MANTAN BAHAGIA

1021 Kata
Semenjak pertemuan dengan Yulita, Dasep sedikit berubah. Yang biasanya pulang untuk makan siang di rumah kini tidak pernah lagi. Bahkan hari libur pun ia jarang di rumah. Rumah pemberian orang tua Dasep sudah ia jual untuk menutupi kerugiannya, juga ia terpaksa menjual salah satu mobil yang ada. Untunglah masalah itu bisa sedikit teratasi. Tapi, rupanya Dasep tidak pernah belajar dari kesalahan. Melina sendiri lebih banyak diam. Sedikitnya ia menyesali apa yang sudah ia lakukan. Sikapnya mulai membaik, meski iri hatinya tidak berkurang. Setidaknya ia mulai mau mengurus anaknya dengan baik. Sebenarnya, Melina sedikit curiga jika Dasep memiliki wanita idaman lain. Tapi, ia tidak berani untuk bertanya. Ia masih trauma dengan perlakuan Dasep tempo hari yang mengamuk sampai melakukan kekerasan. “Kamu jangan lupa, hari ini kita diundang ke pesta nikahnya Halimah. Jangan sampai ngga datang karena aku juga mau kasi liat kalau aku nggak jatuh miskin karena Ibu sama Bapak meninggal.” “Iya, aku tau. Nanti aku siap-siap.” ** Pagi itu Halimah sudah didandani dengan cantik. Memakai kebaya berwarna putih s**u dan kain batik khas Yogya Halimah terlihat begitu cantik. Sudah 2 hari Halimah menginap di Hotel mewah. Karena akad nikah dan juga resepsi akan diadakan di hotel juga. Rambut Halimah disanggul khas wanita Priangan dengan memaka mahkota, siger, ronce atau untaian melati. Halimah terlihat begitu anggun dan cantik. Make up yang ia pakai tidak tebal, namun benar- benar membuatnya cantik dan manglingi. Kokom betul- betul terharu melihat penampilan Halimah pagi itu.. "Ceu, Halimah mohon doanya, semoga di pernikahan Halimah kali ini, Halimah mendapatkan kebahagiaan yang sejati." Halimah berkata sambil bersujud di hadapan Kokom. "Doa ceuceu selalu bersamamu, Halimah. Jadilah istri yang baik, bahagiakanlah suamimu kelak. Jadilah istri yang solehah. Semoga, sakinah, mawadah,warohmah, Halimah. Semoga dijauhkan dari bala." Air mata menitik dari kedua netra mereka. Perias Halimah pun tak sanggup menahan haru. "Eh, sudah jangan menangis. Nanti make up kamu luntur," ujar Kokom sambil menghapus air mata Halimah dengan tissue. "Tenang aja Teteh, make up nya waterproof," timpal Jesika perias wajah Halimah. Mereka pun tertawa. Tiba-tiba pintu kamar di ketuk. Asisten Jesika membukanya, dan ternyata dari pihak WO sudah meminta Halimah ke Ballroom karena acara akad akan segera dimulai. Tamu- tamu sudah datang. Dan Yoga pun sudah menanti di sana. Dengan di gandeng oleh Kokom, Halimah pun melangkah. Sekali lagi ia menatap penampilannya sekilas di cermin. Halimah merasa percaya diri. Namun, ia pun merasa berdebar-debar. Ini memang bukan pernikahannya yang pertama. Tetapi, Halimah merasa begitu Istimewa kali ini. Dulu pernikahannya dengan Dasep dirayakan dengan pesta sederhana. Karena alasan Mariam Halimah bukan wanita berkelas. Akad pun hanya di mesjid saja. Bahkan kebaya nikah pun kebaya yang sederhana. Karena, Mariam tidak mau keluar uang banyak. Namun, kali ini pernikahannya diadakan di sebuah hotel berbintang,dengan dihadiri oleh tamu- tamu penting yang pastinya dari kalangan atas. Dan juga ada kawan- kawan Arya dari angkatan darat. Bahkan menurut Yoga, wakil gubernur akan datang menghadiri pesta mereka nanti. Halimah begitu bahagia dan berbunga-bunga. Yoga telah menanti di ballroom. Ia tampak gagah dengan baju adat Sunda yang juga berwarna putih. Senada dengan kebaya yang dikenakan Halimah. Mereka memilih wali hakim, karena ayah Halimah sudah meninggal dunia, dan Halimah juga tidak memiliki paman atau saudara lelaki untuk menjadi wali. "Bagaimana, bisa kita mulai?" tanya penghulu. Semua yang ada di ruangan mengangguk. Lalu bapak penghulu mulai dengan memberikan beberapa wejangan,sebelum akhirnya, "Saudara Prayoga Utama, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan ananda Halimah Ranjani binti Ajat Sudrajat almarhum. Dengan mas kawin seperangkat alat solat dan seperangkat perhiasan seberat 50 gram dibayar tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Halimah Ranjani binti Ajat Sudrajat almarhum dengan mas kawin seperangkat alat solat dan seperangkat perhiasan seberat 50 gram dibayar tunai." "Bagaimana para saksi, sah?" "Sah" Air mata Halimah menitik haru, Yoga memasangkan cincin ke jari manisnya. Dan Halimah pun mencium punggung tangan Yoga. Setelah itu Yoga mencium kening Halimah dengan penuh kasih sayang. Suasana mengharu biru. Acara dilanjutkan dengan sungkeman. Kepada Kokom dan suaminya sebagai pengganti keluarga Halimah. Lalu kepada Pak Arya dan Anna. "Tolong jaga dan sayangi Halimah ya, Yoga. Teteh menitipkan Halimah kepadamu," ujar Kokom sambil memeluk Yoga. "Iya teh, saya akan menjaga Halimah dan Siska dengan sebaik-baiknya." Siska langsung menghambur ke dalam pelukan Halimah dan Yoga. Gadis kecil itu nampak cantik dengan dress berwarna pink dan mahkota kecil di kepalanya. "Mulai sekarang, jangan panggil om lagi ya. Panggil Ayah," kata Yoga sambil memeluk Siska. "Iya, Ayah." "Anak pintar." Yoga pun mencium kening Siska dengan lembut dan membawa serta Halimah juga ke dalam pelukannya. Acara pun berlanjut ke resepsi. Halimah terlebih dahulu harus berganti pakaian. Kali ini Halimah mengenakan gaun modern dengan bahan brokat berwarna pink yang keliatan begitu elegan dengan payet- payet yang cantik. Halimah dan Yoga pun duduk bersanding di pelaminan. Kokom dan Bagus suaminya mendampingi. Sementara dari pihak Yoga Anna dan Danu yang mewakili. Sementara Inem dan Tania yang juga hadir sibuk menjaga Siska. Melina dan Dasep yang datang pada acara resepsi nampak tercenggang. Terlebih saat melihat beberapa orang penting. Dan mereka juga melihat wakil Gubernur Jawa Barat tengah duduk berbincang-bincang dengan Arya, bapak mertua Halimah. Melina nampak ternganga saat melihat penampilan Halimah yang menjelma bak seorang ratu. Meskipun saat ia menikah dengan Dasep juga di adakan resepsi di sebuah gedung, tapi jelas kalah mewah dengan acara pesta Halimah. "Mas, liat Halimah pestanya aja sampai semewah ini. Dulu aa, kasi aku pesta resepsi yang biasa aja," celetuk Melina pada Dasep yang sibuk mengambil makanan. "Kamu itu, dulu si Halimah waktu nikah sama aku, pestanya cuma di rumah. Kamu dulu di gedung. Ya wajarlah, mertua si Halimah kan pensiunan TNI. Kabarnya dulu beliau orang penting di TNI ya wajarlah kalau tamunya juga dari kalangan atas." Melina mencebikkan bibirnya kesal. Tania dan bik Inem yang juga melihat kedatangan Melina dan Dasep saling pandang. "Nggak tau malu ya Bik, itu dua manusia," decih Tania. "Ya, kaya gitu Neng, kalau orang yang nggak tau malu. Padahal dulu itu, Dasep kecil bibik yang urusin . Bibik juga nggak nyangka pas udah dewasa kelakuannya kaya gitu." "Amit- amit Bik kalau saya mah, ih ayo kita bawa Siska jauh- jauh jangan sampai nanti ketemu sama orang kaya gitu," ajak Tania. Bik Inem pun mengangguk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN