8. Kekonyolan David

2541 Kata
Luci terus berperang dengan batinnya sendiri. Luci merasa ada kejanggalan pada diri David, mengingat perubahan dan sikapnya yang jauh dari apa yang dia tau selama ini. Luci merogoh isi tasnya mengambil benda pipih berbetuk persegi panjang, menyalakannya dan mencari aplikasi berlogo kamera "i********:" lalu menulis beberapa kalimat dengan sedikit kesal. "Dasar bocah tidak tau aturan, emangnya siapa dia ,seenaknya saja buat keputusan sendiri" dan di sertai emoji kesel dan marah di akhir kalimat. Beberapa publik pun mulai berkomentar. P: butuh bantuan untuk menenggelamkannya cantik. P: jitak saja kepalanya sampe botak. P: cemplungin ke tong sampah lalu bejek bejek Masih banyak komentar pedes lainya yang ikut di statusnya. Menyadari ponselnya berkedut kedut menandakan notifikasi atau pemberitahuan, seketika David merogoh saku celananya. Membuka dan tersenyum semu melihat status baru Luci, yang pastinya sedang menyindir dirinya. Melihat beberapa komentar pedas membuat bulu kuduk David sedikit geli. Ya sebelumnya David sudah mem-follow akun milik Luci. Sekelebat rencana tersusun rapi di otaknya. Menyadari tingkah dan ekspresi David yang jauh dari kata normal, Maxi, Coco, Canon dan Hans hanya saling sikut menyikut dengan siku mereka sambil mencibirkan bibir menunjuk kearah David. Memilih mengabaikan komentar komentar pedas itu , David kembali memasukkan ponselnya ke saku celana dan berjalan santai keluar kelas. David terus saja berjalan menelusuri koridor sekolah sambil bersiul siul, Mengabaikan teriakan dan pujaan para gadis di sekitarnya yang terang terangan tertuju padanya. Sampai di depan ruang guru David sepintas melirik ke arah dalam ruang itu, kosong, namun tetap melanjutkan langkahnya. David masuk ke kantin kelas sebelas, membuka lemari pendingin dan mengambil sebotol minuman kemasan yang tersaji di lemari itu kemudian membuka dan mulai meminumnya hingga menyisakan setengahnya. Tatapan para murid di sana juga tak kalah heran, tapi David memilih tidak menghiraukannya dan kembali berjalan di sepanjang koridor sambil menenteng satu botol minumannya, tapi kini arahnya berbalik. Sebenarnya tadi David hanya ingin melihat ekspresi ibu Luci yang kesal atas keputusan sepihak nya, ingin melihat secara langsung senyum masam yang mungkin belum pernah terlihat selama ini, dia pasti akan terlihat sangat lucu atau mungkin sangat menakutkan. Tapi melewati ruang guru sampai dua kali ternyata guru itu tidak terlihat sama sekali. David berjalan sesekali menoleh kebelakang dan berharap bertemu dengan orang yang sedang ingin dia lihat dengan wajah keselnya ,,,,,,,, bruuuk tubuhnya membentur tubuh seseorang yang diyakini lebih rendah dari tinggi badannya. Tangan kokohnya spontan menarik pinggang orang itu, aroma yang tidak begitu asing dan sangat ia suka, aroma coklat dan mint seperti cake yang baru keluar dari pemanggangnya. Kedua netra itu beradu netra keabuan yang indah dan netra kecoklatan dengan bulu mata yang lentik bergoyang seiring kedipan kedipan ringan. "Kamu" Luci melepas dengan cepat tangan kokoh David yang masih melingkari pinggangnya. "Eh ibu, maaf tadi gak liat" ucap David kalem. David salah tingkah sehingga reflek tangan kanannya menggaruk jidatnya yang tidak sama sekali gatel. Sementara Luci memilih mengabaikan David dan melanjutkan langkahnya ke ruang guru. Ya sebelumnya Luci di kamar mandi guru tapi karena kamar mandi itu sedang di perbaiki jadi Luci memilih ke kamar mandi khusus murid wanita. Namun belum selangkah Luci melewati tubuh David, Luci kembali terjatuh karena air yang tertumpah dari minuman kemasan yang David bawah. Dan "aauuh" teriak Luci dan David secara bersamaan, reflek David kembali merangkul tubuh Luci dan akhirnya keduanya terjatuh dengan David yang memangku ibu Luci. "Ibu tidak apa apa? Apa kaki ibu tidak keseleo lagi? Biar aku bantu." imbuh David dengan sigap. "Tidak. Ibu tidak apa-apa." Luci bangkit dari pangkuan David dan mengulurkan tangan kanannya pada David berniat menarik tubuh David. Tentu saja David tidak menolaknya David malah tersenyum sumringah sambil menggenggam tangan Luci yang tadi terulur untuknya. "Terima kasih," ucap David "Heem" Luci hanya menjawab dengan berdeham. Luci melihat tangannya yang masih di genggaman David. Luci tidak habis pikir dengan bocah yang terkenal dingin dan cuek yang kini sedang menatapnya bingung. David melihat arah pandang Luci, David dengan segera melepaskan tangannya dari tangan gurunya."Eeh maaf ,, maaf," ucap David, dengan mengerjapkan kedua matanya cepat sambil menunjukan senyum garing pada Luci dengan menyatukan kedua jemari kiri dan kanannya dan menggelengkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan persis seperti bocah SD yang salah tingkah. Luci memutar bola matanya asal, di ikuti tubuhnya yang berbalik menjauh dari David. "Entar sore aku jadi dateng kerumah ibu lho. Ibu jangan kemana mana ya." Luci tak menjawab hanya mengibaskan tangan pertanda "terserah kamu." ********* Sorenya. Jam sudah menunjukkan angka 4:30pm. Sekolah sudah bubar dua jam lalu. David sedang berada dirumahnya bersiap siap hendak berangkat kerumah Luci, guru yang akan menjadi mentor belajarnya. Eh lebih tepatnya guru yang dia paksa untuk menjadi mentor belajarnya. David dengan setelan kaos putih yang sedikit ketat sehingga mencetak tubuh tegap atletisnya. Meski David baru berumur delapan belas tahun David memang sudah memiliki postur tubuh tegap dan ideal, karena sejak duduk di bangku kelas delapan David sudah mulai rajin mengikuti kelas olahraga untuk membentuk tubuhnya. Kaos putih yang sedikit ketat, celana jeans pendek selutut, dan kemeja kotak-kotak yang ia biarkan terbuka dari anak kancingnya, kets hitam yang biasa untuk bersantai di tambah kaca mata hitam sebagai pelengkap penampilannya membuat David terlihat jauh dari kesan anak sekolah. Tidak lupa menyemprotkan parfum mahalnya agar menambah kesan wow pada sosok itu. David menenteng tas punggung di sebelah bahunya, keluar kamar sambil bersenandung ringan menuruni anak tangga. "David" panggil Antonio pada putra semata wayangnya itu. David yang baru sampai anak tangga terakhir menoleh ke arah suara, "ya kenapa pa?" "Kamu mau kemana?" Tanya Antonia pada putranya "Mau belajar pa?" Jawab David santai. Antonio hanya memandang David dari ujung kaki sampe ujung rambut dengan dahi berkerut dan ekspresi wajah heran. "Belajar? Tumben." Sambung Antonio ayahnya David. "Ya pa. David kan sekarang kelas dua belas jadi kali ini David gak mau dapet nilai pas Pasan lagi." Jelas David. "Wih anak papa keren. Belajar sama Hans , Coco dan,," "Tidak pa." Belum selesai Antonio dengan pertanyaannya David sudah memotongnya dengan kata tidak. "Terus" "David memilih belajar dengan mentor papa." ucap David "Mentor?" Antonio Membeo, bingung. "Ya papa." "Kenapa kamu gak minta les private? Papa bisa cariin guru terbaik untuk membantumu sayang." "Gak pa. David sudah menemukan guru sekaligus mentor terbaik untuk David." Antonio masih dengan ketidak mengertiannya. "Siapa?" Tanya Antonio. "Udah ah, David udah telat." David berlalu meninggalkan ayahnya dengan ketidak tahuannya. Memasuki mobil dan melaju menjauh dari pandangan Antonio. Menyusuri jalanan yang ramai dengan kecepatan sedang, di temani alunan musik yang berputar dari audio yang sengaja dia nyalakan sebelumnya. Sesekali David mengikuti lirik lagu yang menjadi lagu favoritnya itu. Bukan pilihan hatimu "ungu" Ya dua tahun terakhir lagu itu sangat David suka. Bahkan David memutar lagu itu hampir setia dia berada di dalam mobilnya. Empat puluh menit perjalanan David akhirnya sampai di depan pintu gerbang rumah yang cukup besar dengan pintu gerbang yang terbuat dari kayu jati berliskan besi di seluruh sisinya membuat rumah itu tampak tertutup rapat. David turun dari mobilnya menekan tombol bel yang tersedia di sebelah sisi tembok samping gerbang. Semenit kemudian gerbang terbuka menampakkan wajah sang penjaga rumah. "Ada yang bisa di bantu" tanya pak Ali ramah sambil memperhatikan pemuda tampan di hadapannya dari bawah sampai ke atas. "Ibu Luci ada? Saya sudah ada janji sama beliau." Ucap David tak kalah ramahnya "Ooh ada den." Pak Ali membuka gerbang sedikit lebih lebar dari sebelumnya agar mobil sang tamu bisa masuk. David masuk dan memarkirkan mobilnya tepat di depan teras rumah itu. Kemudian turun sambil menenteng tas punggungnya, menanggalkan kaca mata hitamnya kumudian berjalan menuju teras depan rumah dengan dua pintu besar di depannya. David di sapa seorang laki-laki paruh baya yang seumuran dengan ayahnya yang juga baru sampai rumah itu. "Cari siapa?" tanya laki paruh baya itu sambil tersenyum ramah. David menjabat tangan laki-laki yang dia yakini adalah ayah dari gurunya itu. "Saya ada janji dengan ibu Luci." Jawab David sopan disertai senyuman yang dia buat semanis mungkin "Ooh ayo masuk." Ucap ayahnya Luci sambil menuntun pemuda itu. Keduanya masuk rumah bersamaan. Teo mempersilahkan David duduk di sofa ruang tengah di ikuti Teo sendiri. Luci yang baru turun dari lantai atas rumahnya hanya memakai celana jeans sepaha dan baju hitam yang lengannya cuma sebesar satu jari saja hendak ke dapur, menatap tak percaya pada David yang benar-benar datang kerumahnya. "Sial bocah ini benar-benar dateng lagi," batin Luci. Sementara David tak berkedip melihat Luci dengan pakaian santainya dan kulit putih, dengan rambut coklat kekuningan nya yang dia gulung asal keatas, sedikit berantakan karena mungkin tadi Luci sedang tidur, Luci tampak seperti anak gadis umur tujuh tahun, dan sangat terlihat imut. Menyadari tatapan David Luci buru-buru kembali naik ke kamarnya, menutup pintu kamarnya dan mengambil baju kaos yang sedikit kebesaran, kemudian mengenakan nya, lalu turun kembali dengan santai masih dengan celana yang sama hanya saja sekarang sudah sedikit tertutup karna kaos yg dia kenakan cukup besar dan menutup setengah tubuhnya. Luci berjalan kearah David yang sedang duduk dengan ayahnya. "Hey " sapa Luci pada David dan David hanya membalas dengan senyum. "Kalo gitu om tinggal dulu ya. Biar kamu bisa lebih nyaman belajarnya." Ucap Teo sembari tersenyum kearah Luci lalu bergantian ke arah David. Teo berlalu meninggalkan pemuda yang mengaku murid dari putrinya beserta Luci putrinya. "Jadi apa yang ingin kamu pelajari sekarang?" ucap Luci " jangan bilang kamu lupa membawa buku pelajaran mu." Luci langsung mengintrogasi David dengan pertanyaan. "Ya gak lah" jawab David singkat dan sejurus kemudian dia langsung mengeluarkan beberapa buku dan paket belajarnya. "Oke bacalah dulu nanti tanyakan bagian mana yang tidak kau mengerti." sarkas Luci sambil memainkan ponselnya. "Mbak. Boleh gak aku minta minum dulu? Haus" ucap David dengan wajah di buat seimut mungkin "Apa,,,?" Luci kaget ketika David memanggilnya mbak. "Tadi kamu pangil aku apa?" Tanya Luci dengan sedikit nada tidak percaya. "Mbak" Jawab David singkat dan santai. "Sorry tapi aku bukan MBAK kamu." Luci menekankan kata mbak di kalimatnya. "Terus aku panggil apa? Ibu? Tante?atau mau aku panggil sayang?" Ucap David lebih tegas "Inget aku gurumu David." Geram Luci sambil bertolak pinggang. "Ya tapikan itu kalau di sekolah. Dan sekarang kita lagi tidak di sekolah." Bela David "Tapi kita masih dengan kegiatan belajar David." Luci geram "Ya tapi kan belajarnya di rumah. Terus mbak kan sekarang sedang jadi mentor aku bukan sebagai guru. Lagi pula aku tau kok umur kita gak terlalu jauh, paling selisih empat taunan. Gak nyaman aja aku pangil ibu kalau kita sedang di luar sekolah." Ucap David dengan sikap tidak mau kalah. Eesttt Luci hanya berdecit dan "ahh terserah kamu saja." Luci berjalan ke arah dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil jus jeruk yang sudah tersedia di dalamnya kemudian mengambil dua gelas dan menentengnya menuju sofa ruang tengah dimana David duduk dengan segala leluconnya yang menjadikannya mentor belajarnya, itu pun secara sepihak tanpa persetujuannya. Dengan males Luci duduk di sofa tunggal sebelah David meletakkan ke dua gelas yang tadi dia bawa lalu menuangkan jus jeruk ke kedua gelas tersebut. Luci mengambil satu gelas untuknya dan meminumnya sampai menyisakan setengahnya David pun melakukan hal yang sama, mengambil gelas bagiannya dan meminum separuh isinya. David pun mulai belajar dengan santai dengan arahan Luci. Sebelumnya David sudah duduk melantai agar bisa menggunakan meja di depannya sebagai tumpuan ketika ia akan menulis nanti. David sesekali menelan salivanya ketika Luci menerangkan bagian yang tidak ia mengerti. Pikiran David melayang terlalu jauh membayangkan wajah mulus Luci. Sepintas pikiran-pikiran liar mulai hinggap di otaknya. David sedikit mendongak menatap bibir Luci yang bergerak gerak dengan indah ketika menerangkan beberapa bagian yang tidak ia pahami tadi. menopang dagunya dengan kedua tangannya yang di lipat di atas meja ruang tamu itu dengan posisi David yang duduk melantai dan Luci duduk di sofa. Aaah David sesekali menggeleng guna menyingkirkan pikiran liar yang sempat hinggap di otaknya. "Apa yang lu pikirkan David? Ingat tujuanmu. Hanya untuk menaklukkannya dan jangan sampai lu yang justru di taklukkan olehnya." Batin David. "David apa kau sudah mengerti? David,,,,,Helllow" Luci melambaikan tangannya di depan wajah David. "Aah ya kenapa?" Kesadarannya Terusik, David sontak merespon , ia kelabakan menjawab pertanyaan Luci. "Apa tadi kamu melamun dan tak mendengar penjelasan ku David?" Luci menatap David dengan bersidekap d**a. David hanya terkekeh. "Aku laper mbak." Alih David sambil nyengir kuda, ikut menatap Luci dengan wajah jaimnya. Kriuuuk kriuuk Perut Luci mengeluarkan suara khas perut kosong. "Tu kan, mbak juga. Cacing-cacing di perut mbak malah lebih protes dari pada perut aku. Aku pesen makanan online ya mbak." Tawar David "Gak usah, cegah Luci. Udah belajarnya kita selesaikan saja, jadi kamu boleh pulang dan nanti makan di mana saja yang kamu mau. Kamu kan bisa cari noh restoran yang mana yang kamu suka." Cerca Luci dengan membantu mengemasi buku buku David yang berserakan di atas meja dan memasukannya kedalam tas David, lalu memberikannya pada David agar David cepat pulang. Luci baru hendak berdiri namun lututnya menyenggol meja di depannya sehingga jus yang masih setengah gelas itu tumpah tepat di pangkuan David, sehingga membuat celana David basah tepat di bagian intinya. David hanya membatu melihat bagian inti di celananya yang basah karena jus jeruknya yang tumpah, David seketika berdiri menatap intinya sendiri. "Aaah maaf," Luci dengan cepat mengambil kotak tisu di nakas samping sofa, mengeluarkan beberapa lembar tisu dan membersihkan celana David yang ketumpahan jus tadi. David yang masih membatu sekarang tambah syok dengan apa yang sedang Luci lakukan di bawahnya, secara tidak sadar Luci sedang memegang bagian itu sambil mengusapnya berkali-kali berniat membersihkan sisa tumpahan jus jeruk yang di inti celananya. David masih tak bergerak, tidak bersuara hanya menatap heran pada Luci yang masih di bawahnya. Luci yang menyadari keterdiaman David, mendongak, "astaga apa yang sedang aku lakukan?" Lirih Luci dan buru-buru bangun dan berbalik menjauh beberapa langkah dari jarak David. David masih tidak bersuara, pandanganya kembali menatap dengan heran celananya yang basah. "Jangan lebay deh. Cuma ketumpahan jus. Lagi pula siapa suruh tadi gak langsung di habisin." Luci memutar bola matanya asal kemudian berbalik menjauh dari David. "Mbak." "Ya" Luci kembali menoleh ke David. David kembali duduk di sofa. "Ngapain duduk lagi buruan balik katanya tadi laper?" protes Luci "Aku mau nunggu celanaku kering dulu." bela David "Astaga Dave" Luci menarik tangan David yang sudah duduk kembali di sofa. Sehingga David bangun dari duduknya dengan Luci yang memegang pergelangan tangannya. Sejurus kemudian Luci membuka baju kemeja kotak-kotak David yang memang sengaja tak di kancing oleh sang empunya baju. "Mau ngapain?" Ucap David yang terkejut dan spontan satu tangan David memegang bajunya dan satu lagi menutup bagian intinya seolah dirinya akan menjadi korban pemerkosaan "Jangan bilang mbak mau menjamah tubuh sexy ku," David menggoda Luci. "Aduuh." Luci menjitak jidat David. "Buang pikirkan kotor kamu itu Dave. Aku cuma mau buka baju kemeja mu untuk nutupi bagian celana mu yang basah, bodoh." Luci memberenggut Baju kemeja itupun sudah terlepas dari tubuh David. Kemudian Luci ikatkan di pinggang kekar David. Luci terdiam sebentar saat melihat bagian perut David yang terlihat padat dengan otot liat di balik kaosnya,, lalu beralih melihat d**a pemuda itu yang sedikit mengembul. Tubuh David memang tidak begitu besar, namun cukup ideal dengan otot liatnya. "di sentuh juga boleh mbak. Atau mau merasakan di peluk dengan tubuh sexy ku?" goda David dan sudah menarik tubuh Luci untuk dia peluk. David mengunci pinggang ramping Luci lalu menghirup aroma rambut serta mencuri kecupan di puncak kepala Luci. "yes berhasil," Dari sini kita bisa belajar dari David cara mencuri kesempatan kalo ada kesempatan, karena jika kesempitan susah nyurinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN