Bab 9 Pertengkaran Lagi

1021 Kata
"Morning, Honey." Azzura turun dari lantai atas kamarnya. Dia langsung menuju ke ruang makan untuk menemani Brian, suaminya sarapan. Azzura terlihat sangat cantik dengan dres berwarna hitam di bawah lutut. Brian sudah mencuri pandang semenjak dia mencium aroma sang istri. Meski dari jarak bermeter-meter, Brian sangat hafal aroma parfum Azzura. "Hm ...!" Entah kenapa dia masih merasa kesal dengan permintaan Azzura waktu itu. Meski dia juga telah menghabiskan malam panjang penuh gairah bersama wanita yang dia cintai itu. Brian tidak akan pernah bosan melakukan hal itu dengan Azzura. "Ck!" Azzura yang sangat hafal Brian luar dalam. Dia tahu jika saat ini, suaminya itu sedang ingin merajuk padanya. Hal yang sudah lama tak ada dalam hubungan rumah tangga mereka. Selama ini, hanya ada gairah tanpa ada gelombang yang berarti dalam rumah tangga mereka. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Azzura. Zura berjalan mendekati Brian dan mengalungkan tangannya pada bahu suaminya lantas mengecup pipinya. Azzura tidak mempedulikan sikap cuek Brian, dia tetap bersikap seperti biasa. Aroma maskulin yang langsung tercium di hidung Azzura, membuat otaknya membayangkan hal yang tidak-tidak. "Ehm ... ehm ...!" Terdengar deheman dari sosok pria yang sedang berusaha untuk tetap terlihat berwibawa itu. Dia tak mau istrinya menganggap dia badut yang dengan mudah dia permainkan. Azzura membuang napas kasar, dia tak menyangka jika suaminya itu akan semarah ini padanya. "Ada apa, sih, Mas?" tanya Azzura ingin tahu. Dia tak biasa melihat Brian sedingin itu. Ada bagian dalam hatinya merasa sakit. "Nggak papa!" ketus Brian. Dia sedang berusaha menahan gejolak yang sebenarnya telah meletup-letup sedari tadi. 'Tahan, Brian! Kamu harus terlihat keras di hadapan Zura. Jangan biarkan dia menginjak harga dirimu.' Batin Brian terus bergejolak. Ini adalah kelemahan terbesarnya, tak bisa cuek pada istrinya. "Aku tahu, Mas pasti ngambek." Azzura mengambil kursi yang letaknya berada di sebelah kanan Brian dan duduk di sana. Dia mengambil sandwich yang telah disiapkan oleh asisten rumah tangga mereka. Azzura menggigitnya dan menguyahnya. Hal itu terlihat begitu menggairahkan untuk Brian. Dia bahkan kini meneguk saliva-nya karena merasa panas di sekitarnya. Azzura bergerak seperti apa pun akan terlihat begitu sensual bagi Brian. Buru-buru Brian segera membuang mukanya. Dia bertekad untuk mendiamkan Azzura hingga istrinya itu tak lagi memintanya untuk menikah lagi. "Aku hanya nggak habis pikir, Zura. Istri macam apa kamu, yang meminta suaminya menikah lagi!" Rahang Brian mengeras. Dia masih merasa kesal. Jika wanita lain ingin suaminya setia, tetapi istrinya justru sebaliknya. Azzura meletakkan sandwich-nya, dia membuang napas kasar, "Aku hanya ingin Mas membuktikan jika Mas cinta sama aku." "Dengan menikah lagi? KONYOL!" Brian menggebrak meja. Emosinya sedang tinggi saat ini. Bahkan Azzura bisa melihat rahang Brian yang mengeras kini. Keduanya tak saling bicara. Hanya saling tatap "Papa ... Mama ...!" Kyra muncul dari arah atas. Gadis kecil itu terlihat begitu riang dan gembira. Buru-buru Brian merubah raut wajahnya. Dia tak ingin putrinya itu melihat saat dia dalam keadaan marah. "Mana putri kecil Papa? Cium dulu sini." Brian menarik lengan Kyra dan mencium dengan gemas kedua pipinya. "Papa selalu wangi. Kyra suka," celetuk bocah berusia 11 tahun itu. Entah kenapa Kyra sangat suka wangi ayahnya itu. Azzura tersenyum melihat kedekatan itu, ada haru yang menyusupi aliran darahnya. Beralih dari ayahnya, Kyra segera menuju ke arah Azzura. Azzura pun melakukan hal yang sama pada putri semata wayangnya itu. Dia berharap kebahagiaan mereka bertahan lama. Brian berdiri dari duduknya. Dia tak ingin Kyra akan melihat pertengkaran mereka. Karena jika tetap berada di sana, Brian tak yakin akan bisa menahan emosinya. Azzura dengan kekeraskepalaannya dan dia juga mempertahankan prinsipnya. Hanya akan mencintai satu wanita dalam hidupnya. "Papa berangkat dulu, ya, Sayang." Brian mengecup kening Kyra. Namun, dia melewatkan Azzura, kini Zura tahu betapa marahnya Brian padanya. Brian pergi meninggalkan meja makan dan memilih untuk berangkat ke kantor. Entah sampai kapan situasi ini akan menemui jalan keluar. Dia sangat tahu Azzura, dia wanita yang keras. Dia akan tetap teguh pada keinginannya. Azzura menatap kepergian Brian dengan mimik wajah datar. Tak ada yang tahu suasana hatinya kini kecuali dirinya dan juga Tuhan. Azzura mengelap ujung bibirnya dan mengikuti Brian meninggalkan meja makan. "Makan sarapanmu dulu, Sayang. Setelah itu Mama antar kamu berangkat." Azzura mengelus rambut Kyra. Gadis yang tak tahu apa-apa itu hanya mengangguk tersenyum mendengar perintah ibunya. Yang dia tahu jika kedua orang tuanya selalu dalam keadaan yang baik-baik saja. Azzura menunggu hingga Kyra selesai sarapan. Dia terus menatap ke arah putri kecilnya. Sesekali dia mengusap ujung bibir Kyra yang belepotan dengan saos. Azzura tersenyum, itu adalah hal yang begitu menyenangkan untuknya. Dia akan merekam memori ini dalam otaknya. Dia berharap untuk tidak melupakannya. "Hati-hati, Sayang, Jangan terburu-buru. Mama akan menunggumu," ucap Azzura berusaha menenangkan Kyra yang seakan tak sabar untuk menghabiskan makanannya. Setelah Kyra selesai sarapan, Azzura mengantarkan putrinya ituu ke sekolah. Dia selalu melakukan semua yang berhubungan dengan putrinya seorang diri. Meski dia mampu membayar banyak orang, tetapi dia tak bisa membayar ingatan orang lain yang berhubungan dengan putrinya. "Mama inget nggak sama Miss Wiwid?" Perjalanan keduanya tak pernah sepi. Kyra selalu punya sesuatu untuk dia ceritakan pada Azzura. "Miss Wiwid?" Azzura nampak mengerutkan keningnya. Dia berusaha mencari memori tentang nama itu di otaknya, "Ehm ... sepertinya Mama lupa, Sayang." Azzura tersenyum. Dia menatap Kyra dengan perasaan bersalah. "Ih! Mama. Masak lupa? Itu lho, guru Kyra yang kapan hari ketemu di supermarket," jelas Kyra. "Ow ... iya. Mama baru inget. Ada apa dengan Miss Wiwid?" Azzura selalu menyempatkan diri untuk mendengarkan semua hal yang Kyra ceritakan. Dia ingin menjadi orang pertama yang mengetahui tentang anaknya. Kyra pun bercerita semua tentang ibu gurunya itu. Dia memang sangat pintar menghidupkan suasana. Azzura pun hanya tersenyum kala mendengar celotehan Kyra. Semoga dia tidak pernah melupakannya. "Nanti Mama jemput, ya? Jangan pergi sebelum Mama sampai," pesan Azzura pada Kyra saat keduanya telah sampai di gerbang sekolahan Kyra. "Iya, Ma." Kyra mengangguk. Dia lantas pergi meninggalkan ibunya yang masih menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah mengantar Kyra, Zura lantas kembali mengemudikan mobilnya. Dia mungkin akan belanja atau ke mana. Dia akan bosan jika berada di rumah sepanjang hari. Mobil Azzura melintasi padatnya jalanan ibu kota. Mobilnya berjalan pelan sembari pandangannya menoleh ke kiri dan ke kanan. "Itu Vio? Kenapa dia di sana?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN