Bagian 6, Luka dan penderitaan Pandora

1201 Kata
Pandora meninggalkan Akksara sambil mengendong bayinya, dan segera menyusui bayi itu. Pandora mencium berulang kali kepala anaknya, merasa bersalah karena meninggalkanya semalaman, pasti kamu haus dan ketakutan ya nak?, Pandora berusaha berbicara pada bayinya. Semoga Ibu bisa terus bersama mu ya nak. Tak terasa air mata Pandora ikut menetes. Semenjak menjadi Ibu Pandora lebih cepat sedih dan cemas, kawatir tidak bisa membesarkan anaknya. Diluar Akksara mulai gelisah, rasa penasaranya semakin tinggi, terus bertanya dalam hati apakah karena kesalahan aku dua tahun lalu membawa bencana besar pada gadis ini dan keluarga ini. pertanyaan itu terus terulang dalam pikiranya. Ibu lastri ibu nya Pandora, menyunguhi secangkir kopi hitam dan semangkuk gorengan hangat yang kebetulan baru selesai digoreng. Silahkan diminum Mas, ini seadanya Ucap Bu Lastri. Ucapan bu Lastri sontak mengagetkan lamunan Akksara. “oh, ya bu, terima kasih”. Mikir apa to Mas sampai melamun begitu, belum pernah berkunjung kerumah petakan ya, goda bu Lastri sambil sedikit tersenyum. “bu,,bu,,bukan bu, jawab Akksara kembali gagap, membuat bu Lastri kembali tertawa kecil. “ terima kasih Mas, sudah menolong Putri saya. Semalam saya kawatir mencari kelokasi dangangan biasa tempat mangkal Pandora tidak ada yang melihat, biasanya jam 8 malam sudah dirumah. “setelah mencari sampai tengah malam akhinya kami memutuskan kembali kerumah, karena saya juga harus menjaga bayinya Pandora. Saat mencarinya semalam saya titip di tetangga sebelah, lanjut bu lastri menceritakan panjang terkait kekawatiranya semalam. “syukurlah Pandora pulang dengan selamat, dan saya sangat berterima kasih padamu. Semoga Allah membalas kebaikan hatimu, diakhir kata bu Lastri menambahkan doa untuk kebaikan Akksara. . . Akksara salah tinggka dia makin bersalah dengan doa seorang ibu yang nyatanya dialah penyebab kegaduhan ini, sementara mereka menganggapnya sebagai penolong. . . Akksara mendengar curhatan bu Lastri panjang lebar terkait Pandora yang tidak pulang, namun Akksara tidak terlalu mendengar apa yang bu lastri ceritakan yang dia pikirkan itu bayi siapa, apakah hasil perbuatanya. Akhinya Akksara mulai buka suara, suami Pandora apa tidak mencari Pandora tanya Akksara memastikan, karena sedari tadi bulastri tidak menceritakan sosok laki-laki dirumah ini. Bu lastri lama terdiam lama, lalu setelah memutuskan akhinya membuka suara, “Pandora belum menikah, usianya masih 16 tahun saat ini”. sekarang bayinya berumur sekitar 15 bulan. Dan dia bukan wanita nakal lanjut bu Lastri, mungkin nasip belum berpihak padanya, dia sedang diuji diusia muda, menerima beban yang begitu berat. Tidak lagi bersekolah, wanita hamil tida bisa lanjut sekolah lagi dan setelah melahirkan harus ikut membatu bekerja dikarenakan sudah ada satu anggota keluarga yang butuh perhatian lebih ucap bu lastri dengan cepat. . . . Dek… dek.. bagaikan disambar petir, akksara kaget seaakan-akan jantungnya berhenti mengetahui fakta itu, ulah perbuatanya benar-benar membawa petaka bagi gadis ini. . . . Akksara masih terdiam menyimak cerita bulastri. Sampai pada akhinya Pandora keluar setelah menyusui bayinya, dalam beberapa langkah dia mendengar cerita kisahnya diceritakan dengan terbuka pada orang asing, amarahnya memuncak. Pandora mempercepat langkahnya. Lalu berseru, “itu bukan prestasi tidak perlu dibanggakan bu, apa lagi ibu menceritakan tentang keluarga kita pada orang asing, rasanya tidak perlu”, celetuk Pandora pada ibunya dengan nanda halus. Bu lastri langsung diam, dia sangat tau pandora tidak suka bercerita kepada siapapun. Setelah kejadian itu sikap Pandora tidak stabil, sampai akhinya dia mengetahui dirinya hamil. Saat hamil pun masih tidak stabil, ada rasa trauma dan tidak bisa bertemu orang asing dalam waktu yang cukup lama. Setelah anaknya lahir mulai sedikit terbuka, anaknya membuatnya kembali tersadar dia tidak hanya sendiri sekarang, ada titipan bayi yang harus dirawatnya. “ibu jangan sebarangan bicara, aku diberi tangung jawab lebih karena mampu ucap pandora dengan sedikit tersenyum”. . . .Akksara kembali tercengan dengan jawaban Pandora, anak sekecil ini sudah sangat dewasa, rasa bersalah kembali menyerangnya. Terlihat raut muka semakin iba kepada Pandora. “Sudah lah Akka tidak perlu di drama tisir aku sudah tidak apa-apa, jangan terlalu diresapi cerita ibu. Pandora memberi sedikit senyum, untuk memperlihatkan dia kuat dan tidak perlu belas kasihan orang lain. Melihat senyum terukir diwajah Pandora, bagaikan pisau mengiris hatinya, senyumman indah tapi kenapa terlihat menyiksanya, rasanya perih , tersimpan luka dalam senyuman indah itu. “diminum kopinya mas ucap bulastri, saya pamit kebelakang, terima kasih sudah menyelamatkan pandora dan bersedia mengantar nya kerumah, terima kasih ucap bu lastri kembali. …. “Diminum segera kopinya, nanti keburu dingin. Akksara seperti terhibnotis langsung mengikuti perintah pandora, mengambil secangkir kopi dan meneguk beberapa kali, lalu cangkir itu diletakkan kembali. Susana sudah sedikit mencair, Akksara sudah mulai bisa menerima kenyataan, dia sudah sangat yakin itu hasil perbuatanya. “boleh aku melihat bayinya” tetiba Akksara berucap dan Pandora sontak dibuat kaget dengan permintaan nya. “lagi tidur” ucap pandora, tidak berniat membawa nya keluar. . . Lalu keduanya terdiam, Akksara sedang memikirkan ide untuk berlama-lama dirumah ini, namun detik berikutnya dia sudah di usir keluar. “terima kasih sudah memastikan saya dirumah dengan selamat, minumlah kopinya lagi, lalu pamit pulang sama ibu, kamu juga harus selamat sampai dirumah. Ucap pandora. . . . Akksara kembali tekaget karena di usir secara terang terangan, gadis ini cukup tegas juga pikirnya. “boleh aku minta nomor hp kamu? Tanya Akksara dengan tegas. “tidak Jawab pandora, aku tidak memberi no hp ke sembarangan orang, apalagi orang baru ku kenal” ucap Pandora. Dia memang sangat kawatir berurusan dengan orang asing. . . . “bukanya kamu sudah mengenal ku, bahkan tau rumah ku, ucap Akksara memastikan dan menegaskan. . . Pandora pura-pura tidak mendegar keluhan Akksaara. Lalu memanggil ibu “ mak Akka mau permisi pulang” . . . Tidak lama kemudian, ibu sudah diruang depan, lalu Akksara berpamitan pulang. “saya ijin pulang bu”, Assalammualaikum pamitnya . WaalaikumSalam ucap bu lastri. . . . Pandora bertanya “ tau arah keluar dari sini”? “aku akan berusaha mencari jalan keluarnya Ucap Akksara “ nada bicaranya sedikit kesel karena tidak mendapatkan ke inginan nya. . . “jika terjadi keluhan kamu bisa menghubungi ku” sambil menyodorkan kartunama. “terima kasih Akka sudah sangat baik. Saya sudah menyimpan kartu nama dokter itu, ucapnya tegas. . . . “ambil lah, kartunama itu dipaksa kedalam genggaman tanganya Pandora, hubungi aku kapan pun kamu mau tegas Akksara. . . . “terima kasih” ucap Pandora kembali. “ cepat lah pulang aku ingin tidur ucap Pandora mempersingkat adegan perpisahan mereka. . . . Pandora mulai risih dengan kelakuan Akksara dan keingin tauan nya terhadap dirinya, terlalu abstrak kelakuanya. . . . Lalu menunggu akksara keluar, sampai punggung nya menghilang dari pandanganya. Pandora masuk dan menutup pintu rapat-rapat. . . . Untung dia segera pulang, aku sangat pusing dan mual, Mak, Dora mau lanjut tidur dulu ya, dia bicara pada ibu nya seraya berjalan ke kamar menyusul ke alam mimpi bersama anaknya. Diluar Rumah Pandora, Akksara tidak langsung pulang, dia menandai lokasi rumah Pandora melalui smartphon canggih nya, karena alamat nya sedikit membingungkan ketika memasuki jalan tikus ini. . . Aku akan kembali kesini, maakan aku Pandora, mulai saat ini aku akan melindungi mu dan anak kita, aku berjanji tidak akan membuat mu sulit lagi. . . . “ ah aku lupa, jenis kelaminya apa?? Tunggu papa nak aku akan berusaha menjemputmu dan kita bisa hidup bahagia, pikir Akksara. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN