“Maafkan aku sudah membuatmu menangis.” Mario mencium keningku. “Abs,” gumamku. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan tiba-tiba saja aku menyebut nama Abs. Bodohnya aku. Entahlah, nama itu begitu saja lolos keluar dari mulutku. Mario kembali menangkup dan mengangkat wajahku hingga mata kami saling menatap. Tatapannya yang aneh membuatku merinding. Apakah Mario baru saja mendengar ucapanku? Bisa jadi. Transformasi raut wajah dan tatapan aneh itu menjelaskan semua kemungkinan yang ada di dalam dugaanku. Aku menangkap rasa memiliki Mario yang terkhianati oleh gumamanku dalam pancaran matanya. “Mario, aku—” Belum selesai aku bicara, Mario mencecap dan melumat bibirku dengan kasar tanpa meminta izin. Dia mengisap bibir bawahku, kemudian menggigitnya pelan membuatku sedikit kesakitan. Satu tang