Jolicia menatap tidak mengerti pada Darrance. “Tapi kenapa aku tidak boleh ke luar?” tanya Jolicia.
Ya, kini Jolicia tengah berhadapan dengan Darrance yang tengah bersikukuh untuk tidak mengizinkan Jolicia ke luar dari mansion keluarga Duke Baxter. Padahal, hari ini Jolicia sudah membulatkan tekad untuk bertemu dengan keluarganya, terutama kakaknya Vivian Elmind. Dalam keluarga Count Elmind, memang hanya ada dua keturunan yang tak lain adalah Vivian Elmind sebagai si sulung, dan Jolicia Elmind si bungsu. Dan seharusnya, yang menjadi seorang Duchess keluarga Baxter bukanlah Jolicia, melainkan kakaknya. Dalam ingatan Jolicia, ia yakin jika Duke Darrance datang ke daerahnya untuk mengajukan pinangan.
Mengingat mimpi yang disebutkan Darrance sebagai ingatan Jolicia yang sudah mulai kembali, sudah dipastikan jika memang ada yang salah yang terjadi di masa lalu. Memang benar, hubungan Jolicia dan Vivian tidak baik. Jolicia tahu jika Vivian dan Grissam—ayahnya—memang tidak menyukai dirinya karena alasan yang menurut Jolicia sangat jahat. Mereka semua membenci Jolicia karena menganggap Jolicia yang merenggut nyama istri sang Count yang tak lain adalah ibunya sendiri. Ya, ibu Jolicia memang meninggal bertepatan setelah dirinya melahirkan Jolicia ke dunia ini.
Namun, Jolicia tahu jika selama itu Vivian dan Grissam sama sekali tidak pernah mencoba untuk melukai atau membunuh dirinya. Jika Vivian sampai kehilangan akal sehat dan mencoba untuk membunuhnya, maka sudah dipastikan memang ada hal buruk yang terjadi. Dan Jolicia lebih dari yakin jika hal itu berkaitan dengan dirinya yang malah menggantikan posisi kakaknya untuk menikah dengan Duke Darrance Baxter. Karena itulah, kini Jolicia memutuskan untuk bertemu dengan keluarganya dan membicarakan apa yang sudah terjadi. Apa yang sudah Jolicia lupakan, dan apa yang sudah Jolicia lewatkan.
Sayangnya, rencana Jolicia sama sekali tidak berjalan dengna mulus. Darrance tidak memberkan izin kepada Jolicia untuk menemui mereka. Jangankan untuk ke luar daerah Duchy Brook ini, Darrance bahkan tidak mengizinkan Jolicia untuk menginjakkan kaki di luar arena mansion, jika niatannya adalah untuk bertemu dengan keluarganya. Jolicia menggigit bibirnya. Apakah salah jika dirinya kini merasa bahwa Darrance tengah berusaha untuk menutupi sesuatu? Apakah mungkin Darrance memang tidak mau sampai bertemu dengan keluarganya dan mengetahui hal apa yang sudah ia sembunyikan? Tapi apa alasan dibalik itu semua? Bukankah Darrance juga ingin Jolicia untuk mengingat kenangan yang telah mereka buat setelah menjadi suami istri?
“Jolicia Baxter! Aku, adalah suami dan seorang Duke yang berkuasa di tempat ini. Dan di sini, adalah kediaman di mana aku memegang kendali sepenuhnya. Jika aku tidak memberikan izin padamu, maka itu sudah cukup untuk membuatmu tetap berada di sini. Apa pun yang akan kau katakan, tidak akan merubah keputusan yang sudah aku tetapkan. Kau, tidak boleh ke luar dari mansion satu langkah pun, jika itu hanya untuk menemui keluargamu yang tidak tahu diri itu,” ucap Darrance penuh ketegasan. Darrance sama sekali tidak berpikir untuk melunak walaupun sudah melihat jika kini Jolicia memang sangat ingin bertemu dengan keluarganya.
Darrance memang tidak ingin sampai ada hal buruk yang terjadi karena hal tersebut. Untuk sementara waktu, hingga Darrance sudah memastikan jika semuanya memang sudah terkendali, barulah Darrance akan membiarkan Jolicia ke luar dan melakukan apa yang ia inginkan. Karena itulah, untuk saat ini Darrance akan berkeras hati walaupun tindakannya ini akan membuat Jolicia marah bahkan menangis. Darrance perlu melakukan hal ini demi Jolicia, demi keselamatan Jolicia sendiri.
Jolicia tampak murung, netranya yang semula sudah terlihat sendu, semakin terlihat sendu saja saat ini. Netra keemasannya kini beradau dengan netra biru gelap milik Darrance yang tampak begitu dalam dan menyembunyikan banyak dalam kedalamannya tersebut. “Tapi aku ingin ingatanku kembali. Mengingat apa yang Tuan Duke katakan tadi malam, bahwa mimpi burukku adalah ingantanku yang sudah mulai pulih, aku merasa jika di masa lalu memang ada hal penting yag sudah aku lewatkan. Hal itu berkaitan dengan keluargaku sendiri, dan aku merasa bertemu dengan mereka adalah hal yang paling tepat untuk saat ini.”
Darrance menghela napas. “Justru keputusanmu itu sangat salah. Jika kau memang bertemu dengan keluargamu itu, lalu apa yang akan kau lakukan? Apa kau ingin mengajak mereka membicarakan masa lalu di mana kakakmu merencanakan pembunuhan padamu? Atau kau mau menanyakan apa yang sudah mereka lakukan sebelum dirimu lupa ingatan? Apa kau pikir mereka memang akan menyambutmu dengan hangat dan menyediakan camilan serta jamuan yang lezat? Tentu kau masih memiliki ingatan bagaimana perlakuan mereka padamu, bukan? Maka tolong ingatlah itu dan pertimbangkan lagi apa yang akan kau lakukan.”
“Aku tau, dan aku masih mengingat perlakuan mereka. Tapi tidakkah Tuan sadar apa yang saya rasakan saat ini?” tanya Jolicia dengan nada bergetar.
Menyadari jika pembicaraan ini semakin pribadi, Darrance segera memberikan isyarat agar para pelayan yang tadi berjaga di ruang kerjanya untuk meninggalkan posisi mereka. Setelah semua orang ke luar dari ruang kerjanya, saat itulah Darrance menatap istrinya yang kini menunduk menatap pantulan dirinya pada permukaan teh dalam cangkir. “Aku tau—”
“Tidak, Tuan sama sekali tidak tau. Bagaimana rasanya terbangun setelah sekian lama tanpa satu pun ingatan baru. Tuan tidak tau bagaimana rasanya tiba-tiba menjadi pasangan seseorang yang tidak pernah Tuan bayangkan. Aku, bangun dan tiba-tiba menjadi seorang istri dari orang yang seharusnya menjadi kakak iparku. Jadi, Tuan sama sekali tidak akan mengerti perasaanku ini,” ucap Jolicia setengah frustasi.
Ya, semua ini sudah terlalu membebani pikirannya. Karena itulah, Jolicia ingin kejelasan dari semua ini. Jika Darrance masih tidak mengungkap alasan mengapa mereka bisa menikah, hingga mengapa dirinya bisa berakhir lupa ingatan, maka Jolicia akan berusaha untuk mencari jawabannya sendiri. Jolicia akan mencarinya. “Karena Tuan sendiri tidak mau memberikan jawaban atas semua pertanyaan yang aku miliki, maka aku sama sekali tidak memiliki pilihan lain untuk mencarinya sendiri. Jadi, izinkan aku untuk ke luar dan menemui keluargaku. Menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang aku miliki.”
Darrance menggeleng. “Aku tetap dengan keputusan awalku. Tolong jangan keras kepala, Cia. Aku tau jika itu adalah sifatmu, tetapi ingat jangan sampai sikapmu itu malah membahayakan janin bahkan nyawamu sendiri. Aku melakukan semua ini bukan tanpa alasan, Cia. Aku melakukan ini untukmu.”
Jolicia bungkam saat Darrance membawa topik kandungannya dalam pembicaraan ini. Jolicia tentu saja sadar, jika dirinya tidak boleh melakukan tindakan gegabah mengingat kondisinya yang memang tengah hamil muda. Jolicia menggigit bibirnya dengan cemas. Kini apa yang harus ia lakukan? Jolicia benar-benar tidak nyaman dengan semua ini. Jolicia ingin ingatannya kembali secepatnya. Karena hingga saat ini, Jolicia selalu terbangun dengan sesuatu yang terasa kosong dalam hatinya. Dan hal itu sama sekali tidak nyaman, bahkan terasa menyiksanya.
Darrance menghela napas. Tentu saja ia mengerti dengan keinginan Jolicia untuk kembali mengingat ingatan yang sudah ia lupakan. Namun, Darrance tidak bisa membantu Jolicia dengan bertemu keluarganya. Darrance tidak yakin jika itu adalah keputusan yang baik dan aman. Darrance juga tidak mau jika sampai ingatan yang kembali itu membuat Jolicia tersiksa seperti terakhir kali. Masih lekat dalam ingatannya saat Jolicia mengingat sebagian kecil dari ingatan yang sudah ia lupakan. Darrance tidak mau melihat Jolicia tersiksa seperti itu lagi.
“Cia, aku juga ingin ingatanmu kembali secepatnya, tapi aku tidak mau sampai nyawamu dan janinmu itu terancam. Bukankah kau sendiri mendengar apa yang dikatakan oleh Chaiden? Ingatanmu harus kembali secara alami, agar semuanya tidak menghasilkan efek samping. Jadi bersabarlah, dan yakinlah jika waktu itu akan tiba.” Karena jujur saja, aku juga sangat menantikan kau mengingat apa saja yang sudah kita lakukan bersama, Cia, lanjut Darrance dalam hati.
Jolicia menarik pandangannya dari Darrance dan kembali menatap pantulan dirinya pada permukan teh dalam cangkir. Bohong rasanya jika Jolicia mengatakan jika dirinya tidak merasa kecewa dengan pembicaraan ini. Namun tentu saja, Jolicia tidak bisa bertindak keras kepala saat ini. Jolicia sadar, jika situasi dan kondisi saat ini sama sekali tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu. Kini, jelas apa yang dikatakan oelh Darrance memang hal yang paling benar. Jolicia hanya bisa bersabar menunggu dan berdoa hingga ingatan yang ia lupakan datang kembali. Semoga saja, ingatan yang ia lupakan bukanlah ingatan yang terlalu buruk. Ingatan yang memang bukan ingatan yang memang sengaja ia lupakan demi melindungi dirinya sendiri.
**
Dengan pakaian resminya sebagai seorang Duke Baxter, Darrance melangkah dengan begitu percaya diri dengan Louis yang mengikutinya. Kini, Darrance tengah melangkah menyusuri lorong panjang yang dilapisi oleh karpet merah beledu yang berkualitas unggulan. Setiap sisi lorong tampak dihiasi oleh lukisan indah yang tentu saja berharga fantastis, ada pula beberapa pengawal yang berseragam dan bersenjata lengkap berjaga di titik-titik tertentu. Jelas, ini bukanlah kediaman Duke Baxter, melainkan tempat terpenting di kekaisaran Eilaxia. Benar, ini adalah istana di mana keluarga kekaisaran tinggal.
Darrance memang mendapatkan panggilan dari kaisar untuk menghadapnya secara langsung. Karena itulah, kini Darrance menggunakan pakaian resmi seorang Duke yang dilengkapi sebuah jubah merah tersulam lambang keluarga Duke yang tak lain adalah dua singa, sebuah tameng dan sepasang pedang perak. Lambang yang menunjukkan betapa keluarga Duke ini adalah keluarga yang kokoh dan handal dalam bertahan maupun untuk menyerang. Keturuan keluarga Duke Baxter sejak dulu memang terkenal handal dalam menggunakan pedang atau menggunakan kekuatan fisik lainnya.
Hanya saja, kini tinggal Darrance sebagai satu-satunya keturunan asli dari keluarga Duke Baxter ini. Ya, Darrance adalah putra tunggal dari pasangan Duke dan Duchess dahulu. Dulu, Darrance masih berusia sekitar empat belas tahun saat dirinya harus menerima gelar sebagai seorang Duke. Hal itu terjadi, karena pasangan Duke dan Duchess yang tak lain adalah orang tua Darrance, meninggal saat dalam perjalan bisnis mereka. Darrance muda menjadi seorang Duke termuda sepanjang sejarah. Namun, kemampuannya sebagai seorang penerus yang tiba-tiba mengemban tugas, sama sekali tidak bisa dipandang remeh.
Bahkan, saat dirinya baru dua bulan mendapatkan gelar tersebut, kaisar yang saat ini duduk di takhta sama sekali tidak berbelas kasih dan mengirim Darrance ke barisan terdepan pasukan perang. Saat itu, kaisar memang tengah gencar untuk melebarkan kekuasaan dan daerah rampasan perang. Namun, semua orang yang semula merasa skeptis pada kemampuan Darrance sebagai seorang Duke yang sangat muda, hanya bisa bungkam dan menunduk malu saat melihat Darrance kembali dari medan perang dengan gagahnya. Saat itulah, Darrance mendapatkan julukan sebagai Duke Iblis, karena dirinya yang tidak pernah terkalahkan.
Kini Darrance menghentikan langkahnya di depan pintu yang berukuran besar dan begitu megah. Saat seseorang mengumumkan kehadirannya dan pintu terbuka, saat itulah Darrance melangkah memasuki ruangan di mana singgasana kaisar berada. Karena Louis tidak mendapatkan undangan dari kaisar, Louis hanya bisa mengantar hingga pintu dan berdiri di sana hingga tuannya ke luar dari sana.
Darrance kini membungkuk formal memberikan hormat pada orang yang menduduki posisi paling berkuasa di kekaisaran Eilaxia. Setelah salam dan hormatnya diterima, Darrance pun kembali berdiri dengan tegap dengan mempertahankan posisinya yang tetap menunjukkan jika dirinya tengah menampilkan kesopanan terhadap seseorang yang lebih berkuasa. Melihat hal itu, sang kaisar yang terlihat belum terlalu tua tersenyum. “Tidak perlu terlalu formal seperti itu, Darrance. Kau sudah seperti anakku sendiri,” ucap sang kaisar yang bernama Adolph Harchie Ferrour.
“Saya adalah bawahan yang sudah sepatutnya tunduk dan hormat pada Yang Mulia. Jadi, abaikan hal ini, Yang Mulia,” ucap Darrance sama sekali tidak berniat untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ardolph.
“Kau memang seperti ayahmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa,” ucap Ardolph sembari mengulas sebuah senyum. Ardolp dan Duke terdahulu memang terkenal tumbuh bersama. Ah, bisa dibilang memang keluarga kekaisaran sejak dulu memang menjalin hubungan yang sangat baik dengan keluarga Duke Baxter. Hal ini tidak terlepas dari sejarah pembentukan kekaisaran Eilaxia. Di mana leluhur keluarga Duke Baxter memang memiliki andil yang sangat besar hingga membuat keluarga kekaisaran bisa berdiri dan berkuasa hingga saat ini. Karena itulah, keluarga Duke Baxter mendapatkan julukan sebagai tameng kekaisaran Eilaxia.
“Kalau begitu, mari bicarakan hal yang memang harus kita bicarakan. Aku memanggilmu untuk membicarakan perihal perbatasan dan kaum bar-bar yang tinggal di luar daerah kekuasaan kekaisaran kita. Apa kau dan pasukanmu sudah membersihkan mereka hingga tidak bersisa?” tanya Ardolph kembali mengenakan kekuasaan dan wibawanya sebagai seorang kaisar negeri ini.
“Saya dan pasukan sudah menyisir dan membersihkan perbatasan. Untuk saat ini, saya yakin jika kaum bar-bar tidak akan kembali melewati batas dan mencoba untuk masuk ke dalam perbatasan,” jawab Darrance lugas.
Ardolph mengernyitkan keningnya. “Menyisir? Bukankah aku sudah lebih dari cukup memeberikan perintah untuk menyerang pusat tempat tinggal mereka dan menghancurkan kaum bar-bar itu hingga pada dasarnya? Lalu kenapa kau hanya menyisir di sekitar perbatasan saja? Ah, jangan bilang jika masalah istrimu yang sudah bangun dari koma membuatmu lalai dengan tugasmu, Darrance.”
Darrance mengepalkan tangannya. Tentu saja dirinya tidak senang saat Jolicia dikambing hitamkan di sini. Darrance juga merasa sangat marah saat tahu jika sang kaisar mengetahui fakta yang sebenarnya belum Darrance umumkan secara resmi. Hal ini sudah lebih dari cukup membuktikan jika ada seseorang yang menjadi mata bagi keluarga kekaisaran di dalam mansionnya. Setelah ini, Darrance akan melakukan pembersihan secara besar-besaran. “Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan istri saya. Saya hanya melakukan hal yang saya rasa asalah hal yang paling benar. Kita sama sekali tidak bisa menyerang pusat markas kaum bar-bar. Yang Mulia harus bersikap bijak. Kita tidak bisa menyerang kaum yang bahkan tidak bersatu dengan negeri mana pun.”
“Baiklah, saat ini aku percaya dan cukup mendengar penjelasamu. Kau boleh pergi, tapi jangan lupakan satu hal, Darrance. Jangan lupakan tugasmu sebagai seorang Duke Baxter. Dan jangan lupakan tugas keluarga Duke yang harus berdiri sebagai tameng bagi kekaisaran ini.”
Darrance menunduk hormat. “Saya tidak pernah lupa akan tugas saya. Sayan akan mempertaruhkan nyawa saya untuk kekaisaran ini, hanya untuk kekaisaran ini. Kalau begitu, saya undur diri. Semoga Tuhan selalu menyertai Yang Mulia, sang Matahari kekaisaran.”
Darrance pun berbalik pergi meninggalkan Ardolph yang kini menatap tajam pada sulaman lambang keluarga duke pada jubah yang dikenakan oleh Darrance. Namun Darrance sama sekali tidak menyadarai hal ini. Kini, dalam benaknya hanya terisi oleh satu hal. Darrance ingin segera pulang dan bertemu dengan istri manisnya. Sayangnya, langkah cepat Darrance dan Louis terhenti oleh sebuah rombongan yang menghalangi jalannya. Sebagai pemimpin rombongan adalah gadis cantik yang tak lain adalah putri dari kekaisaran ini, Mayla.
Putri Mayla tampak begitu cantik dengan gaun menjuntai dan perhiasan yang tampak begitu cocok digunakan olehnya. Ada puluhan dayang yang mengikutinya. Tentu saja, hal itu wajar bagi seorang putri yang dimanjakan dan pewaris kedua takhta dari kekaisaran Eilaxia ini. Benar, Mayla memang berada satu tingkah di atas Darrance perihal pewarisan takhta kekaisaran. Namun, selama ini Mayla dikenal sebagai sosok putri anggun yang sama sekali tidak tertarik dengan perebutan takhta. Sama seperti Darrance yang tidak peduli dengan statusnya sebagai pewaris takhta ketiga.
Berpapasan dengan Mayla, tentu saja Darrance memberikan salam secukupnya. Begitu pula dengan Louis. Setelah salam dan hormat mereka diterima, Darrance sudah memutuskan untuk segera pergi dari tempat tersebut, tetapi Mayla menahannya. Mayla tersenyum manis dan membuat wajahnya yang cantik semakin cantik saja, bahkan keindahannya bisa dibandingkan bunga mawar yang baru saja mekar dengan sempurna. Hal itu membuat para lelaki berlomba untuk memetiknya dan menyimpan keindahannya untuk dirinya sendiri.
Sayangnya, hal itu sama sekali tidak dirasakan oleh Darrance. Entah sejak kapan tepatnya, tetapi Darrance yakin jika hatinya ini sudah sepenuhnya dimiliki oleh istri manisnya. Sama sekali tidak ada ruang untuk orang lain menyusup dan menjadi orang ketiga. Darrance menatap Mayla. “Apa ada yang ingin Putri sampaikan padaku?” tanya Darrance.
“Tentu saja. Jika aku tidak memiliki hal yang perlu aku bicarakan, aku tidak mungkin menghalangi jalanmu seperti ini. Tapi, aku tidak mau bicara di sini. Mari cari tempat yang nyaman untuk menikmati secangkir teh yang lezat,” ucap Mayla lalu memimpin jalan. Darrance menahan diri untuk tidak menghela napas. Sungguh, ia ingin segera kembali ke kediaman. Ini sangat membuang waktunya yang berharga. Baginya, jauh lebih baik untuk menghabiskan waktu dengan istrinya. Bahkan itu sama sekali tidak bisa dibandingkan.