“Biar aku perjelas kembali situasinya. Adikku sejak awal memang sudah menikah dengan Miss Sylvia. Kau bukan kekasih pertamanya, melainkan wanita simpanannya. Untuk itulah aku hanya akan bisa menawarkan materi. Jika kau bertanya, apa aku percaya bahwa adikku menggodamu? Terus terang saja iya, aku percaya. Sebab hanya wanita gila jujur saja yang akan menyerbu masuk ke dalam kantorku dengan cara yang tidak terduga. Terlebih aku terkesan karena kau berani menodongkan sebuah pisau lipat sembari menceritakan kisah luar biasa yang bisa dengan mudah dipastikan. Oh … tapi jangan salah, kau itu bukan satu-satunya wanita yang datang padaku dengan cerita yang sama.” Otot di kening Raellyn berkedut lagi. Arnav hanya mengulum senyumnya seolah menikmati setiap perubahan ekspresi dari wajahnya.
“Ah, dari ekspresi yang kau buat aku bisa menebak sepertinya kau masih kesulitan untuk menerima ya? Biar aku persempit lagi persepektifnya. Karena Arsene adalah orang yang terkenal di industri hiburan, mulanya kami mencoba untuk menutupi soal asmaranya. Tapi melihat kini publik sudah tahu soal rahasia kecil itu, kami tidak punya pilihan lain untuk membuat konfirmasi resminya. Sekarang aku bahkan sedang menunggu keponakanku, karena Miss Sylvia sedang mengandung. Kalau kau penasaran kenapa acara pernikahan yang tertulis di koran dilaksanakan secara terlambat. Sebenarnya itu hanyalah penegasan kembali sumpah setia mereka sekaligus sebuah propaganda belaka agar terlihat seperti sebuah pernikahan mereka yang sebenarnya di mata masyarakat.”
Air muka Raellyn kini pucat pasi. Kepalan tangan yang sudah siap untuk dia gunakan mengancam Arnav, kini lunglai di sisi tubuhnya. Pikiran gadis itu sibuk melanglang buana. Beberapa opsi dan kemungkinan di kepala membuat wanita itu kehilangan kekuatannya. Keputusasaan tiba-tiba saja hadir dan menjadikan suaranya berubah parau tatkala menanggapi perkataan sang director. Dia bukan tipikal orang yang mudah percaya, namun untuk sekarang entah mengapa dia merasa goyah.
“Aku butuh bukti.”
Kini giliran Arnav yang melempar kertas yang beberapa saat lalu hendak dia ambil dari lacinya. Sebuah kertas yang adalah surat resmi pendaftaran pernikahan tertulis jelas di kertas itu. Raellyn meraihnya dan tersentak melihat bukti yang terlalu konkret untuk dapat dia sangkal. Arsene-nya sudah menikah.
Hal menyebalkan yang paling membuat wanita itu tidak bisa percaya adalah bahwa selama ini dia sudah diperdaya dan dijadikan sebagai wanita simpanan oleh pria itu. Ketulusan yang dia berikan pada Arsene benar-benar dibalas oleh penghianatan menjijikan. Rasa nyeri meremas dadanya begitu kencang. Tapi Raellyn berusaha mati-matin untuk tetap tegar dan tenang selepas membaca benda itu dan menyodorkannya kembali pada Arnav.
“Apa itu sudah cukup menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi diantara kau dan adikku?” Arnav berujar dengan nada meledeknya seperti sedia kala.
Raellyn menghela napasnya. “Ya, itu kejutan yang membuat jantungku berdebar-debar.” Sebetulnya itu bahkan lebih dari sekadar itu. Hatinya tercabik dan hancur sekarang. Benar-benar tidak tertolong lagi.
“Satu juta dollar adalah penawaran pertama dan terakhirku, tidak ada negosiasi lanjutan untuk ini.” Arnav bangkit dari kursinya, pria itu tiba-tiba saja berjalan dan mengitari mejanya untuk mencapai tempat dimana Raellyn tengah berdiri. Melihat pergerakan dari pria itu, kontan Raellyn bergegas untuk membuat jarak.
“Mau apa kau?” Kini Raellyn tidak sadar memperlihatkan kepanikan dalam suaranya. Tapi pria itu tidak mengatakan apa-apa. Dia justru terus mendekatinya tanpa mau peduli sekitar. Atmosfer disekitar mereka tiba-tiba saja jadi terasa mencekik.
“Kau dengar aku? Jangan mendekat lebih dari ini!” teriak Raellyn. Kata-katanya memantul dari seluruh penjuru dinding ruangan kerja pria itu. Tapi anehnya di luar sana tidak nampak ada orang yang melakukan pergerakan untuk mencari tahu asal suaranya. Jangan katakan kalau tempat ini—
“Sepertinya kau sudah menyadarinya ya? Tempat ini kedap suara. Dan bukan salahku melakukan ini karena nyatanya kau sendiri yang melempar dirimu untuk aku ‘makan’.”
Raellyn kini telah bersandar pada salah satu rak buku yang berdiri di dinding ruangan tersebut sambil menatap garang pada Arnav. Hal yang membuatnya takut adalah jika pria itu mencoba melakukan sesuatu terhadapnya. Atau minimalnya dia membuka masker yang tengah dia kenakan. Wanita itu sudah berpikir untuk melukai Arnav dengan tendangan atau tinju mautnya. Raellyn bahkan menghitung satu sampai sepuluh, tapi langkah yang mendekat padanya tidak lagi terjadi.
Arnav justu mengarah pada sebuah buffet yang letaknya tidak jauh dari rak yang sedang Raellyn sandari. Pria sempat melirik kearahnya dengan senyuman yang tidak kunjung luntur dari wajahnya sambil menuangkan wine mahal terbaik yang tidak mungkin dapat Raellyn cicipi meskipun dia bekerja keras puluhan tahun kedalam dua gelas kaca yang entah sejak kapan ada disana.
“Apa kau mulai tergoda dengan penawaran dariku?” tanya pria itu.
Gambaran rumah sang paman yang terbilang kurang layak, tiba-tiba terlintas dalam benak Raellyn. Satu juta dollar memang besar tapi masih belum cukup untuk membantu pamannya menghilangkan hutang beban menahun atas tanah yang dia gadaikan. Apalagi untuk membantu perekonomian mereka yang sulit karena keperluan sehari-hari. Sebetulnya Raellyn suka dengan gagasan yang cemerlang itu. Namun nominal uangnya masih jauh dibawah harapan. Meski jujur saja dia hampir tergoda untuk menerima tawaran itu.
“Kau pikir begitu? Sungguh angkuh benar tingkahmu, Sir Arnav,” timpal Raellyn.
Untung saja akal sehat dan ego-nya lebih banyak bermain untuk itu. Dia tidak bisa begitu saja mengabaikan harga dirinya yang telah terluka lantaran telah dibodohi sedemikian rupa oleh Arsene. Dia juga tidak ingin begitu saja membiarkan pria yang dia cintai membuatnya patah hati dan sakit sendirian. Jika bisa maka akan lebih baik bila mereka berdua yang rasakan.
Raellyn tidak ingin masuk neraka sendirian. Bila perlu dia akan mengajak orang lain bersamanya. Raellyn akan membalas rasa sakit yang dia rasakan. Gadis itu sudah membuat keputusannya dalam situasi ini.
Tatapan Arnav kembali terfokus padanya, maka kini giliran Raellyn yang juga balas menatapnya dengan intimidasi yang sama. “Jadi?”
“Penawaran merugikan seperti itu apa menurutmu cukup untuk menggoyahkan keteguhan hatiku? Hah, yang benar saja,” timpal Raellyn sambil mendecakan lidahnya untuk meremehkan Arnav.
“Merugikan? Aku bahkan sudah bermurah hati padamu.” Pria itu menaruh minuman yang baru sekali dia teguk keatas nakas. Kemudian membawa tubuhnya untuk berdiri tepat dihadapan Raellyn. Arnav mendesah lelah, sembari mendongakan wajahnya ke langit-langit.
Raellyn meneguk saliva-nya sendiri tatkala dia terpaksa memandangi leher jenjang pria itu dan mendapati bagaimana lekukan indah itu terbentuk. Hal yang mustahil di miliki oleh salah satu director paling berpengaruh dalam kancah dunia hiburan di holywood. Dia punya estetika tersendiri sebagai manusia. Dia seperti mahakarya jika saja attitude-nya lebih baik dari yang dia kenali sekarang ini.
“Lalu katakan apa maumu Miss?” tanya pria itu tanpa memandangnya.
“Sesuatu yang lebih bernilai daripada sekadar uangmu. Ingatlah bahwa kau baru saja mempermalukanku dan menginjak harga diriku.” Raellyn mengulas senyum mengejek padanya.
“Menginjak harga diri katamu? Tidakkah kau lupa bahwa aku juga sudah menawarimu satu juta dollar Miss. Hanya orang t***l saja yang merasa dirugikan atas kebaikanku yang berlimpah seperti itu dariku.” Raellyn bersumpah pria itu sengaja menekan kata t***l diujung lidah untuk mematik amarahnya lagi.
“Uang saja tidak cukup untuk memperbaiki hati yang patah, Tuan Director.”
Hanya jeda beberapa detik saja, pria itu bangkit dari kursinya. Raellyn sama sekali tidak dapat menduga pergerakannya yang sangat cepat dari Arnav. Bahkan sampai tak sadar membuat dirinya sudah terperangkap begitu saja. Pria itu tiba-tiba telah mencengkram dagunya. Gadis itu kontan terkejut bukan main.
Meski berada dalam situasi seperti itu, Raellyn tidak ingin berada di bawah kontrol. Permainan ini tidak boleh di pimpin oleh pria itu jika dia tidak ingin kalah. Maka Raellyn kemudian secara tanggap menggunakan kesempatan yang ada. Dia menyentuh langsung d**a sang pria dengan gerakan vertikal menggoda menggunakan jari jemarinya. Begitu tenang dan hati-hati, seolah dia ahli dalam urusan ini.
“Jika tidak memungkinkan bagi Arsene untuk menikahiku. Maka kuberi kau kesempatan emas untuk menggantikannya. Sebab hanya itu satu-satunya hal yang kupikir sepadan untuk menebus tindakan tercela dari saudaramu dan juga rasa malu yang terlanjur diukir oleh pria itu pada keluargaku,” tutur Raellyn sembari memainkan nada bicaranya, dia tidak tahu bahwa akan tiba baginya untuk berlagak seperti ini demi memuaskan keserakahannya.
“Kata-kata yang keluar dari bibirmu sangat sembrono, Miss.” Arnav berbisik tajam pada telinga Raellyn, membangun sebuah rasa kesiagaan dan juga rasa dingin yang begitu menusuk. “Apa perlu ku ajarkan tatakrama yang harus kau patuhi bila berhadapan dengan orang yang lebih tinggi darimu? Bagaimana kalau dimulai dengan merasakan bibir tajammu yang tertutup benda ini lebih dulu agar kau paham posisimu?”
Ah tidak! apapun asal jangan maskernya! Jangan sampai dia membuka maskernya! Dia tidak boleh ketahuan. Arnav tidak boleh tahu bahwa mereka pernah bertemu sebelum ini.
Ketegangan meliputi diri Raellyn. Apalagi saat tangan pria itu secara perlahan mulai mencoba membuka maskernya. Apakah kedoknya sekarang akan terbuka?