Pesta pemberkatan tahunan, menjadi salah satu pesta yang ditunggu-tunggu oleh rakyat kekaisara Eilaxia. Hal ini terjadi karena para rakyat akan menikmati pesta yang diselenggarakan oleh istana. Ya, atas perintah kaisar, setiap tahunnya istana akan menyiapkan sebuah pesta terbuka di ibukota. Di mana setiap orang dari penjuru kekaisaran bisa hadir dan menerima pemberkatan dari uskup agung, yang memang menjadi acara utama di peringatan pemberkatan tahunan itu. Pemberkatan tersebut akan berlangsung, ketika para pria bangsawan dan kesatria yang terdaftar resmi berangkat menuju salah satu gunung yang disucikan untuk mengambil air suci dari mat air suci yang berada di sana.
Setelah memberikan doa dan mengantar kepergian para bangsawan rakyat biasa akan mendapatkan pemberkatan dari uskup agung. Ketika uskup agung meninggalkan tempat, saat itulah semua rakyat boleh menikmati pesta sepuas-puasnya. Sementara, para wanita bangsawan akan berkumpul dalam satu tempat. Biasanya, sang permaisuri, wanita yang menjadi bulan bagi kekaisaran, yang akan menjadi pemimpin dalam acara berkumpul tersebut. Namun, karena permaisuri sudah meninggal sejak lama, setelah itu ada Duchess yang bertugas sebagai pemimpin, karena dulu tidak ada anggota keluarga kekaisaran yang cukup umur untuk memimpin pertemuan.
Namun, karena kini Mayla sudah melakukan debutnya bahkan sudah menginjak usia yang siap menikah, Mayla yang akan memimpin pertemuan yang biasanya membicaran isu-isu atau perencanaan penyelenggaraan pesta amal kekaisaran. Mayla sendiri dikenal sebagai seorang putri anggun yang baik hati. Karena sikapnya itu, Mayla sangat dicintai oleh rakyat, bahkan sudah tak terhitung ada berapa banyak lamaran yang ia terima dari para pangeran kerajaan tetangga.
Sayangnya, Mayla yang mendapatkan kebebasan untuk memilih pasangan dari kaisar, hingga saat ini belum menjatuhkan pilihannya kepada satu pun pria. Hal itulah yang membuat banyak yang berspekulasi, jika putri bungsu kekaisaran itu sebenarnya memiliki seseorang yang ia cintai, tetapi karena perbedaan kasta yang terlalu jauh, Mayla hanya bisa menelan pil pahit untuk merelakan cintanya.
Kembali pada pembahasan pertemuan kalangan wanita bangsawan. Biasanya, diam-diam para wanita bangsawan entah masih seorang lady atau seorang nyonya, mereka akan saling sindir dan menjatuhkan lawan yang tidak mereka sukai. Ya, dalam arti lain, pertemuan itu adalah sebuah perang urat. Karena itulah, siapa pun yang memiliki banyak musuh, sudah dipastikan akan menjadi bulan-bulanan dalam pertemuan yang tertutup tersebut. Akan ada peperangan yang tidak akan diketahui oleh orang-orang yang berada di luar pintu ruangan tersebut, dan tidak ada siapa pun yang bisa menolong seseorang yang menjadi korban penyerangan pedasnya kata-kata para wanita bangsawan.
Selain saling menyerang, para wanita bangsawan juga akan menyiapkan sebuah sulaman yang mereka buat di tempat untuk kekasih atau orang yang mereka anggap sebagai orang spesial. Setelah para pria bangsawan kembali dengan air suci yang dibawa oleh mereka, maka pesta yang diselenggarakan untuk kalangan bangsawan akan dilangsungkan di dalam istana. Uskup agung akan memberikan pemberkatan pada keluarga kekaisaran, lalu memberikan pemberkatan berurutan pada keluarga bangsawan sesuai dengan status kedudukan mereka. Setelah selesai, saat itulah pesta akan berlangsung. Dimulai berdansa, hingga menikmati jamuan, semua bangsawan bebas melakukan hal tersebut.
Namun, sebelum memikirkan hal lainnya, kini Freya dan Louis sama-sama tengah fokus untuk membantu Jolicia untuk mempersiapkan diri untuk menghadiri peperangan berkedok pesta pemberkatan tahunan tersebut. Ada banyak hal yang harus mereka persiapkan untuk membantu Jolicia. Hal yang paling penting adalah membuat Jolicia yang lupa ingatan dan berubah menjadi pemalu, kembali seperti Jolicia yang sebelumnya. Tentu saja, hal ini pasti akan menjadi pusat perhatian para wanita bangsawan lainnya, mengingat bagaimana Jolicia dulu menutup diri dan mengabaikan undangan perjamuan atau pesta dari mereka, serta banyaknya musuh keluarda Duke Baxter.
“Nyonya, ingat satu hal, jangan letakkan jari Nyonya seperti ini lagi. Mungkin tidak apa-apa jika melakukannya di mansion Duke, atau di hadapan orang-orang yang akrab dengan Nyonya, tetapi hal ini menjadi sangat tidak sopan jika Nyonya berhadapan dengan para wanita bangsawan, terutama mereka yang sudah berusia lanjut,” ucap Freya lalu membenarkan letak jari Jolicia yang tengah mengambil cangkir dengan lembut.
Wajah Jolicia memucat. Tentu saja ia sadar jika lupa ingatan, membuatnya melupakan banyak hal termasuk dengan etika sebagai seorang nyonya dari keluarga Duke Baxter. Melihat wajah murung Jolicia, Louis tidak bisa menahan diri untuk tersenyum. “Nyonya tidak perlu cemas, saya dan Freya akan membantu Nyonya untuk siap menghadiri dan perang mental dengan para wanita bangsawan lainnya. Jadi, pelajari apa yang perlu Nyonya pelajari, serta jadilah seperti Nyonya sendiri, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Tuan Duke.”
Jolicia mengangguk dan tersenyum. “Terima kasih, kalian sudah mau direpotkan olehku.”
Freya menggenggam tangan Jolicia yang bebas dengan erat. “Nyonya, kami hanya sedang mengerjakan tugas kami untuk mengabdi pada Tuan Duke dan Nyonya Duchess, jadi tidak perlu sungkan,” ucap Frea bersungguh-sungguh.
“Iya, Nyonya. Kami melakukan semua ini untuk Nyonya dan Tuan,” tambah Louis dengan sebuah senyum yang manis.
Jolicia sudah tidak bisa berkata-kata. Ia benar-benar berterima kasih dengan kebaikan dua orang ini. Terutama pada Louis yang bahkan harus bekerja dua—ah tidak, sampai tiga kali lipat demia hal ini. Louis menunduk. “Tapi saat ini saya harus undur diri lebih dulu, Nyonya. Saya harus menyiapkan proyektil yang akan sangat berguna untuk perlindungan diri Nyonya selama pertemuan tersebut,” ucap Louis.
Jolicia tidak bisa menahan diri untuk tersenyum geli. “Aku mengerti, pergilah,” ucap Jolicia memberikan izin pada Louis untuk undur diri.
Tentu saja, Jolicia kembali sibuk mempelajari segala hal yang berkaitan dengan etika dalam pergaulan kelas atas. Banyak hal yang perlu diperhatikan oleh Jolicia. Saat ini, tidak ada waktu untuk bersantai. Jolicia hanya perlu fokus untuk hal ini, sementara Darrance menyiapkan hal lainnya. Jolicia yakin, Darrance juga akan membantunya dalam hal lain. Jolicia tidak sadar ketika sudut bibirnya yang tertarik menjadi sebuah senyum saat mengingat sosok Darrance, suami dinginnya yang terus bersikap manis padanya.
Sementara itu, Louis yang sudah menutup pintu ruangan bersantai yang digunakan untuk ruangan belajar sementara Jolicia, dikejutkan dengan Briana yang sudah muncul di belakangnya dengan sebuah nampan di tangannya. Louis menyurutkan senyum ramahnya dan berniat pergi melewati Briana begitu saja. Namun, Briana mengerucutkan bibirnya dan berkata, “Seharusnya, Tuan Coates membukakan pintu untuk saya. Apa Tuan tidak melihat tangan saya yang sedang sibuk membawa obat untuk Nyonya?”
Louis memejamkan matanya. Tentu saja ia sadar jika kini Briana tengah menggodanya dengan menggunakan nama keluarganya. Beberapa hari yang lalu, ketika Briana resmi menjadi dokter pribadi bagi Jolicia, Louis memang mengomentari dengan pedas bagaimana sikap Briana yang sama sekali tidak menunjukkan diri sebagai seorang gadis yang tumbuh dalam keluarga bangsawan. Namun, bukannya menjaga jarak dengannya, Briana malah berubah menggodanya seperti ini. Louis yakin, jika ini adalah ajaran dari Chaiden. Bukankah seorang murid mempelajari segala hal dari gurunya?
Louis memasang senyum palsu lalu membukakan pintu dan mempersilakan Briana masuk selayaknya seorang pelayan. Namun, Briana rupanya belum selesai dalam menggoda Louis. Briana mengulum senyum dan berkata, “Tuan Coates terlihat lebih tampan saat tidak tersenyum. Tuan terlihat lebih, panas.” Briana lalu meninggalkan Louis yang kini mematung dengan ekspresi yang tidak percaya. Bagaimana seorang putri bangsawan bisa mengatakan hal seperti itu padanya yang hanya berstatus sebagai seorang ajudan bagi sang Duke.
Louis menggelengkan kepalanya sembari menutup pintu. Apa pun yang terjadi, ke depannya Louis harus lebih menjaga jarak dengan Briana. Louis sama sekali tidak ingin terlibat bahkan terkena masalah karena tingkah gadis satu itu. Ya, itu memang keputusan yang terbaik. Menjauh, dan semuanya tenang.
**
“Nyonya, Anda hanya perlu mempelajari hal ini. Dengan hal ini, saya yakin jika Nyonya tidak akan mudah ditekan atau diserang oleh yang lainnya. Ini bisa menjadi senjata sekaligus tameng bagi Anda, Nyonya,” ucap Louis sembari memberikan sebuah catatan tebal pada Jolicia. Tanpa membukanya, Jolicia mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Jolicia bahkan memuji Louis, Freya, dan Briana yang sudah bekerja keras untuk membantunya seharian ini.
Kini, langit memang sudah berubah gelap. Dan hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Jolicia. Ada banyak hal yang perlu ia pelajari, dan banyak hal yang perlu ia persiapkan. Untungnya, selain Freya dan Louis yang membantunya, Jolicia juga mendapatkan bantuan dari Briana. Karena keahlian gadis satu itu, Jolicia tidak mengalami mual yang berlebihan seharian ini dan tentunya Jolicia bisa fokus dalam kegiatan belajarnya. Namun, saat ini Jolicia tidak ingin membuat mereka lembur atau begadang menenaminya. Jolicia pun berkata, “Karena sudah malam, kalian lebih baik kembali ke kamar kalian masing-masing. Aku juga ingin beristirahat setelah membaca beberapa lembar.”
Ketiganya pun menurut dan memberikan hormat sebelum undur diri. Jolicia sendiri memilih untuk melangkah menuju meja baca dan membuka catatan tebal yang sudah diberikan oleh Louis. Padahal, kini Jolicia sudah tampak siap dengan gaun tidurnya, Jolicia juga sudah merasa lelah dan mengantuk, tetapi entah kenapa Jolicia tidak bisa menahan diri untuk membuka catatan tebal itu. Begitu Jolicia membukanya, Jolicia terkejut bukan main. Terkejut karena ternyata dirinya memiliki begitu banyak musuh yang tidak ia ingat.
Jolicia menghela napas. Ternyata, posisi seorang Duchess tidaklah mudah. Selain dibebankan oleh tugas dan kewajiban, Duchess juga harus rela memiliki musuh yang bahkan tidak pernah ia temui, karena musuh tersebut adalah musuh dari keluarga Duke secara turun temurun. Jolicia mengetuk-ngetuk catatan tebal tersebut dengan saksama. Sebenarnya, Jolicia sendiri tidak heran dengan catatan yang diberikan oleh Louis ini. Catatan berkaitan dengan relasi antar keluarga bangsawan, termasuk hubungan keluarga Duke dengan mereka ini, tentu saja bisa menjadi tameng sekaligus senjata baginya.
Perihal masalah keluarga Duke yang memiliki banyak musuh, atau keluarga bangsawan yang tidak berhubungan baik dengannya, hal ini tampaknya tidak terlepas dengan keluarga Duke Baxter yang memang memiliki sejarah panjang. Bahkan keluarga Duke Baxter terkenal sudah ada sejak kekaisaran Eilaxia ini belum berdiri. Dalam sejarah kekaisaran, keluarga kekaisaran dan keluarga Duke memang bekerja sama untuk membangun kekaisaran Eilaxia ini. Karena itulah, keluarga Duke Baxter dikenal sebagai pelindung atau tameng bagi kekaisaran ini.
Hingga saat ini, keluarga Duke Baxter inilah yang menjalin hubungan paling erat dekang keluarga kekaisaran, itu yang terlihat dari sudut pandang orang lain. Termasuk Jolicia tentunya. Karena dalam ingatan Jolicia, dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga kekaisaran dan melihat bagaimana interaksi Darrance dan mereka. Sebab itulah, Jolicia hanya bisa mempercayai sejarah dan apa yang beredar selama ini di kalangan rakyat kekaisaran Eilaxia. Jolicia kembali menunduk dan menatap catatan tebal di atas meja.
“Terlepas dari semua sejarah itu, aku sama sekali tidak menyangka jika aku memiliki musuh sebanyak ini. Aku tidak yakin, jika nantinya aku bisa melewati acara pertemuan itu dengan baik,” ucap Jolicia cemas pada dirinya sendiri.
Jolicia tidak sadar jika kini Darrance sudah berdiri di belakang kursinya dan menatap catatan yang tengah diketuk-ketuk oleh jemari lentik Jolicia. Darrance bisa membaca dengan jelas, jika Jolicia memang tengah merasa begitu cemas saat ini. “Bukankah sudah kubilang untuk tidak merasa cemas?”
Suara Darrance yang tiba-tiba muncul di belakang punggungnya, membuat Jolicia terkejut bukan main. Tubuh Jolicia bahkan tersentak, serta kursi yang ia duduki bergoyang hingga membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Untungnya, Darrance dengan sigap meletakkan telapak tangan lebarnya pada bahu Jolicia. Darrance menunduk dan berbisik, “Tenanglah. Ini aku.”
Darrance lalu melangkah ke depan meja dan duduk di sofa. Mau tak mau, Jolicia pun bangkit dengan membawa catatan Louis dan duduk di seberang Darrance. “Bagaimana harimu?” tanya Darrance.
Jolicia mengulum senyum. “Menyenangkan, tetapi juga melelahkan bagiku,” jawab Jolicia pelan. Ya, ia tidak berbohong. Hari ini sangat menyenangkan bagi Jolicia karena bisa berbenah banyak hal. Freya dan yang lainnya benar-benar banyak membantu Jolicia untuk siap menghadiri acara pesta dan pertemua yang tidak akan lama lagi berlangsung. Meksipun Jolicia tidak yakin dirinya bisa melakukan semuanya dengan sempurna, Jolicia yakin jika apa yang sudah diusahakan oleh para bawahannya tidak akan sia-sia. Jolicia tentu saja akan berusaha agar tidak mempermalukan kediaman Duke, dan suaminya.
“Jika lelah, maka istirahatlah. Aku rasa, waktu belajarmu sudah cukup. Masih ada hari esok untuk mempelajari apa yang tersisa,” ucap Darrance sembari melihat catatan tebal yang berada di atas meja. Darrance lebih dari yakin jika catatan itu dibuat oleh Louis. Mungkin, nanti Darrance akan memikirkan sebuah hukuman yang pantas yang akan ia berikan pada Louis. Bagaimana mungkin ajudan sekaligus footman-nya itu memberikan catatan setebal itu untuk dipelajari oleh Jolicia? Apa mungkin Louis ingin membuat Jolicia mati karena otaknya terlalu keras berpikir?
Jolicia mengangguk. “Saya akan tidur setelah selesai membaca beberapa halaman lagi,” ucap Jolicia berniat untuk kembali membuka catatan tersebut. Namun, Darrance dengan sigap menarik catatan tersebut dari tangan Jolicia dan melemparkann dengan sembarang. Jolicia tentu saja terkejut dan ternganga melihat sikap Darrance.
“Jangan keras kepala! Aku bilang cukup, ya cukup. Sekarang kau harus istirahat. Tapi sebelum itu, minumlah susumu,” ucap Darrance sembari menyodorkan segelas s**u putih pada Jolicia.
Jolicia memang tidak sadar jika sejak tadi ada segelas s**u yang sudah disiapkan oleh Darrance untuknya. Jolicia mengangkat pandangannya pada Darrance, ada sesuatu yang ingin ia katakan, tetapi Jolicia ragu mengatakannya. Darrance dengan mudah menangkap hal tersebut, dan bertanya, “Apa ada yang ingin kau sampaikan?”
Jolicia terkejut dan menggeleng cepat. “Ti-tidak,” jawab Jolicia lalu meraih gelas dengan pelan dan meminum s**u tersebut hingga tandas. Darrance yang mengamati Jolicia tentu saja merasa puas dengan tingkah Jolicia yang menurut. Setelah s**u habis, Darrance membantu Jolicia untuk mencuci wajah, tangan, dan kakinya. Darrance juga membantu untuk menyelimuti Jolicia yang kini sudah berbaring nyaman di atas ranjang. Karena Jolicia belum tidur, kelambu masih belum diturunkan dan terikat di tiang-tiang ranjang. Darrance duduk di kursi yang ia tarik hingga tepi ranjang.
“Aku akan di sini hingga dirimu tidur. Jadi, jangan hiraukan aku. Tutup matamu, dan tidur.” Jolicia pun berusaha melakukan apa yang diperintahkan oleh Darrance. Sayangnya, Jolicia tidak bisa melakukan hal tersebut. Setelah menutp matanya, Jolicia bukannya mengantuk, malah merasa begitu terganggu dengan pandangan Darrance yang kini tertuju padanya. Selain itu, kini Jolicia merasakan perutnya mulai terasa tidak nyaman. Perutnya bergejolak hebat, seakan-akan siap mengeluarkan isinya hingga habis. Tentu saja Jolicia ingin segera bangun dan meuntaskan rasa ingin muntahnya. Namun Darrance masih ada di sini, Jolicia tidak mungkin melakukan hal itu saat Darrance masih ada.
Jolicia yang terlihat gelisah, tentu saja bisa dilihat dengan jelas oleh Darrance. Namun, Darrance tidak mau bertanya lebih dulu. Darrance ingin Jolicia mengatakan apa yang ia rasakan lebih dulu, Darrance ingin Jolicia lebih terbuka padanya. Sayangnya, setelah lama menunggu, Darrance tidak melihat Jolicia yang berinisiatif membuka mata dan mengatakan apa yang mengganggunya. Jolicia bersikukuh menutup mata dengan menipiskan bibir serta kening yang mengernyit dalam. Kini, Darrance juga melihat keringat yang mulai membasahi kening Jolicia. Merasa cemas sendiri, Darrance tidak bisa menahan diri untuk berpindah duduk ke tepi ranjang dan mengusap kening berkeringat Jolicia. “Tidak perlu menutup matamu dengan sekuat tenaga seperti itu. Apa yang kau rasakan, katakanlah! Apa yang membuatmu terganggu hingga tidak bisa tidur seperti ini?” tanya Darrance lembut.
Jolicia membuka matanya perlahan, dan menunjukkan netra keemasan yang tampak indah dengan cahaya perak bulan yang memantul. Darrance pun membantu Jolicia untuk duduk di hadapannya. Jolicia masih mengatupkan bibirnya rapat-rapat, seolah-olah tengah menahan sesuatu. Darrance yang melihatnya tentu saja merasa cemas. Darrance mengusap kening Jolicia untuk kesekian kalinya. “Ada apa, hm? Apa ada yang sakit?” tanya Darrance lagi.
Jolicia menggeleng. Setelah terdiam beberapa saat, Jolicia menjawab, “A … aku hanya ingin mun ….” Jolicia tidak melanjutkan ucapannya dan lebih dulu menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Jolicia berniat untuk menampung muntahannya sendiri, dan tidak mengotori pakaian Darrance yang berada di hadapannya. Namun, Darrance malah melepaskan bungkaman tangan Jolicia, dan membuat Jolicia muntah tepat pada pangkuan Darrance.
Jolicia benar-benar malu saat Darrance dengan lembut merapikan helaian rambut panjangnya agar tidak terkena muntahan, Darrance juga memijat tengkuknya dengan pelan untuk membantu Jolicia menutaskan keinginan muntahnya. Melihat gelagat Jolicia, Darrance mengulum senyum. “Tidak perlu malu, ini salah satu tugasku sebagai seorang suami, Cia. Tidak perlu sungkan. Jangankan hanya mengurusmu yang tengah muntah seperti ini, diminta untuk memandikanmu saja, aku rela,” ucap Darrance membuat daun telinga Jolicia memerah saking malunya.