CERITA SI KEMBAR
Adelia Bramantyo Logan keluar dari kamar, kaki jenjangnya melangkah pelan melewati kamar suaminya Arischa Zaki Fauzan dokter pujaan hatinya ketika SMA.
Sayangnya.. sejak dulu hingga sekarang dia pun tidak pernah dilirik lelaki brewok itu.
Sialan memang. Untung cantik, jadi mesti sabar.
Mengetuk pelan pintu kamar Zaki, benar mereka pisah kamar atas permintaan Zaki sendiri.
"Kak, Dee udah siapin sarapannya jangan di buang lagi ya, kasian." Adelia tersenyum miris, dia tau percuma memasak sarapan untuk Zaki. Toh, pria dewasa itu mana pernah mau memakan masakannya. Umur doang dewasa, kelakuan blangsat.
"Kak, Dee berangkat kerja, kakak juga hati-hati berangkatnya."
Setelah mendengar langkah Adelia menjauh, Zaki membuka pintu, dari lantai dua dia bisa melihat kepergian istrinya.
Menikah karena ketidakmampuan untuk menolak, Zaki harus membiasakan diri. Terlebih-lebih, dia pemain wanita, bahkan lebih parah dibanding mertuanya Elvano.
Dari dia remaja hingga berusia 36 tahun, ia tidak percaya akan cinta. Namun dia harus menerima pernikahannya dengan Adelia Bramantyo Logan.
Mereka menikah seminggu yang lalu, Elvano bilang dia tidak bisa mempercayakan pilihan Adelia setelah kejadian Arumi, karena itu Elvano memintanya untuk menikah Adelia meskipun umur mereka beda jauh.
Jauh banget, kalau bukan Adelia cinta mana mau dia sama om gila seks sepertinya.
Seorang Elvano mempercayakan putrinya, apa ia terlalu baik selama ini? Atau karena imej yang selalu ia bawa ketika bertemu orang lain terutama keluarga Elvano begitu lurus tanpa cacat?
"Maaf Dee, pernikahan ini hanya menunggu waktu untuk bisa selesai begitu saja. Aku yakin, kamu bisa mendapatkan lelaki yang benar-benar tulus padamu."
Adelia mengusap kedua pipinya, keluar dari mobil setelah merasa lebih baik.
Nangisnya sudah cukup, dia sudah berjanji pada saat malam pertamanya dimana ia ditinggalkan begitu saja oleh Zaki.
"You oke?" Adam Aditama rekan Adelia sekaligus sahabat Joshua sepupunya datang, kebetulan mereka satu kerjaan sebagai Jaksa.
"Yes, i'm fine. Kenapa, apa saya kelihatan tidak baik-baik aja?"
"Salah banget nanya ke saya. Begini-begini saya sahabat Joshua yang di minta buat ngawasin kamu dua kali dua puluh empat jam."
Adelia meringis.
"Stalker itu mah." lontarnya. Adelia bergidik, kesal punya sepupu posesifnya minta di sate burung Cemara nya.
"Sudahlah, kapan lagi anda di stalker cowok tampan seperti saya ini." kata Adam, mukanya diimut-imutkan yang menurut Adelia menggelikan terlalu over pede.
"Lah, kok malah pergi." Adam cemberut Adelia tidak merespon malah nyelonong pergi.
Menjadi seorang Jaksa punya tanggung jawab sendiri, begitu juga seorang istri. Dan selama seminggu Adelia sudah merasa melakukan tugasnya dengan baik, sayangnya selalu dianggap sebelah mata oleh Zaki suaminya.
Bodohnya, dia terlalu percaya diri dengan perjodohannya dengan dokter keluarga nya itu. Ia kira Zaki menerima pernikahan karena memang menerima kehadirannya. Tetapi, semua dipatahkan setelah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Zaki begitu santai memangku seorang perawat di kliniknya.
Sakit, sudah pasti. Sangat-sangat sakit, terlebih lagi Adelia sudah menyukai Zaki dari SMA.
Bahkan di malam pernikahan pun, dia tinggalkan sendirian di rumah. Miris.
Apa yang lelaki itu katakan setelah ketahuan, "Pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan orang tuamu, jangan mengharapkan masa depan pernikahan yang sesuai ekspektasi mu, itu tidak pernah terjadi. Kamu bebas dekat dengan lelaki manapun, menjalin hubungan dengannya pun gapapa. Asal jangan sampai ketahuan keluarga. Ingat Adelia, kamu dan saya tidak akan menjadi Kita. Satu hal lagi, di laci kamarmu ada kertas yang perlu kamu baca dan teliti baik-baik. Kamu tau kan sekarang saya pemain, dan nggak akan mudah bagiku untuk berhenti selama kamu bakal melayaniku tanpa perasaan mungkin akan ku pertimbangkan."
Satu kata buat lelaki itu, b*****t!
Disakitin seharusnya membuat Adelia kalah, sayangnya dia mengingat perkataan sang mommy.
"Siap menikah, berarti Dee harus siap bertarung."
So, jangan harap Adelia akan kalah dalam pertarungannya dengan Zaki. Dia sudah berjanji, tidak akan lembek untuk tetap berada di samping Zaki. Tentunya, dia pun sudah berjanji akan membuat b******n itu berlutut padanya hingga takut kehilangan.
Setelah itu, dia bisa membalasnya dengan melepas Zaki. Adelia pengen Zaki merasakan cinta tak terbalaskan. Karena saat ini, hati Adelia sudah kosong tanpa Zaki.
***
"Atas nama Elang Airlines dan seluruh kru, saya kapten L ingin berterima kasih kepada Anda atas ikut sertanya dalam perjalanan ini. Kami berharap bisa berjumpa dengan anda lagi dalam penerbangan dalam kesempatan yang akan datang. Semoga hari Anda menyenangkan dan selamat berjumpa lagi." Suara deep sang kapten, bikin para penumpang tak sedikit gadis-gadis meleyot karena mereka tau seperti apa wajah di balik suara tegas ini.
"Jangan katakan selamat tinggal pada kami, cukup katakan itu pada masa lalu yang menyakitkan. Dan terima kasih, terima kasih sudah mempercayakan kami, dengan begitu kami yakin tugas membawa anda ke awan tidaklah sia-sia. Sampai jumpa lagi, meskipun perpisahan adalah hal yang paling sulit dilakukan meski itu akan terjadi di banyak fase kehidupan. Salam dari saya Pilot Adelio Bramantyo Logan bersama Co-pilot Barra Safrudin serta seluruh kru, sampai nanti."
Adelio meletakkan gagang telepon pesawatnya, terkekeh melihat muka songong Barra, terlalu gemas dengan kata-kata nya.
"Biasa aja setan."
"Situ yang biasa aja. Kebiasaan ngasih petuah-petuah, kek berpengalaman tau-tau di tinggal nikah."
"Bangsat."
"Ciya ciya ciya… bodo amat." Barra Safrudin melenggak pergi, kontan Adelio melempar sandal mengenai tepat di p****t Barra. Namun laki-laki itu tidak peduli hanya menggoyangkan bokongnya berlalu keluar.
Adelio bergidik geli melihatnya, dan merogoh saku mengambil ponsel.
Tersenyum mengusap layar, menatap wallpaper di layar ponselnya penuh cinta. Lalu membuka panggilan masuk sebelum dia terbang dari Jepang ke Jakarta semalam.
"Halo mom,"
"Abang udah sampai?"
"Udah mom, baru aja. Kangen masakan mommy."
"Ya udah langsung ke rumah, mommy masakin kesukaan abang nanti."
"Siap bu boss. Daddy di rumah nggak, mom?"
"Daddy? Jangan tanya, tuh dari tadi ngintilin mommy mulu. Kesel deh."
Adelio sontak tertawa kecil, yakin daddy nya mau sesuatu lagi. Tau banget dia, Elvano tidak akan membiarkan sang mommy tenang sebelum apa yang dia inginkan terwujud.
"Kali ini daddy mau apa lagi, mom?"
Abi di seberang sana mendesah kesal. "Daddy lagi ganjen, pengen turin bareng bapak-bapak lain. Tau kan om Nino gimana, pasti selalu ngajakin daddy mu aneh-aneh. Mentang-mentang perusahaan di pegang adik mu, gini nih bebas."
"Wkwkwk, emang daddy punya motor?"
Biarpun Elvano kaya tujuh turunan, dari dia punya nama sampai sekarang tuh bapak tidak sekalipun ada niatan membeli motor. Trauma saat mengejar cintanya pake ojek karena takut Abi digondol masa lalu. Jadi, yang dikumpulkan di rumah hanya mobil, selain itu tidak ada.
Makanya Adelio bertanya.
"Di tawarin sama temen-temen artisnya. Makanya dia mau beli, mommy mah terserah dia."
"Lah, terus? Masalahnya dimana?"
"Masa mommy harus ikut sih bang, entar kalau mommy kena matahari terus tambah keriput gimana?"
Bohong banget, yang Adelio lihat dari sang mommy dan daddy nya, mereka tidak berubah sekalipun. Makin berumur sih iya, tapi, sifat kekanak-kanakan tidak pernah hilang sama seperti pengantin baru terus. Mungkin itu sebabnya wajah mereka tidak terlalu berubah secara signifikan seperti orang lain.
"Wkwkwk, gapapa mom ikut aja daripada di rumah terus. Kapan mereka turin?"
"Lusa, motornya udah ada noh bareng motornya om Jay kamu di luar sudah macho pokoknya. Sayang, yang punya kek bocah."
"Hahaha, dah lah abang mau turun dulu. Ada pesanan nggak mom?" Adelio bangkit, berjalan keluar tak lupa menarik kopernya. Keluar dari kabin depan, dia sudah ditunggu yang lain setelah itu mereka pun berjalan masuk bandara.
"Mommy mau roti boy dong, pengen dari bandara."
"Siap mom. Apalagi?"
"Anty kamu sama yang lain mau bakso tempat biasa, sama mie ayam buat om Jay. Sekalian aja ajakin ke rumah ya maman-maman nya."
Kalau sudah ngajak maman-maman gerobak, sudah pasti rumah bakal ramai. Mommy kadang-kadang sih, segala tetangga di traktir. Orang lewat pun di stop di ajakin nge bakso nggak boleh pulang maman nya kalau nggak habis tuh isi gerobak.
"Siap laksanakan. Udah itu aja?"
"Yap. Abang hati-hati, jangan ngebut."
"Wokeh. Bye mom,"
"Bye sayang."
Walaupun sering di ledekin rekan-rekan nya sebagai anak mommy, Adelio bodo amat yang penting hatinya akan selalu tenang bila bersama atau pun menghubungi salah satu dari pasangan bucin di rumah nya itu.
"Langsung balik?" Tanya Andre Affandy sahabatnya.
"Iya, paling mampir beli pesanan orang rumah. Kamu?"
"Mau mampir ke rumah ibu doang, habis itu langsung ke bandung."
"Ketemu Lisa?"
"Hehe,"
"Dasar. Nggak capek apa, udah sih Lisa nya di ajak kesini aja susah amat."
"Ish, mana mau… wait," Fandy tersenyum lebar melihat nama calon istrinya di layar.
"Halo Sa. Aku? Baru keluar. Kenapa?"
"Aku di apartemen, udah masak juga buat kamu. Jangan mampir kemana-mana pokoknya."
"Hah?" Fandy menghentikan langkahnya, tak urung Adelio dan Barra ikut berhenti. Sementara kru lainnya lebih dulu pergi dengan senyuman manis.
Fandy melihat kedua sahabatnya tanpa kedip. Adelio sampai mendapat sikut dari Barra karena nya.
"Kenapa?"
Fandy tidak menjawab, dia malah menggendong koper miliknya dan secepat kilat menghilang dari pandangan kedua laki-laki tampan itu.
Keduanya cengo, melongo tak menemukan Fandy di depan mereka.
"Sialan."
Umpatnya secara bersamaan, saling melirik lalu mendengus kesal.
"Situ lagi," jengah Adelio melihat keberadaan Barra, masih kesal di kasih goyangan p****t. Masih untung tuh b****g semok, coba kalau nggak, udah Adelio tebas pakai samurai.
"Idih, apo seh." Barra melenggak-lenggok meninggalkan Adelio yang lagi-lagi cengo ngeliat kelakuannya.
"Kapten El,"
Panggilan itu menghentikan Adelio yang hendak mengikuti Barra. Dia menoleh melihat Laura Bagaskara, salah tim pramugari miliknya.
Cantik? Iya.
Seksi? Sudah pasti, bodynya bisa dibilang perfect.
Baik? Kadang baik di depan Adelio kadang jadi-jadian kalau di cuekin Adelio, karena dia tipe gadis terang-terangan mengatakan suka pada Adelio. Bahkan pramugari lain saat ketahuan menggoda Adelio, bakal di pelototin.
Sayangnya, Adelio tidak tertarik dengannya. Bagi Adelio, tidak ada perempuan yang seperti Abi sang mommy. Kalau ada, boleh deh kenalan. Namun sampai sekarang, dia belum menemukannya.
"Ada apa?"
"Mau ke cafe dulu nggak?"
"Nggak."
Seperti ini lah Adelio, dingin jika berhubungan dengan seorang gadis. Dia hanya akan bercanda jika bersama orang-orang yang tertarik padanya sebagai teman atau rekan, bukan karena menyukainya.
"Ayolah, sebentar saja. Temenin ya, please." Laura mengapit lengan Adelio tanpa segan, namun dengan cepat di tepis Adelio.
"Sorry, saya ada keperluan yang lebih penting." tegas Adelio, sedikit menekan kalimat. Bisa dilihat, sudah jelas-jelas Adelio menolak keberadaan gadis itu.
"Tapi,"
"Duluan." ucap Adelio sedikit berlari, mengusap lengannya tak suka ada parfum cewek di baju nya. Sepertinya dia perlu Loudry lagi.
"Sial. Kapan sih Lio ngelirik! Aku kurang nya apa coba, nggak ada dong pasti. Cantik begini, body juga oke. Tapi, kok, dia.. argh.. nyebelin." Laura hentakin kaki berjalan dengan kesal