Intaian Bima

1653 Kata
Ke enam orang penjelajah itu baru duduk setelah mereka menemukan tempat yang aman untuk mereka beristirahat. Dengan kondisi hutan yang sudah setengah gelap. Charles yang menurunkan tas nya pertama kali, mulai membuka kaos ketat di tubuhnya. Dia hanya menyisakan singlet hitam dan celana panjang untuk membungkus tubuh atletis miliknya. Tangannya bahkan tanpa di suruh mulai terulur. Bergerak lihai menyatukan parutan ranting dan juga daun kering yang tercecer acak di atas tanah untuk membuat api unggun. Karena selain dia dan juga Cloe, tidak ada lagi yang bisa membuat api termasuk Bima apalagi ketiga perempuan yang ada di masing-masing seberangnya. Bibirnya mulai terlihat semakin mengerucut begitu sudah terlihat asap mengepul di balik tumpukan daun kering tersebut. Charles terus meniup halus percikan bunga api tersebut agar dapat semakin besar dan membakar seluruh ranting kering yang sudah sengaja dia kumpulkan di sana. Sari yang berjarak beberapa meter terlihat berjalan mendekat kearahnya. Dengan membawa beberapa ranting di tangan kanan dan kirinya. Dia hanya tersenyum antusias saat jaraknya sudah semakin dekat dengan jarak Charles, kemudian menurunkan ranting tersebut di samping tubuhnya. Matanya sesekali terlihat meneliti setiap tarikan otot Charles yang selalu terlihat jelas di depan matanya. Apalagi saat pria itu bergerak, kumpulan otot tersebut terlihat seperti sedang berdesakan, mengikuti kemanapun arah gerakannya saat Charles sedikit saja menggerakkan tubuhnya. Di ikuti dengan kehadiran Indira dan juga Cloe. Mereka berdua juga sama-sama membawa ranting, Hanya Bima dan juga Resti yang mempunyai tugas berbeda yaitu mengisi air dari dalam sungai. Indira juga menurunkan ranting hasil jarahannya tepat di samping kaki Charles. Mulutnya sudah terlihat mangap. Apalagi yang akan Indira lakukan jika bukan berbicara dengan pria itu. "Charles." Panggilnya dengan nada yang biasa. "Ini rantingnya segini cukup atau tidak kira-kira ?" "Kalau tidak ? Biar aku dan Cloe yang carikan lagi di tempat yang tadi sepertinya masih banyak. Mumpung masih belum terlalu gelap juga langitnya." Imbuhnya lagi yang hanya di balas tiupan oleh orang di depannya. Charles yang masih sibuk dengan aktifitas meniupnya, mengabaikan Indira dan membuatnya kesal. Indira pun menggeplak bahu bagian belakang Charles sebagai bentuk refleks kekesalannya agar pria tersebut dapat menoleh sebentar saja kearahnya. "Lihat dulu !" Perintahnya. Baru setelah satu geplakan yang cukup keras, Charles menolehkan wajahnya dan menatap jengah ke arah lawan bicara di depannya. "Ada apa ?" Tanyanya dengan nada yang cukup sengit. Asap yang sudah mulai mengepul bahkan kini tiba-tiba masuk kedalam matanya membuat Charles semakin kesal dan menatap Indira dengan tidak sabaran. "Ini segini cukup atau tidak rantingnya ?" Ulangnya lagi kembali bertanya hal yang sama "Dari tadi di tanya juga malah diem aja." Keluhnya lagi kini mulai bersidekap d**a sambil menatap sekitar yang kini mulai terlihat gelap karena malam yang sudah semakin larut. Charles mengikuti arah pandangan Indira baru setelahnya menganggukkan kepalanya. "Boleh. Tapi jangan terlalu jauh ! Hari sudah semakin malam, Kita belum tahu," "Kalau di sini ada hewan buas atau binatang mengerikan yang bisa mengancam nyawa. Ya. ya ! Aku sudah tahu kau akan mengatakan apa. Ayo Cloe kita sebaiknya cepat ! Sebelum singa ini kembali pada wujudnya semula dan akan menerkam kita seperti mangsa." Gerutu Indira memotong cepat ucapan Charles. Cloe yang berada di sampingnya hanya tersenyum kecil kemudian mengikuti langkahnya di belakang sana. Sepanjang jalan perempuan itu terus saja menggerutu. Mengeluhkan nama Charles yang terlalu over protektif pada dirinya. Indira bahkan sampai tidak mengerti mengapa Charles bisa se protektif itu padanya. Dia bahkan tidak di percaya untuk mengumpulkan makanan karena anggapan Charles yang menilai dirinya terlampau jorok. Meskipun hal itu memang Indira benarkan, namun apa salahnya jika dia ikut mencari makan ? Cloe pun melihat Indira yang terus mengomel sambil menggelengkan kepalanya pelan. Dia menyentuh bahunya. Untuk memberikan pengertian jika tuannya tidaklah seburuk apa yang Indira pikirkan. "Tuan seperti itu karena dia khawatir dengan kondisimu Indira. Kau tidak tahu saja betapa dia sangat menjagamu selama kau dalam keadaan koma kemarin." "Saat kami memutuskan ingin pergi, Hanya tuan satu-satunya orang yang tetap mempertahankan mu dan percaya jika kau akan sadar dan kembali pada dunia ini." "Saya pun sempat bertanya pada beliau." "Karena merupakan hal yang tidak wajar melihat tuan yang seperti itu. Kau tahu Indira ? Tuan sebelum ini merupakan sosok yang sangat dingin dan tidak berperasaan. Dia terkenal dengan sikap bengisnya selama ini. Melawan musuh tanpa ampun. Saat tuan sudah berurusan dengan pekerjaannya dia bahkan tidak akan memikirkan dirinya sendiri apalagi orang lain." Tuturnya menatap Indira yang saat ini berhenti untuk memungut ranting. Indira mulai tertarik dengan cerita Cloe. Masa iya Charles yang terkenal cerewet merupakan sosok yang seperti itu ? Meskipun memang sewaktu-waktu Indira dapat merasakan ketegasan dan kejudesan dari pria tersebut, Namun melihat sifat usil Charles pada dirinya yang melebihi orang normal, kadang Indira pun jadi meragukan sendiri pandangannya. "Masa ? Ya mungkin itu hanya berlaku saat dia bekerja. Saat dia sedang bersama orang lain apalagi wanita, mungkin saja Charles akan berubah seperti pada umumnya seperti ini." Jawabnya menolak tegas pemikiran tentang apa yang di katakan Cloe. Cloe yang tahu betul bagaimana karakter dari tuannya, tentu hanya bisa tersenyum saat mendengar ketidakpercayaan Indira dengan ucapannya. "Saya adalah satu-satunya orang terdekat dengan tuan. Jadi saya tahu betul apa saja perubahan yang terjadi pada dia." Tuturnya seolah ingin menggantungkan ucapannya agar membuat Indira penasaran dan semakin bertanya lebih jauh mengenai tuannya. Namun sayangnya gadis setengah waras itu hanya menggedikkan bahu tidak peduli. Indira memilih mengumpulkan kembali ranting di depannya sampai ranting tersebut terlihat menggunung menutupi wajahnya. "Astaga." Rapal Cloe seolah-olah takjub dengan sikap ajaib dari Indira. Dia hanya tersenyum simpul kemudian melongok kan sedikit wajahnya agar bisa melihat wajah Indira yang ada di balik ranting-ranting di tangannya. "Apa yang kau lakukan Indira ? Kita tidak memerlukan ranting sebanyak itu untuk membuat api unggun." "Kita hanya akan bermalam di sana sampai besok pagi, Kau tidak perlu membawa ranting sebanyak itu untuk di jadikan api." Pasrah nya, Hanya bisa menggelengkan kepalanya lemah melihat sifat ajaib Indira. Indira yang merasa usahanya tidak di hargai hanya mengerutkan keningnya bingung. Dia merasa jika apa yang di lakukan nya tidaklah salah. "Ya daripada kurang bahan bakar iya kan ? ini sudah malam Cloe, Kalau sampai di tengah malam kita kehabisan ranting untuk bahan api unggun memangnya kau mau berjalan kemari dan memungut ranting ini ?" Tanyanya yang sepenuhnya di balas gelengan oleh Cloe. Dengan sangat berat hati akhirnya Cloe pun menuruti kemauan Indira dan membawa banyak ranting juga seperti perintahnya. *** "CHARLES" Sampai di sana perempuan itu langsung berteriak. Siapa lagi yang akan dia panggil jika bukan lawannya yang sangat tangguh yaitu Charles. Charles pun menolehkan wajahnya dan menatap terkejut wajah Indira. "Astaga, gadis ini." Keluhnya sudah dapat menduga jika Indira di biarkan sendiri maka hasilnya akan seperti ini. Charles menurunkan ranting yang ada di tangan Indira. Wajahnya masih terlihat melongo, berbeda dengan wajah gadis di depannya yang terlihat bangga dengan apa yang telah di perbuat olehnya. "Cloe, kau kan waras. Mengapa kau juga malah sama kalap nya seperti dia ? Ranting sebanyak ini mau kita buat jadi apa ? kita hanya akan bermalam sampai besok pagi." Ucapnya menggelengkan kepalanya lemah sambil duduk kembali dan menyusun ranting di dekat api. Indira yang kembali mendengar celotehan orang di depannya tentu saja tidak akan kaget dan dengan cuek nya melengos kan wajahnya ke arah Sari. Dia melihat Sari yang saat ini tengah menyusun alas tidur miliknya dan juga milik Indira. "Lain kali jangan begitu bocah ! Aku perhatikan semakin kesini kau semakin tidak normal Indira." Kekeh nya yang memang di benarkan oleh Indira. Sebenarnya Indira memang tidak pernah berubah. Inilah jati dirinya yang sebenarnya. Indira selama ini hanya menutupi sifat bar-barnya dengan senyuman dan kepolosan wajahnya. Jauh dari dalam itu, dia sebenarnya adalah gadis yang sangat energik dan sudah di luar dari kata waras. Gadis itu pun hanya menyunggingkan senyumnya menjawab pernyataan Sari. Sambil kedua tangannya mulai membuka satu persatu kancing kemeja di bajunya. Indira yang tiba-tiba merasa gerah sekaligus gatal akibat serpihan ranting yang masuk melalui sela-sela bajunya hanya menyisakan teng-top putih dan juga celana panjang seperti Charles. "Sari aku ingin mandi. Badanku rasanya gatal semua gara-gara serpihan ranting tadi." "Kau mau ikut mandi juga atau tidak ?" Tanya-nya yang kini mulai menggaruk-garukan tangannya di sela-sela kulitnya dan juga lipatan ketiaknya. Sari yang memang tidak berniat mandi karena suhu hutan di malam hari sangatlah dingin, ingin sekali menggelengkan kepalanya namun dia juga tidak tega melihat raut polos Indira yang mengharapkan belas kasihan darinya. "Oh. Mau aku antar ?" Tanya-nya malah bertanya hal lainnya. "Tapi aku tidak akan mandi ya Indira. Badanku akan menggigil jika aku ikut mandi. Aku antar saja sampai sana ya ?! Kau bisa mandi sendiri nanti biar aku yang akan mengawasi mu dari atas." Tawarnya menunjuk ke arah aliran sungai yang sedikit tidak terlalu jauh namun juga tidak terlalu dekat dengan arahnya saat ini. Indira pun melihat kemana arah jari telunjuk sari dan menganggukkan kepalanya setuju mengingat seluruh badannya memang sudah terasa gatal dan mulai menimbulkan bintik-bintik merah akibat biang keringatnya saat ini. "Iya deh boleh. Tunggu sebentar ! biar aku ambil baju gantinya dulu." Tuturnya di balas anggukan kepala oleh sari. Mereka berdua kemudian beranjak menuju sungai yang ada di seberangnya. Indira bahkan langsung menceburkan dirinya saking tidak kuatnya dia dengan rasa gatal di tubuhnya. "Jangan lama-lama Indira ! Aku tunggu di atas." Teriak Sari yang sepertinya tidak di pedulikan lagi oleh lawan bicaranya. Indira yang tengah asik berendam bahkan memasukan seluruh kepalanya kedalam air. Sari pun yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak heran dengan kelakuan Indira. Dia naik ke dataran yang lebih tinggi. Hawa dingin di sungai ternyata lebih parah dari pada hawa dingin yang ada di atas. Bertepatan dengan kepergian Sari, ternyata sejak tadi Bima sudah menguntit mereka dan saat ini mulai memasukan tubuhnya juga keatas air mendekati Indira. Dia merangkul pinggang Indira dan membekap erat mulutnya agar tidak menimbulkan banyak suara. Di tambah kondisi malam yang sangat pekat, tidak akan ada yang melihat kebersamaan mereka terlebih sari sudah naik keatas sana dan kondisi danau yang sudah terlihat semakin gelap maka akan semakin mudah untuk Bima dapat melancarkan aksinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN