Indira siuman

1072 Kata
Malam harinya, Mereka makan malam dengan hasil tangkapan mereka masing-masing. Resti dan Bima yang siang tadi membawa banyak buah-buahan segar di tangannya. Dia bagikan buah-buahan tersebut pada penghuni lainnya juga. Tidak ada satupun diantara mereka yang mengeluh. Kelima nya sadar betul jika mereka semua sama-sama menggantungkan hidupnya satu sama lain. Tidak boleh ada satu orangpun yang bersikap egois. Karena jika ada sedikit saja diantara mereka yang mementingkan ego nya ? maka sudah dapat dipastikan jika saat itu juga hidup mereka akan di pertaruhkan di sana. Mereka harus mau bergotong royong satu sama lain. Saling membantu dan saling terbuka. Karena hanya itulah satu-satunya jalan keluar agar mereka dapat bertahan hidup sampai mereka menemukan jalan pulang. Malam ini pun mereka semua kembali membahas rencana mereka selanjutnya. Awalnya pembicaraan tersebut diawali oleh Cloe. Asisten Charles tersebut tiba-tiba saja mengajukan sebuah pernyataan. Dia yang awalnya hanya bertanya mengenai asal muasal buah-buahan yang di dapatkan oleh Bima dan istrinya tiba-tiba saja mendapatkan ide untuk menyusuri hutan tersebut daripada berdiam diri di pantai ini. "Menurutku itu bukan ide yang buruk. Daripada kita semua hanya berdiam diri di sini ? Lama-kelamaan kita juga bisa mati jika terus-terusan tinggal di tempat ini. Sudah satu Minggu lebih kita terdampar di tempat ini. Tidak ada satupun dari pihak maskapai atau pihak sekitar yang menemukan keberadaan kita." "Jika aku tidak salah menafsirkan, mungkin saja letak jatuhnya pesawat kita ini tidak terdeteksi oleh satelit. Terbukti dari tidak terjamah nya pantai ini." "Yang aku takutkan hanyalah satu. Jika kita terlalu lama di sini. Takut nya bau busuk dari para mayat akan mengundang para serigala atau hewan buas lainnya untuk datang. Kita juga tidak mempunyai tempat berlindung lain selain pantai kosong ini. Mau menyebrangi lautan pun tidak mungkin. Satu satunya jalan ya kita ikuti apa perkataan Cloe tadi ! tidak ada salahnya kan jika kita menelusuri hutan itu ? Siapa yang tau di balik hutan itu terdapat rumah penduduk ? itu akan lebih baik daripada kita berdiam diri di sini ? setidaknya akan ada orang lain selain kita yang dapat kita mintai tolong untuk membantu kita menemukan arah jalan pulang." Bima yang sejak tadi hanya diam menyaksikan apa yang di katakan Cloe. Perlahan-perlahan mengatakan isi pikirannya dengan panjang. Cloe pun melirikkan matanya ke arah sang Tuan. Dia meminta pendapat Charles yang sejak tadi hanya diam. Charles hanya terlihat sesekali menatap kearahnya kemudian memfokuskan kembali pandangannya ke wajah Indira. Cloe pun mendekati tuannya yang sejak tadi seperti tidak mendengarkan usulannya. Dengan menyentuh pelan bahunya. Sang tuan yang kebetulan memang tengah melamun langsung melonjakkan tubuhnya kaget begitu Cloe mengusap bahunya. "Maafkan saya tuan. Apakah anda mendengarkan apa yang saya katakan tadi ?" Tutur Cloe saat melihat Charles terkejut dengan sapaannya. Cloe mencoba menggali informasi dari apa yang sedang pikirkan oleh tuannya itu. "Apa yang sedang anda pikirkan Tuan ? Apakah anda mempunyai keluhan ?" Wajahnya bahkan sekarang sudah berubah menjadi cemas. Cloe memperhatikan wajahnya intens kemudian menyentuh dahinya secara bergantian. "Apakah anda sakit ?" Tanya-nya lagi. Namun Charles hanya diam saja. Dia menatap ke arah Indira sebelum memusatkan pandangannya pada Cloe. "Aku baik-baik saja Cloe." Jawabnya mencoba mendorong pelan wajah Cloe yang berjarak terlalu dekat dengan wajahnya. "Entahlah aku hanya sedang memikirkan hal yang lain. Aku mendengar semua yang kalian perdebatkan tadi. Namun melihat kondisi Indira yang belum sadar sampai detik ini, Aku ragu jika aku harus meninggalkan dia sendiri." Sontak semua orang pun langsung terkejut mendengarkan Penuturan Charles termasuk Cloe. Mereka lekas memandang kearah Indira yang ada di pangkuan Charles. Gadis itu bahkan masih tetap saja terpejam erat meskipun tangannya dapat sesekali Charles rasakan bergerak. "Aku tidak bisa meninggalkan gadis ini sendiri. Bagaimanapun akulah yang menemukan dia pertama kali." Kembali, Charles melanjutkan perkataannya tadi. Semua orangpun terlihat menarik napas lemah melihat Charles mengambil keputusan seperti itu. "Tapi jika kita terus di sini ? Lama kelamaan kita juga bisa mati nanti. Menghirup udara laut di alam terbuka seperti ini, Aku juga tidak yakin jika kita dapat bertahan baik-baik saja nanti." Kini giliran Sari yang mengatakan argumennya pada semua orang. Semua orang kembali terlihat mengangguk. Kecuali Charles. Pria itu masih tetap saja diam. Charles hanya memperhatikan wajah Indira yang kadang kala terlihat meringis ketika dia memeluknya saat tidur. Cloe pun mengerti kemana arah pandangan tuannya tersebut. Dia mencoba menghentikan obrolan mereka. Dan meminta semua orang untuk tidur. Dan beruntungnya mereka yang mau mengerti kemana arah pembicaraan Cloe. Mereka semua perlahan-lahan silih bergantian pergi. Semua orang mencari posisinya masing untuk mereka tidur. Kecuali Charles dan Indira. Kedua orang itu masih saja betah untuk berdiam diri di depan api unggun. Charles bahkan tidak sedikitpun bergerak dari tempatnya. Hanya memandang hamparan bintang di atas langit yang cerah. Matanya terus meneliti setiap hamparan bintang tersebut, seperti sedang mencari sesuatu yang tersembunyi di atas sana. Saking asik nya dia sampai dia tidak menyadari gerakan mata Indira yang saat ini sudah sepenuhnya terbuka. Indira membuka pejaman matanya setelah sekian lama. Hal pertama yang perempuan itu lihat adalah sosok pria tampan dengan rahang tegas dan mata tajamnya. Tangannya pun tanpa terasa menyentuh halus bongkahan sempurna tersebut. Matanya yang masih belum melihat dengan jelas. diatasnya dia hanya melihat langit cerah dengan hamparan bintang yang sangat banyak dan juga rahang tegas dengan sedikit bulu-bulu halus di permukaan wajahnya. Charles pun belum mengetahui gerakan tangan di pangkuannya. Pria tersebut sedang asik dengan lamunannya. Dia sendiri bahkan tidak menyadari gerakan tangan Indira yang sudah mulai menelusuri lembut pipinya. "Ttuan Bima, Apakah itu anda ?" Baru setelah Indira menggumamkan kata pertamanya. Pandangan Charles bertemu dengan pandangan Indira. Iris mata Hazel milik Charles bertemu dengan iris mata Cokelat milik Indira. Mereka berdua terus bertatapan selama beberapa menit lamanya. Charles yang seakan-akan ingin menyelami warna damai di mata perempuan di bawahnya. Begitupun dengan Indira yang terus saja terpesona dengan iris cantik pria bule di depannya. Indira seperti pernah melihat mata ini secara sekilas. Namun setelah dia mencoba menoleh kearah sekelilingnya dia baru sadar jika dia sedang tidak berada pada tempatnya. "Auw." Teriak Indira ketika dia mencoba bangun dan ingin duduk di pangkuan pemangku nya. Kepalanya tiba-tiba saja terasa berdenyut. Indira membutuhkan air untuk menyeimbangkan kesadaran dan juga dahaga di tenggorokannya. "A-air. Aku ingin air." Lirih Indira masih dengan suara parau nya. Charles yang mendengar suara lirihan Indira di bawah pelukannya langsung mengambilkan air kelapa dan meminumkannya dengan segera. "Minumlah ! Aku memang sengaja menyimpan ini untukmu. Pelan-pelan saja ! Mari aku bantu." Tutur Charles sambil membantu Indira minum di atas pangkuannya. Indira tanpa sedikitpun menjawab pertanyaannya langsung meminum habis air kelapa ditangan Charles. "Pelan-pelan, aku bilang pelan-pelan Indira ! Kau baru saja siuman, Jika kau sampai tersed," "Uhuk, uhuk." Belum selesai Charles menyelesaikan ucapannya perempuan tersebut sudah lebih dulu tersedak dan memuntahkan kembali air kepala dari dalam hidungnya. "Aku bilang juga apa ? Kau ini memang keras kepala." Gerutu Charles sambil menepuk-nepuk pelan punggung Indira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN