BAB 3

1309 Kata
Hari keberangkatan pun tiba. Kini aku berada di bendara. Kutatap wajah kedua orang tuaku. Aku merasa sedih saat memikirkan aku harus pergi jauh dari mereka. Seumur hidup aku tidak pernah pisah dengan kedua orang tuaku. “Ma, Pa ... jaga diri kalian baik-baik yah?” lirihku. Kedua mataku mulai berkaca-kaca. Rasanya aku ingin menangis. Bunyi pemberitahuan terdengar. Yu Yang menghampiriku dan mengatakan bahwa aku harus pergi. Aku mengangguk pelan dan menatap kedua orang tuaku. Aku peluk kedua orang tuaku. “Ma, Pa, ... aku pergi duli. Jaga diri kalian yah?” ujarku pelan. Kulepas pelukanku. Kedua orang tuaku tersenyum tulus padaku. Kulambaikan kedua tangaku saat melangkah menjauhi mereka berdua. “Tunggu aku Xue Mei ...” batinku. **** Di dalam pesawat kepalaku sangat pusing. Guncangan pesawat membuat perutku mual dan merasa tidak nyaman. “Minumlah obat ini.” Yu Yang memberiku sebuah pil penenang. Aku berterima aksih kepadanya sebelum memenum pil pemberiannya. Aku tidak bual lagi. Tapi, kedua mataku sangat berat. Aku sangat megantuk. “Tidurlah. Tidak apa-apa,” kata Yu Yang pelan. Aku mengangguk dan tertidur di pundaknya. Tak lama kemudian, saat aku membuka mataku. Aku telah berada di punggung Yu Yang. Astaga! Aku pasti berat sekali. Berapa lama aku tertidur? Aku kira aku hanya tidur sebentar. “Turunkan aku ...” ujarku pelan. Ia menurunkanku dengan sangat hati-hati. “Maafkan aku. Aku pasti sangat berat,” kataku malu. “Tidak. Kamu tidak berat, kok.” Kami berdua pun melanjutkan perjalanan. Setelah mengantuku ke hotel. Yu Yang kembali kerumahnya. Rasanya seluruh badanku remuk. Perjalan ini sangat melelahkan. Kuhempaskan tubuhku begitu saja di ranjang. Aku tidak sabar menunggu esok hari. Aku punya dua hari sebelum memulai pekerjaan di kantor Yu Yang. Dengan dua hari itu. Aku bisa menemui Xue Mei. **** Esok harinya pagi-pagi sekali aku membuka leptopku. Mencari informasi keberadaan biasku. Ia tersenyum saat menemukan jadwalnya. Hari ini ia akan menghadiri acar festival yang di lakukan tiap tahun di China. Acaranya jam 8 pagi. Masih ada sisa dua jam untuk bersiap-siap. “Aku harus mandi cepat,” batinku. Kulangkahkan kakiku menuju toilet kamar hotel. Wahhh, hotel yang aku tempati sangat mewah dan elegan. Selain itu, hotel ini sangat murah. Tiga puluh menit kemudian aku selesai mandi. Aku keluar dengan menggunakan sebuah handuk yang melilit di tubuhku. Air menetes dari rambut ketubhku. Tapi, aku membiarkannya. Kubuka koperku dan mencari baju yang pas untuk hari ini. Tadi malam aku sangat lelah jadi belum sempat merapikan semua barang-barangku. Masih ada hari esok untuk merapikan barang-barangku. Kutatap wajahku yang di cermin. Melihat penampilanku dengan cermat. Aku mengangguk pelan saat tidak menemukan hal yang aneh pada pakaianku. “Saatnya berangkat!” pekikiku senang. Aku memesan mobil oneline. Memintanya untuk mengantarku ketempat fastival. Setibanya di sana. Kulihat jam yang melingkar di tanganku sebelum turun dari mobil. Masih ada tiga puluh menet sebelum penampilan Xue Mei di mulai. Jadi, aku putuskan utntuk berkeliling sebentar di sekitar fastival. Kucicipi tiap-tiap jajanan yang ada di China. Sungguh enak sekali. Pertama kalinya aku ke China. Tak menayangka China adalah negara yang menyenangkan. Makanan jajanannya pun enak-enak. “Xue Mei!!” “Xue Mei! I love you!” Teriakan-teriakan tak hentinya, membuyarkan aktifitasku yang sedang mencicipi makanan. Mungkin Xue Mei sudah datang. Dengan terburu-buru aku membayar makananku dan berlari ikut masuk kekerubunan para fans Xue Mei.  “Xue Mei!” teriakku di antara teriakan para fans yang lain. Wajahnya yang sangat tampan membuat hatiku kembali luluh. Akhirnya aku bisa menatapnya langsung. “Arghh” aku meringis kesakitan saat sesorang mendorongku dengan sengaja. Membuatku tersungkar. Tak ingin tinggal diam aku bangkit dan mendorong wanita itu. Wanita itu melihatku dengan tatapan membunuh. Kau pikir aku takut. “Kau berani-beraninya kau mendorongku!” wanita itu ingin menghajarku. Tapi, dengan cepat aku menghindar. Memegang tangannya dan memelintirnya hingga membuuat ia meraung kesakitan. “Arggghh! Sakit maafkan aku.” Kulepas tangannya dan menatapnya dingin. “Arhhh, sial!” racauku saat menyadari kerubunan Xue Mei telah menjauh.  Aku hanya mendengus pelan sebelum berlari mengejar kerubunan Xue Mei. Tapi, sayang. Lelaki itu keburu masuk kedalam ruangan yang di jaga oleh beberapa bodyguard. Kulihat beberapa fans fanatik ingin mencoba memasuki area terlarang itu. “Yakk! Kalian. Bisakah kalian menyingkiri dan biarkan Xue Mei beristirahat!” teriakku. Tapi tidak ada yang mendengar. Mereka hanya menatapku sebentar lalu kembali ingin menerobos. Kukepalkan kedua tanganku. “Jangan salahkan aku kalau kalian akan masuk kerumah sakit,” batinku. Aku sangat emosi melihat mereka. Katanya mereka sayang Xue Mei. Tapi, perlakukan mereka hanya akan menyakiti idola sendiri. Dengan wajah menahan arah. Aku mendekati pada fans fanatik itu. Aku hanya tersenyum sebentar lalu membantingnya satu persatu. Aku berdecak kagum saat melihat mereka semua kesakitan. “Makanya. Kalau jadi fans itu jangan kelewatan,” ujarku pada mereka. Kulihat mereka menatapku tidak suka lalu pergi. “Terima kasih telah membantu kami,” ujar salah satu bodyguard. Aku mengangguk pelan dan tersenyum. “Tidak apa-apa. Lagian Xue Mei adalah idolaku.” **** Acara fastival pun di mulai. Satu persatu artis menampilkan bakat mereka. Tak lama kemudian. Artis yang aku tingg-tunggu akhirnya maju di atas panggung. Aku berteriak histeri. “Xue Mei!” Tak henti-hentinya aku berteriak.  Saat lelaki itu menyanyikan sebuah lagu mellow dan indah. Duniaku seakan terhenti. Aku merasa hanya ada dia dan aku. Lelaki itu tersenyum padaku dengan membawakan sebuah lagu merdu.  Aku terpana dan terpesona. “Xue Mei!” “Xue Mei! I LOVE YOU!” Teriakan para fans membuyarkan lamunanku. Waktu begitu singkat. Tak terasa acara fastival telah berakhir. Setidaknya aku bisa melihatnya secara langsung.  Hari mulai semakin gelap. Aku berjalan seorang diri menyusuri trotoar. Aku ingin menikmati indahnya pemandangan di malam hari saat di China. Tak kusangka aku benar-benar datang ke China. Tiba-tiba rintik hujan mengenai tubuhku. Aku berlaliri sekencang mungkin untuk mencari perlindungan dari hujan. “Sial!” pekikku. Aku tidak menemukan tempat yang bisa ku jadikan tempat perlindungan. Bajuku sudah basah sedikit. Jadi aku memutuskan untuk kembali berjalan. Biarlah hujan membasahiku. Sekali-kali main hujan-hujan tidak apa-apa. Jalanan di trotoar sangat sepi. Hanya ada beberapa orang yang beralu lalang. Mungkin karena sudah malam. “Dia di sana! Cepat kejar dia.” Sebuah suara mengagetkanku. Kubalikkan badanku dan kulihat seorang lelaki berlari kearhku dengan cukup kencang. Beberapa orang mengejarnya dari belakan. Aku mematung sejenak. Lelaki itu memakah jaket hoodie berwarna hitam. Terlalu gelap untuk menatap wajah lelaki itu. Aku mematung saat ia semakin dekat denganku. Mengapa ia berlari ke arahku? “WHAT! Apa yang kau lakukan!” teriakku saat tiba-tiba saja lelaki itu mengenggap tanganku dan menjakku berlari bersamanya. Lelaki itu tidak menjawab. Ia hanya fokus berlari sekuat mungkin. Kemi berdua berbelok di sebuah gang kecil. Kulihat ia melepas jaketnya. Dan tiba-tiba saja ia menciumku. Waktu seakan terhenti saat lelaki itu menciumku. “Di mana dia? Dia mungkin lari kesana.” Kudengar percakapan beberapa orang yang mengejar lelaki ini. Lelaki itu melepas ciumannya saat orang-orang yang mengejarnya menjauh.  Wajahku bersemu merah. Lagi-lagi aku di cium oleh orang yang tidak aku kenal. “Yakk! Apa yang kau lak-“ teriakanku terpetus saat menatap wajah lelaki itu. Apa aku sedang bermimpi? Ini tidak mungkin. kucubit pipiku pelan dan aku meringis kesakitan. Aku tidak bermimpi. Ini kenyataan. Lelaki yang sangat ingin aku temui kini ada di hadapanku. Idolaku, biasku, lelaki yang aku cintai dan yang sayangi kini berada di hadapanku. Yang lebih mengejutkan dia juga telah menciumku. Wah, betapa senangnya diriku. Mimpi apa aku semalam.hari ini aku dapat rejeki nomplok. “Xue Mei ...”  ujarku pelan. Ia menatapku sejenak. “Maafkan aku. Kau boleh pergi,” kata lelaki itu dingin. “What?” perkataannya sangat dingin. Tapi, aku tidak peduli. Aku tersenyum menatapnya. Aku ingin memeluknya. Aku ingin menciumnya sekali lagi. “Xue Mei ... aku-“ perkataanku terpotong dan tergantikan erangan kesakitan. Saat aku mendekatinya dan ingin memeluknya. Lelaki itu malah medorongku cukup keras. “Yakk! Apa yang kau lakukan!” bentakku. Aku tidak bisa terima. Bisa-bisanya lelaki ini mendorongku.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN