"Hallo my brother. Cieee.. makin jaya jaya jaya jaya jaya jaya aja nih."
Oscar memutar bola mata melihat abangnya pulang, mengulurkan kepalan tangan dan di sambut olehnya.
"Mom lagi nganter nenek jadwal."
Adelio mengangguk.
"Iya tau, balik kesini juga mau liat kamu doang."
"Bang, geli sumpah."
Adelio tertawa melihat Oscar bergidik geli menarik kursi meraih Coto pesanan nya pada sang mommy.
"Nggak makan?" Tanya Oscar.
"Nyantap doang, mau jalan soalnya." Adelio duduk sebentar meraih mangkuk mengambil sedikit.
"Ikut Daddy berapa hari?"
"Paling besok siang balik, sore ada penerbangan ke London."
"Oh."
"Gimana, kerjaan? Lancar nggak?" Tanya Adelio.
Kalau ada yang berkata saudara itu saling cuek atau tidak ada komentar satu sama lain, berbeda dengan para bujang Lanang nyonya Abi.
Wanita kesayangan Logan tidak pernah mau anak-anak nya saat dewasa saling masa bodo, Abi tidak mau hal itu terjadi.
Mau itu cewek atau cowok mereka tetap harus saling bertegur sapa, kalau perlu duduk seperti Adelio dan Oscar lakukan.
Banyak pembahasan kok untuk mulai berbincang. Seperti, keseruan Adelio menjadi seorang kapten pilot dan juga Oscar sebagai CEO muda yang kinerjanya sudah cemerlang seperti sekarang.
"Lancar, cabang Singapura juga sudah mulai membaik makanya langsung pulang semalam."
"Ada kesusahan nggak sih, dek duduk di posisi tinggi sekarang. Apa lagi, kamu gantikan posisi daddy yang bisa kita tau bagaimana dia selama ini." Tanya Adelio lagi seperti sedang mengintrogasi seorang terdakwa.
Bukannya lelah menjawab sang Abang, Oscar malah sibuk dengan Coto miliknya.
"Sekarang adek tau, gimana Daddy gondok seumpama kesalahan sekecil apapun terjadi. Hhh… beneran botak. Untung rambut Daddy lebat, jadi, aman."
Keduanya tertawa.
Obrolan pun berlanjut sampai Adelio berangkat ke Bandung. Ternyata, tidak hanya dia, teman lainnya pun ikut touring sekedar healing agar tetap waras.
Setelah berbincang sedikit dengan sang adik, Adelio pun pamit pada sang mommy lewat telepon. Tidak lupa mengabari sang Daddy bahwa dia sudah berangkat bersama lainnya.
Mungkin hanya dia yang tidak membawa boncengan, sedangkan Barra dan Affandi membawa pasangan mereka.
Setelah beberapa lama dalam perjalanan, mereka mampir dulu sejenak sekedar jajan dan minum di pinggir jalan.
Kebetulan hanya beberapa warung disana khusus pemberhentian.
Tatapan Adelio mengarah pada gadis yang tengah keluar dari mobil.
Gadis itu terlihat membuka kap mobilnya dan asap pun keluar dari sana. Membuatnya terbatuk-batuk.
"Guys,"
Barra dan Fandy menoleh, lalu mengikuti arah pandang Adelio.
"Gak bisa, nggak ngerti soal mobil." Sahut Barra.
"Apalagi saya." Sambung Fandy.
"Tunggu disini." ujar Adelio.
Bukan Mau ikut campur urusan orang, cuman melihat seorang perempuan di tempat tidak terlalu ramai seperti ini sedikit menakutkan.
"Sorry, butuh bantuan?"
"Oh, thanks God." Gadis itu menoleh melihat Adelio. Seketika membuat pemuda tampan itu terdiam melihat wajah gadis itu tampak asing di matanya.
"Hei, ada apa? Tau tentang mobil. Iya, 'kan?"
Adelio tersadar menggeleng, tak ayal Keysha mendengus kesal.
"Kalau nggak tau, anda ngapain kesini. Buang-buang waktu saja." Ketus Keysha.
Gadis itu berkacak pinggang sambil menyisir rambut nya kesal melihat sekitar.
Sepi, hanya ada beberapa warung tidak mungkin mereka bisa membantu.
"Mau ikut saya dan teman-teman lainnya?" Tawar Adelio mengontrol detak jantungnya melihat seseorang yang ia kagumi saat SMA dulu.
Sepertinya dia tidak mengingatkanku?
Kedua alis Keysha saling bertemu, bingung atas ajakan laki-laki di sampingnya itu.
"Kebetulan saya masih kosong boncengannya, kalau nona mau ikut ayo berangkat sekarang takut kemalaman nanti."
Sayangnya Keysha masih bergeming di tempatnya dengan muka bingung.
"Khem, mau apa nggak? Kalau tidak, saya berangkat sekarang. Cuman.. nona hati-hati, disini hanya mereka dan kita tidak tahu pikiran orang seperti apa. Jadi, lebih baik nona masuk ke dalam mobil jangan lupa kunci rapat-rapat."
"Oyah," Adelio memberikan botol minum ke arah Keysha. "Tenang saja, ini nggak diracuni apalagi di bius. Saya masih pengen menghirup udara segar." Lanjut nya sedikit cengiran dan kali ini Keysha menerima botol dari nya.
"Th-thanks."
"Sama-sama. Saya duluan." Adelio berbalik, diam-diam memegang dadanya masih tidak menyangka bisa bertemu kembali.
"Dia benar-benar lupa denganku." Bisiknya sejenak berbalik untuk melihatnya sekali lagi, namun, spontan terkejut melihat Keysha kini berada di belakangnya.
"Astaga! Nona, apa yang anda lakukan!?
"Ikut. I-ijinkan saya ikut de-denganmu." Keysha menggigit bibir bawahnya, sedikit malu.
"Hhh… tidak jadi, nih tas saya yang nempatin." ujar Adelio berjalan ke arah motor dan menaruh tas nya di jok belakang.
"Bro, cepetan mau hujan ini." Ucap Barra, yang kini berlalu pergi diikuti Affandi yang sejak tadi mempertajam matanya meneliti wajah gadis yang mengikuti Adelio.
"Gitu banget liatnya, suka? Atau–"
"Nggak sayang, idih suka deh kalau cemburuan gini." Fandy memotong ucapan Lisa pacarnya.
"Ckh. Nggak mau meluk aku, males." Lisa ngambek.
"Hehehe, bukan gitu sayang. Jadi gini, dia itu mirip sama cinta pertama si kapten makanya rada asing sama mukanya."
"Oh, yang anak tukang bakso depan sekolah kalian?"
"Yap."
Lisa menoleh.
"Cantik banget lho Yaang, aku aja yang cewek deg deg an liatnya. Aura nya cantik banget, ada sesuatu sama dia, beda banget sama si Amara ganjen itu gelap kalo dia mah."
"Hahaha, percaya aku sama pacarku yang punya–"
"Ish, gak usah dibahas. Entar pada nongol susah capek aku."
"Hehe, siap nyai."
***
Keysha merasa dipermalukan, ajakan dari orang asing ini malah membuatnya merasa di tertawakan.
Lihat, dengan entengnya cowok itu menghidupkan motornya dan berlalu pergi meninggalkannya yang bingung dan juga takut.
Dengan perasaan dongkol, Keysha berjalan kembali ke mobil. Tangannya mengotak-atik ponsel mencari grap yang dekat dengannya.
Piipp.
Ia tersentak mendengar klakson dari belakang, menoleh dan melihat cowok tadi ke sedang menuju ke arahnya.
Motor itu berhenti di sampingnya, Adelio membuka kaca tengkorak miliknya dan mengambil helm lain.
"Ayo, sebelum saya berubah pikiran." Ajak Adelio menjulurkan helm nya pada Keysha.
"Kamu," Keysha geram, mengepalkan tangan.
"Satu sampai tiga, saya beneran pergi loh. Satu… " Adelio mengulum bibir menahan senyum melihat muka kesal Keysha. Gadis itu berjalan ke mobil sekedar mengambil kunci mobil dan juga beberapa berkas.
"Ke Bandung ada pekerjaan?" Tanya Adelio mencoba terlihat akrab.
"Bukan urusan anda, tuan menyebalkan." Kata Keysha ketus, merebut helm dari tangan Adelio kemudian duduk di boncengan Adelio.
"Gitu banget ya, udah di tolongin malah–"
"Nggak ada orang nolongin di kerjain dulu baru beneran nolong. Buat yutup sekalian, biar jadi penghasilan buat situ."
"Gak, ah. Ngapain juga, punya harta warisan kok ngapain capek-capek kerja."
"Wah, penikmat warisan ternyata."
"Iyalah."
"Whatever. Ayo jalan." Suruh Keysha, baru kali ini dia benar-benar harus menahan kesal dikerjai orang asing.
Ia mengernyitkan dahi melihat Adelio malah berbalik menatap nya.
"Yakin mau jalan? Nggak takut jatoh? Jauh banget itu duduknya."
"Pegangan kok." Keysha memegang pundak Adelio, malah terlihat seperti ojek ya. Mana di letakin aja lagi tangannya.
"Oke."
"SIALAN!" Pekik Keysha saat Adelio menaikkan gas motornya, tak ayal Keysha spontan memeluk pinggangnya erat