zeth. Dia mengusap air matanya. "Lagu itu.. lagu yang hanya kunyanyikan dengan Erik. Hanya kami berdua yang tahu.."
Kepala Zeth kembali pusing, seperti baru saja dipukul oleh benda keras. Ia mengangkat Elen melewati pagar. Lalu mencari-cari ukiran yang kemarin Elen buat di salah satu kayu ini.
Akhirnya, Erik dan Will berhasil menyusul mereka, wajah Erik terlihat terkejut. Erik melompat mendekati Elen, kemudian memeluknya. Elen kembali menangis di pelukan Erik, lalu menceritakan semua yang baru saja terjadi sambil terisak.
Zeth menahan dirinya agar tidak ambruk ke tanah. Melihat Elen yang begitu percaya pada Erik membuat tangannya lemas. Semua yang dikatakannya kemarin seperti mimpi. Apa selama ini ia tertidur? Apa memang semua ini palsu? Kenapa hanya pikiran dan ingatannya saja yang berbeda dari semuanya? Dari yang lainnya?
Akhirnya ia menemukan ukiran itu, sedikit ada harapan pada dirinya. Tapi dadanya seperti dipukul begitu saja. Tidak ada namanya, hanya nama Elen dan Erik.
Kakinya terasa lemas, akhirnya ia ambruk ke tanah. Masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Semua fakta, dan memori tentang dirinya seperti terhapus begitu saja ... dan digantikan dengan sesuatu yang lebih masuk akal dari pemikirannya selama ini.
"Zeth," kata Erik berjalan ke arahnya, dia masih menggenggam tangan Elen. "Tolong ceritakan.. siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau tahu semua ini?"
Kepala Zeth semakin pusing, lengannya kembali terasa panas. Perlahan-lahan, ia menceritakan semuanya. Hubungannya dengan Elen, pertemanannya dengan Erik dan Will, tinggal bersama Bibi Et dan Paman Josh, kegiatan beberapa hari lalu. Semua tentang teman-temannya. Semua tentang keluarganya. Semua tentang dirinya.
Semakin banyak yang ia ceritakan, semuanya semakin terasa menjauh, perasaan yang dulu ada mulai memudar. Ia mulai tidak yakin pada dirinya sendiri. Apa semua itu hanya tipuan dari otaknya yang cedera? Apa sebenarnya semua yang ia ceritakan itu hanya mimpi?
"Tidak pernah ada penyuntikan anti-virus selama ini," kata Will.
"Lambang pusat kota yang ada di dekat desa ini tidak seperti lambang yang ada di lenganmu," desah Erik.
"Aku kenal Bibi Et dan Paman Josh, mereka selama ini tinggal berdua saja.. tidak pernah ada.. orang lain yang tinggal bersama mereka," kata Elen, masih menggenggam tangan Erik, "tapi dari semua itu.. cerita yang kau ceritakan.. semuanya pernah terjadi."
"Semua yang kau katakan hampir sama dengan yang kami lakukan," aku Will. "Susah juga jika kami bilang bahwa semua yang kau ceritakan itu mengada-ngada. Kau muncul tiba-tiba di desa ini saat Bibi Et dan Paman Josh menemukanmu di sisi sungai. Tidak mungkin kau mengetahui semua yang biasa kami lakukan hanya dalam satu malam."
Elen mengangguk. "Apalagi kau tahu tempat rahasiaku dan Erik ini.." Elen berdeham, "apa aku benar-benar berpacaran denganmu dalam ingatanmu?"
Zeth mengangguk, kepalanya terasa berat. "Semua yang kukatakan tidak ada kebohongan sama sekali.. aku tidak melebihkan-lebihkan.. atau menguranginya," Akunya.
"Itu dia!" Sahut seseorang dari arah belakang mereka.
Zeth menengok ke arah suara itu. Ada sekiranya lima orang penjaga berbaju serba hitam. Penjaga yang menyuntikkan anti-virus kepadanya. Apa mereka yang melakukan semua ini? Sengaja menghapus semua memori tentang dirinya?
Mereka melompati pagar, dan mengikat tangan Zeth dengan paksa. Erik dan Will sempat mendorong penjaga itu. Elen didorong oleh salah satu penjaga karena melindungi Zeth. Salah satu penjaga mengeluarkan sebuah alat berbentuk kotak yang mengeluarkan dengungan aneh, ketika alat itu diarahkan ke leher Erik dan Will, mereka berteriak kencang dan langsung ambruk ke tanah. Apa salah mereka sampai mereka mendapat perlakuan seperti itu?!
Zeth meronta, menendang, berteriak. Tapi semua itu tidak ada gunanya. Lima lawan satu, tidak adil.
Penjaga itu menarik Zeth keluar pagar pembatas. Ada mobil berwarna hitam yang kira-kira cukup untuk sepuluh orang di luar pagar. Salah satu penjaga merobek lengan baju sebelah kanannya. Melihat lambang pusat kota yang masih ada di sana. Lalu mengeluarkan kertas bertuliskan C72 dengan cap darah yang ada di atasnya.
"Kalian yang melakukan ini, bukan?" ronta Zeth. "Kalian menghapus semua memori tentangku!? Apa yang aku lakukan!? Aku salah apa!?"
Penjaga itu tidak menjawab.
Salah satu penjaga mengeluarkan pisau kecil. Menusukkannya ke jari telunjuk Zeth, dan menekan darahnya pada kertas nomor itu. Seketika, nomor itu mengeluarkan cahaya yang membutakan mata Zeth.
Para penjaga itu saling mengangguk, kemudian memaksa Zeth masuk ke dalam mobil. Erik, Will dan Elen masih terkapar di tanah. Ia melihat Bibi Et dan Paman Josh yang mulai berlari mendekati mobilnya. Menyahutkan namanya. Tetapi, Zeth tidak bisa menjawab sahutan itu. Badannya sudah dipaksa masuk ke dalam mobil.
Salah satu penjaga mengeluarkan sebuah kotak panjang berwarna hitam, setelah mobil yang mereka naiki mulai berjalan. Ada sesuatu yang mencuat di bagian atas kotak itu, seperti sebuah antena pada radio tua yang berada di dapur rumahnya. "Kami mendapatkan satu lagi, boss. Mungkin ini anggota yang terakhir. Totalnya menjadi enam orang," kata penjaga itu.
"Hei! Maksud kalian apa!? Enam orang apa? Mau kau apakan aku!?" kata Zeth masih berusaha melepaskan dirinya.
Penjaga yang ada di sebelahnya menarik tali yang membelenggu tangan Zeth, lalu membekam dirinya dengan sapu tangan.
Bau sapu tangan itu sangat menusuk, seperti bau cat basah. Kepala Zeth semakin pusing, dan matanya mulai terasa berat. Banyak bercak hitam muncul secara perlahan yang mulai menghalangi pandangannya. Kemudian semuanya menjadi gelap. []