Tanda-tanda kehidupan

1051 Kata
Berjalan gontai, Orang yang tadi berbicara dengan perwakilan bandara sekitar tempat kecelakaan, memasuki ruangan bos nya sambil menyilang kan tangan pertanda ia sedang dilanda risau. Orang tersebut bahkan tidak mengetuk pintu ruangan bos nya terlebih dahulu. Dia langsung berjalan menghampiri sang majikan sambil menundukkan badan. "Ada apa ?" Tanya sang majikan, begitu melihat orang kepercayaannya masuk dan terlihat sedikit risau. "Jika memang tidak ada yang penting ? Silahkan angkat kaki dari ruangan ini ! masih banyak yang harus aku urusi setelah ini." Lanjutnya lagi sambil menatap tajam sang orang kepercayaan. Orang tersebut semakin menundukkan badan sembari menghela napas dalam. "Maaf bos." Tuturnya sebelum melanjutkan ucapan. "Ada yang ingin saya sampaikan." Lanjutnya lagi. "Ini mengenai bandara yang bekerja sama dengan kita sejak lima tahun terakhir." Ucapannya yang sepotong-sepotong membuat sang direktur PT. Angin kencang geram. "Jika ingin berbicara denganku jangan sepotong-sepotong ! Langsung saja pada intinya ! Aku benar-benar tidak mempunyai waktu untuk meladeni semua gumaman yang keluar dari mulut mu itu sialan." Umpatnya bahkan sudah tidak tahan lagi dan segera mengeluarkan u*****n kasarnya. "Katakan !" Lanjutnya lagi yang di balas helaan. "Begini tuan. Pihak bandara yang berada di sekitar pulau roquest mengatakan jika kita secepatnya harus angkat kaki dari bandar udara milik mereka. Mereka tidak ingin lagi menerima maskapai tidak layak seperti kita. Mereka sudah mengetahui mengenai ketidaklayakan dari mesin pesawat kita. Mereka bahkan mencurigai jika kecelakaan tersebut di sebabkan akibat kelalaian dari kita dan mereka tidak ingin lagi terlibat untuk kedepannya." Tutur Orang tersebut mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak ingin lagi menutupi apapun yang sejak tadi terjadi termasuk wawancara ekslusif yang di lakukan pihak bandara dan obrolan pribadinya dengan perwakilan dari mereka. "Apa kau bilang ?" Teriaknya sambil berkata lantang. "Sialan." Umpatnya bangkit berdiri sambil mengendurkan dasi. "Mereka pikir mereka siapa ? Kita bahkan sudah membayar uang muka selama lima tahun penuh pada mereka. Jika mereka ingin mengusir kita setidaknya kembalikan dulu uangnya !" "Mereka bilang mereka juga akan mengembalikan uangnya tuan." Orang tersebut cepat-cepat memotong ucapan tuannya. Dia tidak ingin tuannya semakin emosi dan semakin memperburuk suasana. "Brengsek." Umpatnya lagi tidak bisa mengatakan apa-apa. "Telepon mereka sekarang dan katakan ! Aku ingin bertemu pimpinan mereka saat jam makan siang selesai !" Perintahnya yang segera di angguki dengan anggukkan paham. Orang tersebut langsung meminta ijin untuk segera pergi. Sang direktur mengibaskan tangan dan mempersilahkannya untuk pergi. "Sialan." Umpatnya lagi yang masih dapat di dengar jelas oleh sang pegawai kepercayaan. Orang tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, kemudian keluar. *** Sementara di sebuah tempat yang sedang terlihat bimbang dengan fakta hilangnya pesawat secara misterius dan tiba-tiba. Di tempat lain justru terjadi hal yang sebaliknya. Sebuah tempat yang mereka semua tidak yakini berada di bagian belahan dunia mana ? Sebuah tangan tiba-tiba saja terlihat merangkak sedang mencari pegangan atau mungkin lebih tepatnya jalan keluar diantara puing-puing pesawat yang sudah hancur sebagian. Tangan laki-laki tersebut terlihat menggapai sandaran. Dia meraih apa saja yang bisa menguatkan pegangan. Bima, Orang yang pertama kali sadar dan berusaha sekuat tenaga keluar dari puing-puing pesawat yang sudah satu Minggu lebih terdampar mencoba mencari keberuntungannya dan bergerak keluar sambil meringis kesakitan. "Aaaaahhhh." Teriaknya terus meronta sambil terus mencari pegangan. "To-tolong !" Dia merayap dan terus saja merayap sampai tubuhnya benar-benar menyentuh tanah dan keluar dari dalam kabin pesawat. Napasnya terengah, bibirnya pucat sepucat kapas. Napasnya memburu dan pandangannya terlihat tidak beraturan. Darah segar bahkan tampak sudah mengering tidak lagi membasahi pelipisnya yang sepertinya terkena goresan yang cukup dalam. "Auwh." Lirihnya lagi baru sadar dengan luka di seluruh tubuhnya. Bima meraba perih dahi yang terluka tersebut sambil meremas pelan paha nyerinya. "Sakit sekali, Apa yang sebenarnya terjadi padaku ? Mengapa seluruh tubuhku seperti remuk tidak berbentuk ?" Tanya-nya sambil menyandarkan dirinya di balik dinding kapal. Matanya perlahan-lahan mulai meneliti. Bima mulai mengedarkan pandangannya mencoba meneliti lebih jauh pemandangan asing yang ada di sekelilingnya. "Astaga." Gumamnya baru saja sadar dengan lokasi asing yang sama sekali tidak dikenali olehnya. "Sedang ada dimana aku sebenarnya ?" Monolognya lagi masih belum sadar sepenuhnya. Bima terus mengedarkan pandangan. Menatap sekitar pantai dan juga bangkai pesawat secara bergantian. "Pesawat, pantai. Pesawat, pantai." Gumam nya secara terus-terusan. Matanya mendadak berkunang-kunang, Bima kembali merasakan pusing saat ingatannya kembali berterbangan. "Aaaarggghhh." Teriaknya tidak tertahankan. "Sakiittt." Teriak Bima lagi kini setengah menjerit merasakan kepalanya terus saja berdenyut dengan hebat dan tidak tertahankan. Bima terus saja memegang kepalanya dengan kedua tangan, Dia menyandarkan punggungnya secara sempurna dan sedetik kemudian kembali pingsan. Orang pertama yang sadar tersebut kembali pingsan dan tidak sadarkan diri. Meninggalkan orang-orang lainnya yang perlahan mulai menunjukan tanda-tanda kehidupan. Charles yang merupakan salah satu penumpang lain yang juga ikut tersadar dan mulai meraba-raba keluar seperti yang tadi Bima lakukan. Hal pertama yang Charles lakukan adalah sama. mencari pegangan. Seperti yang Bima lakukan. Karena memang tempat tersebut sudah rusak secara total. Banyak puing-puing pesawat yang menghalangi jalan dan menindih tubuhnya secara menyakitkan. "Argghhhh ... Sakit sekali." Berbeda dengan Bima. Charles begitu membuka matanya langsung tersadar dan mengenali semua keadaan yang saat ini tengah terjadi padanya. "Aku masih hidup." Gumamnya sembari berjalan tertatih mencari jalan keluar. Langkahnya melewati kursi tempat duduk Indira yang sudah terlihat ringsek menindih pemakainya. Charles melirik sekilas kearahnya. Darah segar sepertinya masih terlihat menetes di dahi gadis tersebut dengan wajah pucat pasi seperti dirinya. "Gadis ini, ?" Gumamnya merasa familiar dengan wajah gadis yang saat ini tengah meringis dengan bibir bergetar nya. Charles ingin meninggalkan Indira namun entah kenapa hati kecilnya malah terlihat tidak tega dan menyuruhnya untuk segera mendekati dirinya. "Ada apa ?" Tanya Charles tidak bisa lagi menahan dorongan di dalam dirinya untuk mendekati Indira. Dia bahkan sudah terlihat membungkuk sambil bertanya mengusap halus kening berdarahnya. "Apa kau masih hidup ?" Tanya-nya lagi yang tentu saja tidak akan pernah di balas Indira karena perempuan tersebut masih belum sadar. "Hei." Panggilnya lagi, Namun Indira tidak mengatakan apa-apa. Charles pun menatap bibir Indira yang terlihat bergetar di sertai suhu tubuhnya yang terasa panas. "Kau demam." Gumamnya lagi sambil menyingkirkan kursi lain yang menghimpit kaki Indira di depannya. "Astaga." Gumam Charles saat melihat kaki Indira yang sudah membiru akibat tertimpa benda. Charles tanpa ingin membuang banyak waktu lagi langsung menggendong Indira keluar dengan kaki tergopohnya. "Bangunlah, Siapapun namamu hei ! Jangan buat aku khawatir." Tuturnya seraya membawa gadis tersebut ke dalam pelukannya. Indira sedikitpun tidak bersuara, Hanya bibirnya saja yang terlihat semakin pucat dan suhu tubuhnya yang terus meningkat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN