Pengakuan Bima

1315 Kata
"Suuttttt ..." Desisnya sambil membekap rapat mulut Indira yang sudah terasa mengap-mengap di sela-sela jari tangannya. Matanya bahkan terlihat melotot sempurna karena saat ini kondisi mereka sama-sama sedang tidak memakai busana. Indira dapat mengetahui itu saat punggung polosnya bersentuhan lembut dengan d**a bidang milik Bima. "Diam lah Indira ! Aku berjanji tidak akan melakukan apapun jika kau tidak berteriak." Bisik nya. mendekatkan bibirnya tepat di daun telinga Indira. Indira yang baru pertama kali ini bersentuhan fisik sedekat ini dengan Bima tentu saja langsung merasakan takut dan juga merinding dengan sentuhannya. Jantungnya bahkan berdegup dengan sangat kencang. Dia mulai menolehkan matanya ke arah kanan dan kiri. Dalam situasi paniknya yang seperti ini. Perempuan itu bahkan masih sempat-sempatnya melihat situasi, takut jika ada seseorang yang nantinya akan melihat kebersamaannya dengan Bima. "Ememnmnmn" Omelnya seperti orang yang sedang berkumur. Saking tidak jelasnya dengan kata-kata yang di ucapkan oleh mulutnya. Bima menukikkan alisnya mendengar gumaman Indira. Sedikit banyaknya dia tahu maksud dari perkataan Indira meskipun perkataan tersebut tidaklah dia ucapkan dengan jelas. "Kau takut jika ada orang lain yang melihat kita ? Tebaknya. Dan Indira menganggukkan kepalanya secara cepat. "Tentu saja." Pekiknya dalam hati. Bima pun tersenyum menyeringai sambil mendaratkan bibirnya di tengkuk Indira. "Tenang saja sayang. Sungai ini sangat gelap. Tidak akan ada yang melihat kita kecuali air dan juga batu yang ada di bawah sana." Tuturnya membalikan paksa tubuh Indira menjadi menghadapnya. Kondisi air sungai yang memang tidak setinggi air di dermaga membuat beberapa titik di tubuh Indira menjadi terlihat termasuk p******a ranum yang siang itu sempat Bima lihat saat dia mandi bersama istrinya. Bima pun kembali menelan ludahnya melihat betapa seribu kali lipat cantiknya tubuh Indira jika di lihat dari dekat. Dia enggan berpaling. Satu tangannya membekap mulut Indira sementara satunya lagi ia gunakan untuk merengkuh pinggang rampingnya agar semakin mendekat kearah dirinya. "Indira." Lirihnya memasukan kepalanya kearah ceruk leher Indira. "Aku sangat merindukanmu. Betapa jahatnya dirimu selama ini mengabaikan ku. Kenapa beberapa hari ini selalu menghindar dariku hem ? Apakah aku mempunyai salah ?" "Apakah kau cemburu karena beberapa hari ini aku selalu menghabiskan waktuku dengan Resti ? Jika kau cemburu ? Kau bisa mengatakannya padaku sayang ! Jangan menjauhiku seperti ini !" Lirihnya menghirup dalam aroma yang keluar dari tubuh Indira dengan sangat mesra. Bima sekali lagi mendaratkan bibirnya dengan sangat lembut di kulit leher milik kekasih gelapnya. "Aku tidak kuat." "Aku juga sangat cemburu dengan kedekatan mu dan juga Charles." Dia yang memang sejak dulu sangat mencintai Indira. Baru pertama kali ini merasakan sentuhan halus dari kulit kekasihnya. Dan itu rasanya sangat luar biasa. Pikir Bima dalam hati. "Mengapa kau lebih dekat dengan dia sekarang daripada denganku ? Aku tidak suka Indira, Kau paham itu bukan ?" Tuturnya sengaja menggigit pelan ceruk leher wanitanya. Pria itu sepertinya sengaja ingin memberikan tanda di leher Indira agar tidak ada lagi siapapun yang berani mendekati kekasihnya. "Sayang kenapa kau diam saja, hem ?" Selain desisan karena sesapannya, Indira memang hanya diam dan tidak mengatakan kata apa-apa. Bima pun kini beralih mendongakkan kepalanya menatap dalam manik tegas yang ada di depannya. Dia mulai melepaskan bekapan di mulutnya. Namun sedetik kemudian bibirnya langsung menyambar kembali bibir penuh Indira dan memagutnya dengan penuh tuntutan namun juga lembut di saat yang bersamaan. Dia mendorong tengkuk Indira agar bisa semakin memperdalam Cumbuan nya. Meskipun Indira tidak membalas ciumannya, Namun berkat sikap refleks terkejut yang di timbulkan oleh Indira saat dia membuka mulutnya, Bima pun menggunakan kesempatan itu untuk menelusup kan lidahnya menelusuri setiap rongga di mulutnya. Sekian detik mereka habiskan dengan Bima yang mengambil alih kuasa atas dirinya. Sebuah ciuman yang sama sekali tidak imbang karena hanya Bima yang menyentuhnya dengan sepenuhnya. Laki-laki tersebut bahkan begitu terlena sampai tidak menyadari mulut Indira yang kini sudah mulai kehabisan napas dan menepuk-nepuk pelan d**a bidangnya. "Lepwaas !" Keluhnya dengan sisa-sisa tenaga yang masih di miliki olehnya. Bima yang mendengar gumaman Indira membuka pelan pejaman matanya. Dia mulai menjauhkan bibirnya dari bibir Indira sambil membelai lembut wajahnya dan menyatukan keningnya dengan milik kekasih gelapnya. "Aku mencintaimu Indira. Maukah kau hidup denganku setelah kita keluar dari tempat ini ?" "Aku akan menceraikan Resti begitu kita keluar dari sini." Tuturnya masih dengan menyatukan keningnya dengan kening Indira. Indira dengan sisa-sisa napas tersenggal nya, mencoba menatap Bima. Dia pun teringat kembali mengenai kejadian beberapa saat lalu, saat dia melihat Bima tengah b********h hebat dengan Istrinya di dalam dermaga. Ada rasa perih setiap kali dia mengingat kejadian itu. Meskipun Indira sudah mempunyai keyakinan akan mengikhlaskan Bima secara sepenuhnya. Namun kebersamaan mereka yang sudah mereka lalui selama beberapa tahun kebelakang ini membuat hatinya perih mengingat betapa Bima sudah begitu dalam masuk kedalam hidupnya. Ada banyak kenyamanan yang pria itu berikan selama mereka menjalin asmara. Bima yang selama ini terkesan begitu melindunginya. Dia bahkan tidak pernah sekalipun berani menyentuh Indira jika saja Indira tidak mengijinkan dirinya. Wajahnya kembali menatap perih mata Bima. Indira pun mulai memundurkan tubuhnya. Dengan perasaan yang linglung dan hati yang berkecamuk. Bibirnya bungkam tidak bisa mengatakan satu patah kata apapun yang bisa dia ucapkan untuk kekasihnya. Dan Bima pun melihat kebingungan itu dengan jelas di wajah Indira. Dia kembali menarik tangannya. "Ada apa ?" Bima kembali memeluk Indira dengan kondisi mereka yang tanpa satu helai benang pun dan kondisi Indira membelakangi dirinya. "Lepaskan Tuan !" Sampai akhirnya suara Indira begitu terdengar nyata di telinganya. Satu tetes air mata bahkan tanpa permisi mulai lolos di pipi mulusnya. "Aku, Hiks." Indira menangis. Bima pun semakin yakin jika Indira mengetahui kelakuannya saat itu. "Indira. Apa yang kau lihat saat itu tidak seperti yang kau pikirkan sayang." "Aku tidak bersungguh-sungguh melakukan itu dengan Resti." "Aku mencintaimu Indira, Aku bersumpah itu adalah kali pertama aku menyentuh istriku setelah sekian lama." Baru mendengar kata istri saja sudah membuat hati Indira semakin perih dan menangis sejadinya. Bima membalikan kembali tubuhnya. Dia membuka tangkuban tangan di wajah cantik kekasihnya. Bima mencium pipi Indira kemudian mengelus pipinya dengan sangat lembut. "Maafkan aku. Aku bersumpah tidak akan melakukan hal itu lagi." "Aku mencintaimu Indira. Hanya kau. Hanya kau yang akan ada di dalam hatiku. Berhentilah menangis ! Sudah aku katakan jika aku paling tidak bisa jika melihatmu menangis seperti ini." Tuturnya merengkuh paksa Indira agar masuk kedalam dekapannya. Gadis itu menangis sesenggukan sambil menutupi dadanya dengan kedua tangannya. "Maafkan aku sayang. Itu semua salahku. Aku tahu aku salah. Aku mengakui semuanya. tolong maafkan aku ! Aku berjanji, aku tidak akan pernah melakukan hal itu lagi untuk kedepannya. Tolong jangan menangis sayang ! Maafkan aku." Rapalnya sambil mencium dalam kening Indira. Bima benar-benar menyesali perbuatannya. Benar saja dugaannya selama ini jika Indira ternyata sudah melihat semuanya saat dia kembali bercengkrama dengan istrinya di dalam dermaga sana. Indira tidak mengatakan apa-apa. Selain Bima yang terus berceloteh sambil mengusap sayang rambutnya. Karena Indira hanya bisa menangis, dia saat ini tidak bisa mengeluarkan satu patah kata apapun selain genangan air mata yang terus membanjiri pipinya. CUP. CUP. Dengan Bima yang terus menghujami pipinya dengan ciuman mesra. Pipi dari gadis yang selama ini sangat dia rindukan kehadirannya. Kelakuan Indira yang selama ini terang-terangan menghindari kontak dengan dirinya, cukup membuat Bima kalang kabut dan kalap juga saat melihatnya. "Jangan lakukan hal itu lagi ! Aku minta maaf karena sudah mengkhianatimu dengan Resti." "Saat itu aku terlalu cemburu denganmu. Resti datang tiba-tiba, dia yang menggodaku dan menawarkan dirinya padaku." "Dia yang memancingku, maafkan aku ! tolong maafkan aku sayang ! Aku tidak akan melakukan hal itu lagi. aku janji." Lirihnya sekali lagi. Begitu takutnya Bima sampai terus mengatakan hal tersebut meskipun perempuan di depannya hanya diam saja tanpa sedikitpun membalas pembelaan yang di keluarkan oleh kekasihnya. Indira hanya mengikuti saja apa kata hatinya yang saat ini terasa gundah dan juga sakit di saat yang bersamaan. "Kau jahat tuan." Hanya satu kata itu yang bisa Indira katakan untuk kekasihnya. Dan Bima menerima tuduhan itu. Dia menganggukkan kepalanya, sambil kembali mencium dalam kening mulus milik Indira. "Aku tahu, Maafkan aku." Lirihnya sungguh sangat tidak berdaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN