Chapter 19

1010 Kata
Ella terlihat sangat serius dengan apa yang dirinya ucapkan kepada sang suami mengenai apa yang sedang mereka hadapi saat ini. Bahkan, Ella juga terlihat sangat dingin menatap Gail. "Kita tidak bisa membicarakan ini di depan Clammie atau pun Dalton." Jawab Gail yang melihat Clammie yang sudah berbaring di ranjang dan bergeming dalam selimut, hanya saja hal itu tidak membuat Gail yakin bahwa anak gadisnya sudah terlelap dalam mimpi indah. Pun demikian dengan Ella yang melirik ke arah anak gadisnya yang sudah berbaring sejak tadi. Namun, sama saja dengan Gail, Ella juga tidak yakin bahwa Clammie benar-benar sudah tertidur. "Di bawah juga ada Dalton, dia juga pasti akan membicarakan apanyang kita katakan hari ini." Timpal Ella. "Kalau begitu, tahan saja dirimu, kita bisa bicarakan mengenai ini besok pagi setelah Dalton pergi." Ucap Gail yang langsung memilih untuk turun ke lantai bawah usai menemui sang istri, Ella. Namun, alih-alih segera turun ke lantai bawah, Gail malah melihat melalui kaca jendela yang ada di kamar anak-anaknya tersebut, kaca jendela yang mengarah ke halaman samping rumah mereka dan memperlihatkan dengan jelas bagaimana kandang-kandang ternak mereka dari sana. Terlihat sunyi tanpa penerangan sedikit pun. Setelah memastikan bahwa semuanya baik-baik saja dari atas sana, Gail kebali melirik ke arah Ella yang masih duduk tepat di samping Clammie, menemani bocah perempuannya dan berusaha untuk menjadi sangat baik untuk menjadi seorang ibu. Karena tidak ingin mengganggu Ella dengan Clammie, Gail memutuskan untuk turun dan menemui Dalton yang setelah dirinya tina di bawah, dia menemukan anak sulungnya yang masih duduk di depan perapian tapi kali ini, dirinya melihat sang anak sedang mengukir sebatang kayu menggunakan belati yang dirinya miliki. "Aku terkejut karena kau mulai menjadi pria membosankan sepertiku." Gail berkomentar. Namun, Dalton hanya tersenyum mendengar komentar ayahnya. "Aku hanya sedang mengukir sebongkah kayu sebelum dimasukkan ke dalam perapian dan sekarang kau mengataiku semembosankan dirimu, ayah." Balas Dalton. "Hanya orang tua tidak memiliki pekerjaan yang mampu melakukan hal seperti ini. Mengukir kayu dan bicara mengenai hal-hal yang tidak perlu dibicrakan oleh anak muda." "Jika seperti itu, sebaiknya aku bicara mengenai hal yang tidak kau ketahui." "Benarkah? Apa masih ada tentang yang tidak kuketahui?" "Banyak." "Contohkan kepadaku satu saja." "Bagimana tipe wanita yang kau sukai?" Satu pertanyaan Dalton terlontar, membuat ayahnya tertawa sangat lepas, meskipun lelaki itu mencoba untuk menahan suaranya akan tetapi, dalton masih bisa mendengar bahwa ayahnya benar-benar sangat menikmati pertanyaan yang dirinya ajukan saat ini. "Kenapa kau bertanya?" "Karena aku baru saja bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik hari ini." "Benarkah? Lalu bagaimana dengan Reese? Apa dia tahu kalau kau punya pacar?" "Aku dan Reese hanya berteman dan sepertinya Reese juga tidak harus tahu apanyang kulakukan selama tidak bersamanya." Jawab Dalton masih terus mengukir kayu menggunakan belati yang dirinya miliki. "Tapi, sepertinya Reese menyukaimu dan kau jangan sampai membuatnya sakit hati hanya karena kau bertemu dengan wanita lain." Dalton memutar bola matanya saat mendengar ayahnya berkomentar. Dia dan Reese memang sudah saling mengenal sejak masih sangat kecil, berteman sangat baik dan memiliki hobi yang sama. Namun, untuk saling jatuh cinta satu dengan lainnya. mungkin akan butuh waktu puluhan sampai akhirnya Dalton bisa menyukai sahabatnya tersebut. Sahabat yang sudah bersamanya sejak dirinya masih sangat kecil. "Reese tidak akan butuh hal seperti itu." balas Dalton. "Apa kau sudah bertanya padanya?" "aku sudah mengatakan bahwa Reese bukan wanita yang seperti itu, karena selama kami bersama, tidak pernah ada kalimat yang mengarah ke sana, tidak ada satupun dan aku berusaha menghargai itu jadi, tidak akan pernah ada kalimat cinta antara aku juga Reese Wyne. Reese terlalu naif untukku." tambah Dalton yang membuat sang ayah terdengar sangat tidak percaya. "Naif? apa Reese seperti itu di matamu?" "Dia memang seperti itu dan kurasa, aku juga akan tetap memperlakukannya seperti itu." jawab Dalton yang membuat Gail mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah paham. "Jadi, apa yang kau dapatkan dari pertemuan dengan orang-orang penting itu? Kau bahkan tidak makan setelah kau kembali dan langsung mencari ibu." "Aku memang memiliki hal yang harus dibicarakan dengan ibumu." jawab Gail terdengar gugup. "Benarkah? Apa kau bisa mencoba bicarakan hal itu denganku? ayolah, jel—" Suara dalton berhenti, ketika dirinya mendengar suara benda jatuh dari arah dapur, suara yang cukup keras hingga mampu membuat dirinya juga Gail dan Ella sang ibu berlarian dari lantai atas hanya untuk melihat apa yang terjadi dengan sumber suara tersebut. Berbeda dengan Dalton, ibunya benar-benar terlihat sangat panik dengan apa yang dirinya lakukan saat ini, wajah ibunya sangat pucat dengan napas yang tersengal-sengal meski pun dia tahu bahwa benda yang jatuh itu hanya sebuah panci besar yang jatuh karena seekor tikus. Dalton yang merasa bahwa apa yang dilakukan oleh ibunya sedkit berlebihan mencoba untuk menenangkannya, tapi, ibunya yang benar-benar ketakutan hanya memijit pangkal hidungnya kemudian dirangkul.oleh Gail, sang ayah. "Sudahlah, Dalton, tolong bereskan dan cepatlah tidur, aku akan membawa ibumu untuk beristirahat." ucapnya yang membuat Dalton hanya bisa mengangguk untuk hal tersebut. Tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh sang ibu, Dalton hanya bisa menggelengkan kepalanya. Hanya karena sebuah panci yang jatuh, ibunya benar-benar ketakutan dan memasang wajah seperti itu. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh sang ibu sebelumnya, membuat Dalton sendiri keheranan. Memungut panci besar yang dijatuhkan oleh tikus yang masuk entah lewat mana, Dalton langsung mencoba mencari-cari sumber di mana tikus itu bisa masuk dan mengacaukan dapurnya yang jika dirinya tidak segera menutup lubang itu, maka tidak hanya satu tapi akan ada banyak tikus-tikus yang datang untuk memakan persediaan makanan mereka termasuk gandum dan yang lainnya. Hanya saja, semakin lama Dalton mencari, dirinya tidak menemukan apa pun kecuali pintu dapur yang mengarah ke halaman samping, menuju ke kandang ternak saja yang sedikit terbuka. "Jangan bilang kalau kau masuk lewat sini ...." gumam Dalton sambil mencoba menutup pintu itu. Namun, alih-alih menutupnya . Dalton malah membuka pintu dapur tersebut dan melihat ke arah peternakan yang gelap di depannya. Kandang-kandang ternak yang tertutup rapat tanpa penerangan di depannya hanya diterangi oleh beberapa bintang, membuatnya benar-benar gelap hingga Dalton tidak bisa melihat apa yang ada di hadapannya dengan jelas. Namun, dia tersentak ketika di kejauhan sana, di dalam gelapnya malam, dirinya menemukan sesuatu yang bergerak menyelinap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN