Tuntutan

1206 Kata
“Hati-hati Miss, benda kecil itu bisa melukai.” Suara sang pria terdengar begitu santai, padahal situasinya sedang berada dibawah kendali seorang perempuan yang bisa mencabut nyawanya kapan saja. Tangan si pelaku berusaha untuk tidak gemetaran ketika dia menodongkan sebuah pisau lipat kearah pria yang sedang duduk nyaman ditempatnya dari arah belakang. “Kau pikir aku bermain-main?” tukas Raellyn sembari tetap menodongkan pisau lipat miliknya kearah pria itu. Gadis itu mencoba untuk menghilangan getaran yang tidak perlu pada jemari tangannya. “Dengarkan aku Sir Arnav yang terhormat! alasanku kemari adalah untuk menuntut tindakan kejahatan paling keji yang telah adikmu lakukan. Aku meminta pertanggung jawabannya secara penuh atas dosanya itu!” Raellyn sempat melirik kearah papan nama di atas meja yang tengah pria itu duduki. Seolah perlu memastikan kembali bahwa dia tidak salah dalam menyebutkan namanya. Pria yang dipanggil Arnav tersebut tetap duduk dengan santai di kursinya seakan-akan ucapan dan juga pergerakan yang Raellyn buat untuknya bukanlah jenis ancaman serius. Raellyn menggertakan giginya dan tidak mengacuhkan sama sekali keangkuhan pria yang sedang meremehkannya kini. Justru sebaliknya, gadis itu malah semakin menjadi dengan menodongkan senjata miliknya lebih dekat, sejajar dengan leher sang Director. Bahkan menggoresnya hingga darah mengalir dari sana. “Pertanggung jawaban kah? Kalau begitu silahkan turunkan benda itu dan duduklah disana.” Arnav menunjukan satu buah kursi bersandar tinggi yang posisinya tepat di hadapannya. Pria itu juga tidak memperlihatkan sedikitpun keraguan dalam ekspresi wajahnya. Raellyn melirik kearah kursi yang ditunjuk oleh Arnav, lututnya memang sempat gemetaran. Ini adalah akibat dari salah satu tindakan nekat yang dia buat, sekali dalam seumur hidupnya. Raellyn berharap dengan ini dia bisa mendapatkan apa yang dia kehendaki. Dibandingkan berdiri dan merasa pegal, akhirnya gadis itu memilih untuk duduk di tepi kursi yang sudah sang tuan tawarkan dengan sangat hati-hati. Berkali-kali dia menggaris bawahi tindakan yang dia pilihnya saat ini bukan karena dia mematuhi pria itu. Raellyn memilih genjatan senjata sementara, dan berperilaku seperti manusia terpelajar pada umumnya. “Baiklah sekarang katakan padaku kejahatan keji apa yang sudah aku lakukan, hingga kau bergerak secara nekat menyerbu kantorku dan melakukan tindakan kriminal yang bisa memastikan hukuman pidana bagimu?” Suara Arnav kini berubah menjadi sangat datar namun tajam. Raellyn kontan membanting sebuah lembaran koran di atas meja sang director dari tempat dia duduk. Permukaan meja yang terbuat dari kayu ek memang cukup licin, sehingga membuat koran tersebut meluncur ke sebrang meja dengan sangat mudah. “Bagian headline surat kabar tersebut membahas soal rencana pernikahan adikmu dengan Miss Sylvia.” Bibir Raellyn berkerut sedikit mengejek tatkala menyebut nama wanita itu di depan sang Director. Ingin rasanya dia meludahi wanita itu sekalian bila saja dia punya kesempatan bertemu. Lagipula wanita mana yang akan senang saat ada seorang perempuan gatal mencoba mencuri kekasihnya, bahkan membuat pria itu berpaling sampai mau menikahinya ? tentu tidak akan ada. “Apa yang membuatmu terganggu atas hal ini?” Kedua tangan Raellyn kontan mengepal, apalagi saat Arnav memberikannya sebuah gestur meremehkan. Tubuh pria itu tercondong ke depan, menopang dagunya dengan kedua tangan. Seperti dia sedang mencoba mempelajari ekspresi wajah Raellyn layaknya ia adalah jenis lalat yang menakjubkan. “Arsene adikmu itu, adalah kekasihku!” Raellyn yang marah tidak bisa menghentikan gerakan tubuhnya. Gadis itu berdiri dari posisi semula, hingga membuat suara deritan dari kursi kayu yang dia duduki beberapa saat yang lalu. “Bisa kau ulangi lagi perkataanmu barusan?” Suara Arnav terdengar begitu rendah. Untuk sesaat Raellyn bahkan tidak yakin pria itu menanggapi perkataannya karena nyaris lebih seperti berbisik. Namun, menyadari bahwa Arnav menatapnya dengan sangat serius dan tidak ditemukan adanya perubahan reaksi sama sekali. Kontan Raellyn diam-diam menelan saliva-nya sendiri. “Arsene adalah kekasihku. Kami sudah menjalin hubungan kurang lebih satu tahun, dan satu pekan lalu dia baru saja mengajakku untuk menikah. Buktinya adikmu memberikanku benda ini sebagai tanda kasih sayangnya. Tanda kami telah mempersatukan cinta juga sebagai tanda dia mencintaiku.” Raellyn mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ini adalah sebuah gertakan lain yang dapat Raellyn lakukan. Bukti kuat bahwa dia tidak berdusta, serta hubungan mereka memang ada secara realita. Gadis itu melemparkan sebuah liontin yang Arsene berikan padanya di musim salju tahun lalu. Rantai kalung dari benda itu bergemercing menyentuh permukaan meja dan kemudian meluncur begitu saja. Untungnya tidak sempat terjatuh lantaran ditahan oleh tangan sang director. Otot kening pria itu kontan berkedut ketika melirik kearah liontin dari sang wanita. “Arsene menghadiahkan benda ini padamu?” Pria itu bertanya seolah meragukan kebenarannya. Namun yang pasti, Raellyn bisa melihat pria itu nampak teliti memeriksa setiap detail dari benda yang dia lemparkan. “Ya, sebagai janji kesetiannya dan juga komitmennya terhadapku. Itulah yang dia deklarasaikan padaku saat itu.” Raellyn mengiyakan dengan penuh keyakinan. “Tapi sekarang, baru satu pekan setelah dia berkata ingin menjalani hubungan yang lebih serius tiba-tiba saja dia pergi. Dan surat kabar itu mengkonfirmasi keberadaan kekasihku yang ternyata hendak menikahi perempuan lain.” Pisau lipat di tangan Raellyn mulai bergetar gara-gara emosinya. Dia memang tidak lagi mengacungkan benda itu pada Sir Arnav, tapi si gadis masih menggenggam erat benda berbahaya itu di tangannya saat mereka berada dalam posisi duduk berhadapan seperti ini. Arnav hanya menghela napasnya. “Apakah begini cara orangtua dari kalangan masyarakat miskin mendidik anaknya? Melakukan langkah sembrono dengan mengancam orang saat putus asa. Memalukan diri sendiri hanya demi mendapatkan pengakuan dari orang yang punya uang lebih darinya? Aku tidak habis pikir.” Raellyn tersentak mendengar pernyataan halus bernada menghina dari Arnav. Tapi gadis itu tidak langsung hilang kendali, dia mencoba tetap tenang. Meskipun memang saat ini dia sangat paham bahwa orang yang sedang dia hadapi tengah mencari celah untuk mendorongnya dalam situasi merugikan. Membuatnya menyerah tanpa pertanggung jawaban setimpal. “Apakah ini cara putus asamu Pak Director yang terhormat? Menyalahkan orangtuaku padahal jelas-jelas aku datang kemari akibat tingkah laku tidak bermoral yang telah adikmu lakukan! Apa penting membahas soal strata dalam pembicaraan ini?” Kedua alis Arnav kontan mengerut tak suka. Barangkali dia tidak memperkirakan akan mendapatkan balasan yang sama tajamnya dari sang gadis. “Lantas ? Apa sekarang kau tidak lagi berniat membunuhku dengan pisau kecilmu Miss Raell ?” Raellyn mengabaikan sepasang mata yang menjelajahi tubuhnya dengan pandangan tidak senonoh. “Aku akan mencabik-cabik tubuhmu dengan mudah, bila memang aku tidak mendapatkan keadilan yang pantas untuk ini.” Director muda itu pada akhirnya mengangkat dagu dari kedua tangannya dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Dia mengetuk-ngetukan jemarinya di atas meja. Seolah dengan hal itu akan dapat membuat Raellyn gelisah. Gerak gerik pria itu jelas sedang mencoba mempelajari tamu tak diundangnya. Raellyn sendiri harus mengakui bahwa dia sedikit terintimidasi, dan dia juga mengiyakan bila tindakannya sembrono dan memalukan. Tapi tetap saja dia tidak mungkin hanya bisa berdiam diri ketika kepercayaan yang dia miliki dihancurkan. Meskipun Raellyn hanyalah seorang putri dari orang biasa, dengan kondisi keuangan yang tidak cukup bagus. Tapi harga dirinya tetap nomor satu bagi gadis itu. Bahkan dia tidak menduga bahwa urusannya ini akan mempertemukan dia dengan orang yang kaya raya secara langsung begini. Padahal sebelumnya dia hanya mengenal pria bernama Arnav ini dari cerita yang kerap Arsene bagi padanya. Dulu dia pikir kekasihnya itu sedang berdusta, tapi setelah berhadapan seperti ini, Raellyn tidak percaya bahwa hubungan darah diantara mereka betul-betul sungguhan. Selain karena kepribadian mereka juga sangatlah berkebalikan. “Apa sekarang kau sedang hamil bayi adikku?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN