06 - Enam

1258 Kata
Zeth tersadar di sebuah ruangan yang berwarna putih. Kepalanya masih berdenyut sakit, rasa mual mulai naik ke tenggorokkannya. Saat pandangannya mulai jelas, tangannya diikat dengan keras, dan tubuhnya diikat di atas sebuah kursi. Ia tidak melihat batas ruangan ini. Semuanya putih, tidak terlihat mana ujungnya. Kejadian hari ini seperti mimpi. Bibi Et dan Paman Josh tidak mengingat siapa dirinya. Erik, Will, bahkan Elen juga. Setelah kekuatannya mulai pulih, ia mencoba untuk membebaskan diri. Setidaknya, tali yang mengikat tangannya harus ia lepas terlebih dahulu. Dengan menggerakkan tangannya, ia mencoba untuk membuat tali yang mengikatnya menjadi longgar. Entah sudah berapa lama, akhirnya tali yang mengikat tangannya terputus. Meski pergelangan tangannya berdarah, Zeth memaksa dirinya untuk melepas tali yang mengikat tubuhnya, yang dapat dengan mudah ia lepas. Ruangan yang mengurung dirinya sangat luas. Duduk di tengah-tengah ruangan ini, ditambah hanya ada dia sendiri, membuat bulu kuduknya meremang. Tempat ini terasa sangat sepi, tapi saat dirinya memfokuskan suara di sekitar, ia seperti mendengar sesuatu. Seperti ada seseorang yang sedang berlari. Namun ia tidak melihat siapa pun, bahkan apa pun, selain dirinya yang berdiri dengan tampang bingung dan kursi yang ada di dekatnya. Kepalanya kembali berdenyut, sakit. Ia menimbang-nimbang ke mana seharusnya berjalan. Ia berjalan ke arah depan, seketika dirinya tertabrak. Seperti ada sesuatu yang menghalangi, tapi tidak terlihat sama sekali. Zeth meraba sesuatu yang menghalanginya. Tangannya menempel begitu saja. Ia mencoba mendorong, menendang, menabrak, tapi sesuatu yang menghalangi dirinya masih ada di situ. Zeth mencoba mengetuknya, tetapi tidak ada bunyi yang terdengar. Akhirnya, ia menyerah. Kembali memikirkan bagaimana caranya ia bisa keluar, atau melewati ... sesuatu yang tidak terlihat ini. Ia kembali berpikir dengan keras. Masih mengetuk-ngetuk dan menendang-nendangnya. Tetapi seperti sebelumnya, tidak ada yang berubah. Akhirnya, ia mengambil kursi yang ia duduki tadi, lalu melemparnya ke arah 'sesuatu' yang menghalanginya. kursi itu berhasil terlempar jauh, mungkin sesuatu yang menghalanginya menghilang. Namun, ketika ia berlari ke arah itu, ia kembali tertabrak. Sepertinya ia tidak bisa melewatinya. Ia mencoba samping kanan, dan belakang, masih ada yang menghalanginya. Saat ia mencoba ke arah kiri, ia bisa berjalan lebih jauh. Ia terus berlari sampai mulai tertabrak lagi, dmencoba arah lain sampai dirinya bisa berlari lebih jauh. Kepalanya semakin pusing, karena selalu tertabrak 'dinding yang tidak terlihat' itu. Ia berdoa semoga hidungnya tidak jadi pesek … Seketika, ia tidak bisa bergerak ke arah mana pun. Ia kembali terkurung. Tiba-tiba terdengar bunyi 'klik' di sekelilingnya. Bunyi gemuruh terdengar di mana-mana. Ruangan yang awalnya berwarna putih berubah menjadi kuning. Matanya terasa sakit saat melihat perubahan warna yang tiba-tiba. Ada garis cahaya berwarna merah yang naik dari kaki ke atas kepalanya. Ia terkejut saat cahaya itu berhenti, lalu kembali bersinar menyoroti matanya, sampai ia tidak berkedip karena terkejut. Sesaat kemudian, cahaya itu kembali menghilang. Kembali terdengar bunyi 'klik' di mana-mana. Lalu dinding kuning itu terangkat. Semuanya menjadi warna merah. Kembali terdengar suara gemuruh, seperti napas sapi raksaksa yang sedang asma. Tiba-tiba tubuhnya diterpa angin kencang sampai ia terdorong ke belakang. Ia mulai panik, ruangan yang berwarna merah membuatnya semakin panik. Ia berusaha berdiri dari jatuhnya, tetapi lantai yang berada di bawahnya mulai menghisap tubuhnya. Dengan susah payah ia menendang-nendang kakinya, akhirnya ia terbebas dari hisapan itu. Terdengar kembali tiupan angin yang kencang. Zeth terus berlari secepatnya. Dia benar-benar merasakan firasat buruk tentang sesuatu yang akan muncul di balik punggungnya. Seketika, ada dua buah bola melayang berdampingan yang muncul di depannya, sontak membuatnya berhenti berlari. Semakin lama diperhatikan, dua benda melayang itu ternyata bukan bola. Benda itu seperti mata besar berukuran bola basket. Sedetik kemudian, mata itu menyipit, seperti sedang tersenyum. Lalu tiba-tiba saja muncul sebuah garis panjang tepat di bawah kedua mata itu, terbentang dari mata kiri ke mata kanan. Garis itu terbuka dan muncul garis panjang yang berliku-liku seperti taring. Apa ... itu hewan buas? Otaknya mulai tidak beres, rasa panik membuat kakinya jadi lemas. Ia kembali berlari secepat mungkin. Tetapi, semakin cepat ia berlari, ‘hewan buas’ itu semakin mendekat. Kakinya serasa hampir copot. Pinggangnya mulai terasa sakit. Menarik napas semakin susah, paru-parunya seperti balon yang sudah kempes. Tiba-tiba ada garis hitam besar di depannya. Seperti jurang yang dalam. Ia kembali terpojok. Hewan buas itu semakin mendekat, Zeth menelan ludahnya dengan susah payah. Mengendalikan keberanian yang sangat susah.  Pasti ini hanya ilusi. Batinnya. Tidak mungkin ada hewan buas aneh tanpa tubuh di kehidupan ini. Tidak mungkin ada dinding yang tidak terlihat. Tidak mungkin kejadian seperti ini ada di kehidupan nyata! Semua ini pasti ilusi atau sebuah mimpi. Lalu, aku akan terbangun setelah ini. Akhirnya Zeth berlari ke arah hewan buas itu. Mulut itu terbuka, dan dirinya masuk ke dalamnya. Angin kencang menerjang tubuhnya. Ruangan merah itu menghilang. Digantikan oleh kegelapan yang absolut. Ini tentu bukan perut hewan buas itu, 'kan? Pikirnya lagi. Ia kembali menengok ke arah belakang. Takut-takut hewan buas itu masih mengejarnya. Untung saja, ia tidak melihat apa pun di belakangnya.  Ia kembali mendengar suara bergemuruh. Kira-kira apa lagi yang akan aku hadapi? Suara gemuruh itu sesekali diselingi dengan suara tertawa. Matanya kembali was-was, sulit melihat di kegelapan seperti ini. Tiba-tiba ada satu titik merah yang muncul. Titik itu semakin lama semakin besar. Kemudian, titik itu menerjang ke arahnya dengan kecepatan yang luar biasa. Zeth mencoba menggerakan kaki miliknya, tetapi tidak bisa. Kakinya seperti tertancap ke dalam tanah. Ia melihat ke bawah, dan tidak bisa melihat apa pun, semuanya tertutup oleh kegelapan. Seluruh tubuhnya seperti ditelan oleh kegelapan. Titik itu mulai mendekat. Ia menelan ludahnya dengan susah payah, saat titik merah itu sangat dekat dengannya, ia memiringkan tubuhnya, dan titik merah itu langsung lewat. Bentuknya seperti meriam yang sangat keras. Ia kembali menelan ludahnya. Membayangkan kalau ... benda itu menabrak dirinya. Kembali gelap gulita yang luar biasa. Ia kembali melirik bagian bawah tubuhnya. Masih tidak terlihat apa pun. Ia mengayunkan tangannya, masih terasa. Menggerakan jari-jarinya, masih terasa juga. Kakinya juga masih terasa. Ia hanya tidak bisa melihatnya. Saat dirinya mulai berjalan ke samping, tiba-tiba ia berada di sebuah ruangan. Kegelapan yang mengelilingi dirinya menghilang tiba-tiba. Matanya kembali sakit karena cahaya yang menyorotinya. Saat pandangannya mulai terbiasa, ia berdiri di sebuah ruangan. Seperti sebuah garasi tua yang terbengkalai berpuluh-puluh tahun. Zeth terkejut saat melihat kurang lebih ada lima orang yang berdiri di depannya. Zeth menunggu beberapa detik, tapi tidak ada satu pun yang bergerak. Di depannya ada seorang gadis dengan rambut berwarna biru tua, rambutnya dipotong pendek sebahu, tapi ada rambut yang dikepang panjang di bagian tengahnya. Di samping gadis berambut biru itu, ada gadis lain berambut merah marun yang di kuncir dua di bagian kiri-kanan kepalanya. Dia memegang sebuah tongkat berwarna emas, dan ada daun-daun yang berwarna emas yang melayang mengelilingi tongkat itu. Di samping lainnya ada lelaki yang sedikit berbungkuk, berambut hitam pekat. Bajunya compang-camping, dan terlihat dekil. Sepertinya dia belum mandi beberapa hari. Lalu di tangannya ia menggenggam sebuah belati. Di bagian paling depan ada seorang lelaki lain dengan tubuh besar. Rambutnya dipotong pendek, berwarna ungu kehitaman. Tubuhnya sangat bidang dan berotot kekar. Baju dengan lengan pendek yang seperti dirobek paksa membuatnya semakin terlihat sangar. Di samping lelaki bertubuh besar itu ada gadis berambut hitam yang diikat kuda. Rambut itu terlihat mengkilap.. oh.. ternyata pantulan cahaya dari pedang pendek yang ia pegang. Mereka dan Zeth menghadap ke arah yang sama. Ke arah sebuah balkon yang terlihat seperti lantai dua, di atasnya berdiri seorang pria bertubuh tegak, mengenakan setelan jas. Pria itu tersenyum ke arah mereka. Lalu berkata, "Ya. Mungkin tahun ini akan berbeda." Zeth menelan ludah dengan susah payah, teringat perkataan para penjaga yang menangkapnya. Totalnya ada enam. Lalu, orang-orang yang ada di depannya.. termasuk dirinya ada enam orang. Apa-apaan ini? []  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN