Tubuh Raellyn kontan kembali bergetar. Emosinya mulai didominasi oleh amarah. Dia tidak percaya akan mendapatkan tuduhan tidak terhormat dari pria yang baru dia temui. Merasa terhina, Raellyn kontan menatap tajam pada sang director. Dia merasa bahwa pria yang baru dia temui hari ini tidak berhak untuk menjustifikasinya demikian.
“Sebuah komitmen dalam hubungan asmara tidak harus didahului dengan kehamilan dan seorang anak, Pak Director.” Melihat sang director mengangkat kedua alisnya perlahan-lahan. Raellyn mengangkat kembali pisau lipatnya tepat di hadapan sang director, mengambil resiko untuk kembali menantangnya atas bekal pengetahuan yang dia dapat dari Arsene. Mengancam orang seperti ini Raellyn tahu adalah tindakan kriminal, tapi karena dia sudah kehilangan akal untuk mencari ide yang lebih baik. Maka apa boleh buat. “Kau itu pria yang berpengalaman dengan wanita. Harusnya kau tahu bahwa kehamilan bisa dicegah saat kau tidak menginginkannya.” Sesaat Raellyn bisa melihat ada kedutan kecil di ujung bibir sang director. Entah itu berarti apa, tapi yang jelas pria itu seperti sedang mengejeknya.
“Kau bisa menurunkan pisau lipatmu, Miss Raell. Namun jangan kira aku akan mengakuimu sebagai seorang wanita terhormat. Sebab seorang wanita terhormat tidak akan pernah bertingkah barbar seperti dirimu sekarang ini.” Jemari sang director berhenti mengetuk-ngetuk meja. Dia bahkan mengubah posisi duduknya menjadi lebih santai meskipun berada di bawah ancaman. Sangat elegan. “Yang pasti, aku tidak bisa memahami apa yang kau butuhkan dariku sebagai bentuk pertanggung jawaban yang kau mau sekaligus memuaskan kata sepadan yang sejak tadi kau ucapkan padaku. Mengapa tiba-tiba aku dilibatkan dalam kisah asmara kalian?”
Arnav menggeser tempat duduknya, jas yang menutupi pundak lebarnya tertarik mengikuti gerakan. Ketika itu pula Raellyn bersumpah bahwa rompi berwarna hijau tua yang dikenakan oleh sang director adalah rompi terbaik yang pernah dilihat oleh si gadis sejauh dia hidup. Mengapa tiba-tiba pria di hadapannya sekarang jadi terlihat jauh lebih menarik dan berkelas? Seperti seorang tokoh utama dalam naskah film yang selalu di tulisnya.
“Semua yang aku sampaikan ada dalam catatan yang terselip dalam berkas yang kau terima.”
Pria itu menaikan sebelah alisnya. Kemudian membuka lembar pertama. Disana Raellyn memang telah menyiapkan sebuah catatan kecil dari tulisan tangannya. Inti dari seluruh aksinya hari ini. Arnav terlihat menyangsikannya.
“Catatan kecil ini lebih seperti penggambaran atas malapetaka dan ancaman atas terjadinya skandal dan juga kematian dalam keluargaku khususnya untuk adikku yang nakal Arsene.” Dia kemudian menutup kembali berkas tersebut. Pria itu justru lebih memilih menatap kearah Raellyn dengan penuh minat. “Semua orang tahu bahwa hubungan cinta tidak akan bisa berjalan hanya karena satu orang saja. Tapi baiklah akan aku kesampingkan soal itu, aku akan mencoba untuk menerka inginmu dengan cepat. Mari kita berdua bicara soal bisnis sekarang. Apa yang kau inginkan dariku? Uang? Rumah? Emas permata? Tentukan sekarang, karena aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni perempuan antah berantah sepertimu.”
Raellyn kontan tersinggung atas ucapan yang di lontarkan oleh Arnav. Sebab lagi-lagi pria itu baru saja menginjak harga dirinya dengan tatanan kalimat khas yang selalu orang kaya lontarkan kepada orang miskin seperti dirinya. Secara impulsif Raellyn langsung melempar pisau lipat yang ada ditangannya.
Pergerakan yang cepat tadi membuat Arnav langsung berhenti melakukan pergerakan untuk menghindari benda itu menyabet kepalanya. Padahal Arnav baru saja hendak membuka laci meja kerjanya. Entah mau mengambil apa.
“Kau beruntung memiliki kemampuan refleks yang bagus, Sir. Jika tidak mungkin kali ini kepalamu yang terluka.” Raellyn menarik napasnya dalam-dalam, mencoba untuk tidak termakan amarah meskipun nyatanya rasa itu telah lebih dulu berkobar di dalam dirinya. Dia sendiri juga sebenarnya gugup sedikit takut kalau pergerakannya yang sembrono malah melukai lawan bicaranya.
“Oh, dan apakah seorang pria terhormat tidak bisa menyaring ucapannya sendiri? coba balik posisinya sekarang. Jika kau memiliki saudara perempuan dan seseorang pria kurang ajar memperdayai dan memikatnya dengan sebuah janji suci akan cinta dan pernikahan. Lalu tiba-tiba saja mencampakannya begitu saja dengan menikahi perempuan lain. Balasan seperti apa yang akan kau tuntut dari dia? Apakah cukup dengan uang? Rumah? Emas permata?” tanya gadis itu sembari mengetukan jemarinya pada pegangan kursi yang terbuat dari kayu secara konstan. Arnav sendiri malah balik memberinya sebuah senyuman yang Raellyn artikan sebagai sebuah senyum menyebalkan.
“Ya, kau benar. Kurasa hanya kematian yang sepadan dengan itu.” Mendengar jawaban dari Arnav sontak Raellyn goyah, ketukan yang dia buat langsung terhenti, wajahnya mengkerut tidak senang. Pria ini sudah gila kah?
“Aku tidak menginginkan kematian Arsene.” Entah mengapa tiba-tiba saja perut Raellyn bergejolak hanya karena memikirkan kemungkinan buruk tersebut. “Membicarakan kematian adikmu dengan sangat mudah membuatku sadar bahwa reputasimu benar-benar buruk Director Arnav.”
Anehnya bibir sensual pria itu malah menyeringai geli dan bukannya tahu diri, hal yang membuat Raellyn semakin geram padanya.
“Aku sedang tidak membicarakan soal Arsene, aku sedang membicarakan tentang kematian pria kurang ajar yang menggoda dan mencampakan adik perempuanku, hasil dari rekaanmu sendiri beberapa saat lalu.” Bahkan kalimat yang dia sebutkan terdengar main-main seolah sengaja untuk mengejek Raellyn.
“Jangan berbelit-belit Sir Arnav. Intinya aku menuntut pertanggung jawaban dari adikmu. Dia harus menikahi aku!” tegas Raellyn, suaranya meninggi.
“Permintaanmu ditolak.” Kali ini Raellyn bisa melihat betapa seriusnya pria itu. Dia sudah seperti sebuah bencana, dimana setiap perkataannya, ekspresi wajah yang dibuatnya, terlalu sulit untuk diprediksi. Malah terkesan berubah-ubah laksana cuaca.
“Apa maksudmu ditolak?” Raellyn tentu tidak terima. Usahanya untuk ini akan terbuang sia-sia begitu saja. Padahal dibutuhkan banyak persiapan untuk mendatangi pria ini secara illegal.
Director Arnav menaikan sebelah tangannya lagi keatas meja. Membuat telapak tangannya menyangga salah satu pipi pria itu. “Aku tidak bermaksud untuk membuat situasi yang kau buat ini bertambah lucu, Miss. Hanya saja kenyataannya adikku memang sudah menikah. Kau itu hanya selingan bagi Arsene. Ya, bisa dibilang kau selingkuhannya.”
Raellyn melemparkan tatapan gusar ke arah pria itu. “Kau hanya berusaha menutupi kesalahan adikmu! Tidak mungkin aku diduakan dan sudi menjadi selingkuhan orang!”
Senyum tersungging di ujung bibir Arnav. Dia seperti sedang menertawakan Raellyn dan mencelanya dengan ekspresi itu.
Wajah Raellyn memerah dan dia menelan ludah. Bukankah itu pernyataan yang mustahil. Bagaimana bisa? Arsene yang dia cintai tidak mungkin suami oranglain. “Tidak mungkin—”