Pesugihan Vallak

767 Kata
Hal paling mengesalkan bagi seorang Arga adalah saat lelah-lelahnya pulang kampus, dan disambut k*****t-k*****t yang sudah nongkrong di ruang tamu rumahnya dengan berbagai bacotan unfaedah yang biasa mereka lontarkan. Ingin rasanya mengusir mereka satu per satu, tetapi ada Ibu Negara yang pasti akan balik memarahinya. Jadilah Arga berpura-pura menyambut, padahal cuma setengah hati. "Assalamualaikum, Bu." "WAALIKUMSALAM, AGA!" Arga memberi salam hanya pada ibunya, tapi yang jawab kayak manusia se-RT. Yah, memang empat manusia itu suaranya macam toa. Siapa lagi kalau bukan Bambam, Marcell, Yugi, dan Devon. Lupa, mungkin hanya Devon yang rada kalem. Kalem, tapi sekali nyeletuk jadi pengin nyemplungin dia ke Atlantik. Ya bagaimana nggak mau nyemplungin, orang perkataannya terlalu polos. Pernah suatu hari waktu mereka masih SMA, karena kesal sudah remedi mapel Ekonomi selama tiga kali tapi nilai tetap jeblok, mereka memutuskan buat nyontek berjamaah. Alhamdulillah, setelah itu lulus. Tapi baru saja diumumin nilai mereka lumayan, Devon nyeletuk, untung udah ada BBM. Bisa bikin grup chat dan berbagi contekan dengan mudah. Terdengar oleh Pak Bambang, dan nilai mereka pun hangus alias dapet nol tanpa remedi lagi. Pernah juga suatu ketika pas Bambam lagi jalan sama Nana, tapi juga lupa ada janji sama Selly. Bambam minta Devon buat nemenin Selly dulu sebelum Bambam balik. Eh, ketika ditanya sama Selly Bambamnya ke mana, Devon dengan polosnya jawab: Bambam tadi ngechat gue, katanya mau nyari tempat sepi dulu sama Nana. Gue disuruh nemenin lo di sini sementara dia mau naena. Gak tau juga gue naena itu apaan. Mungkin semacam naik odong-odong? Kan, ena? Memang Bambam chat ke Devon gitu. Tapi, kan, tidak usah segoblok itu buat dijelasin secara rinci? Setelah itu Selly ngelabrak Nana dan Bambam. Bambam diputusin Selly dan digampar Nana. "Ngapain pada di sini?" tanya Arga setelah mencium tangan ibunya. Diliriknya meja yang berserakan sisa-sisa makanan. Kan, mereka datang cuma buat numpang nyamil pastinya. "Mampir doang kali, Ga. Udah lama gak ke sini," balas Marcell sambil memakan kue kering yang tinggal beberapa biji lagi di dalam stoples. "Halah, numpang makan aja paling lo pada." "Heh, Ga. Gak boleh gitu ke temennya!" Tuh, kan, Ibu Negara suka gitu, manjain temen-temen Arga makanya pada ngelunjak, tuh, manusia-manusia tiap datang ke rumah. "Bu, telepon Ayah, gih. Ibu kangen, kan, sama Ayah? Bilangin Arga juga kangen. Yuk, yuk, telepok Ayah di kamar, ya!" ujar Arga sambil membalikkan badan ibunya dan mendorong pelan bahu sang Ibu untuk pergi ke kamar. Bukan maksud kurang ajar, Arga memang sangat dekat dengan ibunya jadi wajar saja, sih. "Ya ampun, iya iya. Temen-temennya perlakuin baik. Awas gak boleh kasar, ya. Ibu gak ngajarin!" "Iya iya, Bu." Arga menghela napas begitu ibunya benar-benar sudah masuk ke kamar. Lantas ia merobohkan tubuh di atas sofa single dengan lemas, lantas menatap para manusia di hadapannya dengan malas. "Ada apa?" Arga nanya datar. "Futsal." "Males ah." "Jangan gitu dong, njeng. Kalau gak ada lo, kita kurang personel!" balas Bambam melas. "Banyak tugas gue. Mana harus latihan band juga sama anak-anak. Lu, Marcell k*****t! Ke mana tadi siang?" cerocos Arga, menunjuk Marcell kesal. Marcell nyengir, menyeruput kopi di hadapannya lalu menjawab, "Nemenin Rena. Kasian gak ada temennya tuh bocah." "Halah, modus bazeng!" "Gak ada temen apa gak ada temen?" "Paling lo yang menel duluan." "Eh tapi Rena emang geulis, cuy." "Body-nya juga oke." "Kayak gitar Spanyol, Bam?" "Kagak, sih. Tapi lumayan lah." "Bisa tahan berapa lama kira-kira, Cell?" "Halah, dua menit aja dia mah gak kuat." "Anjing!" "Tapi beneran, sih, bening si Rena." "Iya, menang banyak nih si Malika." "Iya, padahal gantengan gue, putihan juga gue. Lebihnya Marcell yang gak gue miliki mungkin kegoblokannya." Devon seketika mendapat death glare dari Marcell. "s****n lo!" ketus Marcell. "Nyebar hoax gue kurebin lu di Jeruk Purut!" "Biar ketemu Vallak terus jotos-jotosan ngerebutin siapa yang lebih putih, ya, Cell?" Yugi ngangguk-ngangguk. "g****k, ih. Emangnya sejak kapan Vallak bermigrasi ke Jeruk Purut?" Bambam mukul kepala Yugi keras. Arga mah masih nyimak. "Kemaren malem. Dia SMS gue." "Bodo, Gi." "Saking frustasinya jomlo bertahun-tahun akhirnya lo deketin Vallak?" "Iya, pesugihan Vallak belum ada, kan?" Yugi mah gitu, nyeletuk gak pernah mikir. "Tai." "Monyet." "Muka lu, tuh, kayak t*i monyet!" Yugi melempar kripik pisang ke muka Marcell. Kemudian ngakak. "Setan! Bukan temen gua, ya, lu!" "NJENG, MINGGAT LO PADA DARI RUMAH GUE!" Akhirnya, Arga lelah menyimak sitdown comedy di hadapannya dan berteriak murka. Bahkan sempat-sempatnya dia menendang sofa yang diduduki Devon dan Yugi. "Apa, sih, Ga? Lo juga mau ngikut pesugihan Vallak biar bisa dapetin Una?" "BAZENG! GUE MAU TIDUR! MINGGAT MINGGAT SANA LU, SETAN, IPRIT, b*****h!" "Ga!" "Kita bukan temen hari ini." Arga memejamkan mata sambil menaikkan kaki ke sofa yang masih diduduki temannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN