Berjalan pulang. Dalton melihat bahwa matahari yang sudah berada di ufuk barat semakin turun higga tanpa sadar, selama dirinya berjalan, matahari sudah semakin turun dan nyaris tidak lagi menunjukan sinarnya, membuat jalanan cukup gelap ketika dirinya menuju ke arah rumah.
Dengan langkah yang sedikit dirinya percepat, Dalton tidak ingin jika harus membuat dirinya berada dalam masalah jika kembali terlalu larut. Ibunya pasti akan sangat marah karena hal tersebut jadi, sebisa mungkin, Dalton berusaha untuk semakin cepat berjalan hingga akhirnya, langkahnya kembali terhenti ketika berada di tengah jembatan kecil yang membelah sungai, yang tadi dirinya pijak ketika bersama dengan Alicia.
Suara gemericik air dari sungat terdengar sangat nyaring di telinga Dalton, membuat irama yang tidak terkendali tapi sangat menenangkan. seperti sebuah instrumen yang menghanyutkan dan membuat dirinya kembali terpana dan terdiam di tempat. Melihat pada pantulan dirinya di dalam air sungai yang mengalir jernih di bawah jembatan, sialnya di sana dirinya melihat juga pantulan wajah Alicia yang terlihat benar-benar terlihat sangat cantik.
Wajah wanita itu tersenyum ke arahnya, sebuah bayangan yang terlihat sangat cantik dengan rambut kemerahannya yang bergelombang, sebuah pemandangan yang tidak pernah dirinya pikirkan akan dirinya lihat dengan sangat dekat, menikmati wajah cantik Alicia yang tidak pernah dia bayangkan akan dirinya lihat sedekat itu. Karena selama dirinya tinggal di desa itu, tidak pernah ada wanita secantik Alicia yang dirinya lihat. Begitu juga dengan Reese, karena secantik apa pun Reese, wanita yang adalah temannya sejak kecil itu tentu tidak secantik Alicia yang baru saja menghabiskan waktu sepanjang hari bersamanya.
Bayangan yang dirinya lihat di pantulan air sungai itu berbalik dan menatapnya, membelai wajahnya, hanya saja ketika wajah itu mendekat dan semakin mendekat kearahnya, bayangan wajah Alicia terlihat berubah dan menjerit tepat di telinganya, membuat pemuda ini terkejut dan nyaris terjungkal hanya saja, tidak ada apa pun di sana meski pemuda ini merasa bahwa jeritan dan wajah mengerikan itu terlihat dengan sangat nyata.
Burung gagak berterbangan dari sarang mereka untuk mulai mencari makan, dengan suara khas burung tersebut, dibarengi dengan deru angin yang berembus sangat kencang, menambah mencekam suasana yang saat ini Dalton rasakan. Selain gelap dan tidak ada apa pun atau siapa pun, pemuda ini memilih untuk berlari meninggalkan tempatnya berdiri saat ini untuk bisa tiba di rumahnya dengan cepat. Melewati rumah warga dan terus ke ujung di rumahnya berada.
Tiba di rumah, Dalton langsung menutup pintu rapat-rapat dengan napas yang benar-benar seperti nyaris putus, hingga pemuda itu seketika duduk dengan tubuh yang bersandar pada daun pintu hingga suara berisik itu terdengar oleh Ella yang seketika langsung menghambur pada sang anak.
“Ada apa denganmu?” Tanya Ella penasaran. Karena, baru saja pulang sejak pagi tadi, Dalton tiba-tiba saja seperti sedang dikejar oleh sesuatu yang mengerikan. "Dalton, jawab aku, ada apa?!" Ella semakin penasaran dengan apa yang dialami oleh putra sulungnya.
Hanya saja, alih-alih menjawab pertanyaan dari sang ibu, Dalton malah menggeleng dan mencoba untuk berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah, mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang terus diarahkan kepadanya tanpa henti.
"Dalton Caldwell! Apa kau membuat masalah di kota sampai kau pulang dengan wajah ketakutan seperti itu?" Bentak Ella kemudian.
Bentakan sang ibu jelas tidak membuat Dalton merasa lebih baik.
"Aku hanya dikejar anjing liar di luar sana, tidak adanyang harus dikhawatirkan, Bu. Lagi pula aku bukan anak-anak yang harus membuatmu khawatir setiap saat." Ujar Dalton marah.
Ella terdiam sejenak. Dia mencoba memperhatikan bagaimana penampilan putranya. Berantakan dengan lumpur yang berada di celananya. Beberapa noda bahkan terlihat tebal dan mengerak akan tetapi, Dalton yang sadar bahwa ibunya sedang memperhatikan dirinya, buru-buru dia berjalan pergi dari hadapan sang ibu.
"Dalton! Aku hanya khawatir padamu. Kau bahkan pergi dalam keadaan marah dan kembali dengan terengah-engah seperti itu, kau pikir orang tua mana yang tidak akan khawatir?!" Bentak Ella lagi. Namun, Dalton sama sekali tidak menggubris kekhawatiran sang ibu, pemuda ini malah naik ke lantai atas dan mengabaikan semua teriakan-teriakan ibunya.
"Dalton! Aku butuh bicara denganmu! Dalton Caldwell!" Teriak sang ibu terus menerus hingga pintu depan kembali terbuka dan memperlihatkan sang suami yang baru saja pulang bekerja.
Gail yang melihat istrinya Ella terlihat sangat emosi dan terus marah-marah, hanya bisa menghela napas. Lelaki ini tahu dengan siapa san istri bertengkar dan mungkin rasanya akan jauh lebih aneh jika Ella terlihat tenang dan tidak berteriak-teriak seperti itu kepada anak-anak mereka.
"Dalton sudah pulang?" Tanya Gail, baru mampu mengalihkan perhatian Ella.
"Kau harus berbuat sesuatu pada anakmu itu! Aku yakin dia pasti habis dari hutan! Aku melihat lumpur di celananya!"
Gail hanya menghela napas. Dia mendekat ke arah sang istri kemudian mengusap punggungnya perlahan. "Tidak ada yAng perlu dikhawatirkan. Dalton sudah dewasa, dia bisa menjaga dirinya sendiri."
"Dia tetap anakku. Aku tidak akan membiarkan dia terluka seperti aku kehilangan anakku dulu!" Bentak Ella yang membuat Gail kembali menghela napas.
"Apa yang kau dapatkan dari pertemuan kalian tadi siang?" Tanya Ella, karena sejak siang tadi, suaminya sudah pergi meninggalkan rumah, mengatakan bahwa dia akan pergi menuju ke pertemuan yang membahas mengenai kekhawatiran mereka selama beberapa hari ini.
"Tidak banyak. Kami hanya akan mencoba masuk ke black hill besok dan melihat apa yang terjadi di sana." Jawab Gail sambil melepaskan jaket tebal yang dia kenakan kemudian berjalan menuju perapian untuk menyalakannya.
"Tidak banyak?! Kalian harus segera melakukan sesuatu! Semua orang mugkin lupa! Tapi aku, kita dan mereka masih ingat bagaimana semua anak di desa ini menghilang karena makhluk itu!"
"Ella! Tidak bisakah kau tenang sedikit?! Aku tidak mau jika hal ini sampai di dengar oleh anak-anak. Aku tidak ingin jika mereka ketakutan dan malah tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Aku tahu kau khawatir, begitu juga denganku! Aku juga khawatir tapi aku tidak ingin jika kekhawatiranku malah membuat kita tidak bisa bergerak dan malah bersembunyi seperti orang bodoh." Ucap Gail yang membuat Ella seperti tidak bisa berkata apa pun lagi.
Ibu dua anak ini seperti sudah tidak sanggup lagi berkata-kata, dia hanya terduduk lemas di samping suaminya yang masih sibuk menyalakan perapian, sebuah kegiatan yang lumrah mereka lakukan selama bertahun-tahun ketika musim dingin nyaris datang.
"Aku hanya ingin melindungi Dalton ...." Ucap Ella dengan nada yan terdengar sangat lemah.
"Aku tahu, aku juga ingin melindungi anak itu, anak-anak kita juga yang lainnya. Tapi, kita harus bersabar, kita juga tidak bisa bertindak gegabah karena aku yakin bahwa kita pasti bisa menyegelnya, sama seperti yang pernah dilakukan oleh nenek moyang kita ribuan tahun lalu." Jelas Gail.
Jujur saja Ella sama sekali tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh suaminya akan tetapi, mengingat hanya mereka saja yang percaya mengenai semua ini, dirinya yakin bahwa suaminya dan semua orang yang mengingat hal ini pasti memiliki cara untuk menghentikan makhluk itu. Makhluk yang mereka kenal sebagai wanita penyihir, Beatrix Essme.
Dari tempat mereka duduk, di depan perapian. Gail dan Ella sama sekali tidak menyadari bahwa sejak mereka mulai berbicara tadi, Dalton sudah menguping dan mendengarkan semua percakapan yang dibuat oleh keduanorsng tuanya.
Pemuda ini hanya bisa duduk lemas di lantai, celana kotor penuh lumpurnya tidak luput dari perhatiannya bahkan, celana penuh lumpur yang dia kenakan pun tak luput dari perhatiannya. Sejak kedua orang tuanya mulai mengoceh mengenai sesuatu yang ada di dalam hutan, perasaan Dalton menjdi semakin tidak karuan setiap harinya, rasa penasarannya membuat pemuda ini selalu ingin memperlihatkan pada orang tuanya bahwa apa yang sedang mereka takutkan sekarang adalah apa yang seharusnya dirinya waspadai.
"Tapi apa itu ...?" Gumam Dalton masih tak habis pikir dengan apa yang sedang terjadi saat ini.