Sebuah desa di balik bukit

1132 Kata
Akhirnya setelah memikirkan selama beberapa lama, Mereka pun memutuskan untuk mengatakannya pada Resti. Di temani oleh Charles yang sepenuhnya mengapit Indira dan juga lawan bicara di depannya. Pria tersebut bahkan sampai berjanji bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi lagi dan meminta Resti untuk menjaga perilaku suaminya saat mereka semua berada di sana. Dan benar saja. Setelah semua ganjalan di hati masing-masingnya terkuak. Lambat laun jalan keluar pun mulai terlihat di depan mata. Terhitung Sepuluh hari setelah kejadian tersebut, mereka tiba di sebuah perkampungan yang penduduknya bisa Charles pastikan hanya berjumlah puluhan orang saja. Charles bersama rombongannya tiba di sebuah desa yang sangat cantik dan sangat bersih dengan pemandangan pegunungan yang luar biasa. Suasana di sana seperti baknya di negeri dongeng. Tidak ada kendaraan, tidak ada peralatan canggih selain beberapa kayu dan juga besi yang mereka sulap menjadi perabotan di rumah dan juga di kegiatan mereka sehari-harinya. Kehadiran mereka bahkan langsung di sambut oleh pemangku adat dan juga kepala desa setempat. Dengan bahasa yang sepenuhnya mereka tidak tahu. Kepala desa tersebut terlihat melotot dan menanyakan kedatangan Charles dan juga rekan-rekannya apakah benar berasal dari arah gunung sana atau tidak ?. Charles pun terlihat bingung. Melihat gerak tubuh dan juga mimik muka mereka. Bisa dia pastikan jika perbincangan tersebut bukanlah hal baik, mengingat wajah dari pemangku adat bahkan kini sudah terlihat berubah dengan wajah merah dan rahang ketat menatap mereka bergantian dengan bukit yang ada di belakang mereka. "Apakah kalian benar berasal dari hutan sana ? Siapa sebenarnya kalian dan apa maksud serta tujuan kalian datang ke kampung ini ? Tahukah kalian jika kehadiran kalian mungkin saja akan menjadi kutukan untuk desa kami." Seorang pemangku adat mengatakan sebuah kata yang sangat panjang dengan mata melotot serta bibir berbusa menunjuk-nunjuk ke arah mereka. Charles pun mengerutkan keningnya. Merasa tidak familiar dengan bahasa yang mereka gunakan sebelumnya, Dia ingat jika bahasa tersebut tidak pernah terdaftar di kamus bahasa dunia. Ini bahkan merupakan pertama kalinya dia melihat cara bicara mereka dan juga pakaian yang mereka gunakan jauh dari kata modern seperti kebanyakan orang pada umumnya. Pakaian yang mereka pakai lebih seperti pakaian yang biasa di pakai orang Romawi kuno dimana diatasnya mereka menggunakan caping ataupun kain selendang sebagai penutup kepala mereka agar terhalang dari teriknya sinar matahari. Tidak hanya Charles, Bima dan juga yang lainnya pun ikut terkejut mendengar bahasa dan juga pakaian yang mereka gunakan. Logat serta kebiasaan mereka bahkan sangat kental dimana semua orang sepertinya terlihat sangat mempercayai pemangku adat dan juga pemangku suku yang ada di desa mereka. Terlihat Bima ingin mengemukakan pendapatnya. Belum sempat bibirnya terbuka. Namun seorang perempuan malah lebih dulu menginterupsi ucapannya. "Pria itu bahkan terlihat bukan seperti orang yang baik pak tua, Mungkin saja mereka orang sial yang berasal dari atas sana. Bagaimanapun kita tidak boleh menerima mereka begitu saja. Saya khawatir kampung kita akan tercemar bahaya dan juga sial setelah kedatangan mereka." Tuturnya, di timpali oleh orang yang juga tengah berdiri di sampingnya. Orang tersebut mengangguk, dia juga mengiyakan ucapan orang di sampingnya dan berusaha menghasut pemangku adat yang ada di sana. "Mingsi benar pak tua, Mereka sebaiknya di kirim kembali ke dalam hutan sana ! Hidup kita sudah cukup tenang di sini. Bukankah leluhur pak tua sendiri yang mengatakan jika tidak boleh menerima orang yang asalnya dari hutan sana. Kita bisa terkena sial jika kita menolong mereka." "Aku tidak ingin keluargaku terkena sial. Lebih baik aku mengumpulkan orang kampung agar mereka bisa mengusir segerombol orang ini untuk pergi dari desa kita." Timpalnya di balas sorakan setuju oleh mereka semua. Semua orang terlihat memberontak sementara yang di bicarakan hanya diam bengong dan menatap mereka dengan heran. "Mereka sedang membicarakan kita ?" Bisik Bima pada rekannya Cloe. Cloe tidak menjawab dia menghampiri majikannya saat seorang pemangku adat tersebut terlihat mengayunkan tongkat dan meminta mereka diam untuk sementara. Tak, Tak, Tak. "Tolong tenang semuanya ! Aku harap kalian tenang ! biarkan aku bicara terlebih dahulu ! Bagaimanapun aku juga harus menanyakan asal usul serta maksud kunjungan mereka ke kampung kita ?" Tegasnya, langsung membuat seluruh warga desa yang tadi memberontak menjadi diam seketika. Sang pemangku adat berjalan mendekati Charles. Dia mengayunkan tongkatnya dan juga menghentakkan nya ke atas tanah sebanyak tiga kali. Tak, Tak, Tak. "Siapa kalian semua nak ? Dari mana asal kalian ? Dan apa urusan kalian dengan datang ke tempat ini ?" Tidak hanya Charles, Semua orang yang hadir di sana pun tergelak terkejut saat mendengar bahasa Inggris fasih yang di kemukakan orang di depannya. "Kau berasal dari Eropa ?" Kejutnya setengah menganga mendengar bahasa yang di ucapkan orang di depannya. "Bahasa mu terdengar berbeda dengan bahasa yang mereka gunakan, Aku yakin kau bukan salah satu dari mereka." Todong nya begitu bibir orang didepannya terlihat tersungging alih-alih menjawab pertanyaan dirinya. Charles mendekatkan tubuhnya, dia menanti jawaban yang keluar dari mulut pria tua di depannya namun sayang orang tersebut tidak langsung mengatakan segalanya dan malah membawa mereka untuk sejenak mampir di gubuknya. "Akan aku jelaskan jika kalian ingin ikut aku ke dalam rumah." Pintanya berjalan lebih dulu dan memimpin arah dengan di ikuti beberapa warga yang ikut berbaris teratur di belakang dirinya. Sang pemangku adat membuka pagar kayu begitu dia sampai di halaman rumah miliknya di ikuti beberapa orang yang masih tetap berjalan di belakang tubuhnya. "Kalian boleh duduk dan dengarkan percakapan kami nantinya !" Pintanya pada masyarakat setempat dan juga kepala Desa. Setelah semua orang mulai duduk dan mengambil tempat di masing-masing sisi yang ada di rumahnya. Kini giliran mereka yang di minta duduk dan di ijinkan menginjakan kaki di dalam rumahnya sang pemangku adat. "Kalian juga masuk dan duduklah bersama mereka semua ! Ada yang ingin aku tanyakan, dan aku jelaskan mengenai asal usul ku dan beberapa rahasia tentang desa ini yang tidak mungkin akan kalian duga." Pintanya, sambil mengayunkan tongkat ke arah depan. Charles dan Cloe terlihat menoleh ke arah rekannya. Dia mengangguk sekali sebagai pertanda untuk mengikuti instruksi sang tetua kemudian mulai melangkahkan kakinya menaiki undakan yang tersebar teratur di dua titik menuju rumahnya. "Kita sebaiknya ikuti terlebih dahulu apa yang mereka minta !. Orang tua itu sepertinya bukan termasuk salah satu di antara mereka. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan, tapi aku juga bingung ingin memulainya dari mana." "Jadi aku sarankan sebaiknya kalian diam dan jangan ada satupun yang menyinggung mereka ! Biarkan aku yang terlebih dahulu bicara untuk mewakili kalian semua. Jika kalian memang ada yang ingin di sampaikan ? kalian boleh berbisik padaku ataupun pada Cloe untuk sekedar menyampaikan aspirasi kalian nantinya ! Aku akan memikirkan pertanyaan kalian dan akan dengan pelan-pelan menanyakannya pada mereka." Tutur Charles memberikan perintah sebelum mereka benar-benar memasuki ke dalam rumah milik pak tua sang pemangku adat. Ke limanya terlihat mengangguk. Mereka menyetujui saran Charles dan mulai masuk teratur ke dalam rumah dimana semua orang sudah menunggu dan memasang wajah dan tampang siaga memandang kedatangan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN