Vania tidak bisa tinggal terlalu lama di rumah Jesica. Ia akhirnya kembali kerumahnya. Defni sang ibu sangat menyesal karena tergoda dengan bujuk rayuan Roland sehingga membuat putrinya sakit hati dan membencinya. Roland begitu pintar menggodanya untuk bercinta apalagi Defni sudah lama menjanda dan hanya bermain one night stand sesekali jika ia ingin diluar.
"Sayang maafkan ibu. Ibu janji hal ini tak akan terulang lagi" sesal Defni karena perbuatannya Vania sudah sebulan tidak pulang dan tidak mengabarinya sama sekali. Ia sudah gagal menjadi seorang ibu untuk Vania. Ia berharap Vania mau mengampuni perbuatan terkutuknya.
"Iya bu" Vania lelah bersitegang dengan ibunya. Seburuk-buruknya sang ibu, Vania tetaplah anaknya. Defni memeluknya sambil menangis. Ia bersyukur Vania masih mau kembali dan memaafkannya.
"Terima kasih sayang sudah memaafkan ibu" ucap Defni entah memang benar-benar menyesal atau hanya sekadar bualan saja.
Hubungan mereka akhirnya kembali dekat meski tak sehangat dulu. Sejak itu Vania tak pernah menjalin hubungan dengan siapapun.Ia enggan menjalin hubungan karena masih trauma dengan Roland.
Setahun kemudian ibunya membawa seorang pria kerumah untuk ia perkenalkan dengan Vania. Vania sangat terkejut karena pria itu adalah Abraham sahabat kepala sekolahnya yang pernah menolongnya dari kegilaan Ronald.
"Sayang ini calon papa barumu namanya Abraham" ucap ibunya.
Abraham melihat calon putri tirinya terasa familiar. Ia mengingat saat ia menolong seorang gadis dari amukan seorang pria di sekolah milik sahabatnya James.
"Kau sekolah di SMA Pelita Harapan?" tanya Abraham tiba-tiba.
"Loh kalian sudah saling kenal ya? " tanya Defni heran.
"Iya sayang soalnya sahabatku pemilik yayasan disana. Jadi aku pernah mampir kesana dan melihat anakmu yang cantik ini" jelas Abraham.
"Oh baguslah kalau kalian sudah saling mengenal. Ibu harap kalian cepat akrab karena sebentar lagi ibu akan menikah dengan Abra" sambung ibunya.
"Menikah?! ibu gak salah? ibu kan janji sama ayah kalau ibu gak akan menikah lagi!! " Vania tak terima jika posisi ayahnya digantikan oleh orang lain. Vania berlari memasuki kamarnya sambil menangis.
"Vania!! Vania!!" panggil ibunya tapi tak digubris oleh sang anak. Defni ingin menyusulnya kekamar tapi dihalangi oleh Abraham kekasihnya.
" Biarkan saja dulu dia sendiri Defni. Dia perlu waktu untuk menerima ini semua" ucap Abraham dengan bijak. Ia mengerti tak mudah untuk menerima orang baru dalam kehidupan kita. Apalagi kalau orang itu tiba-tiba menggantikan sosok ayah yang sudah lama meninggal.
"Tapi sayang aku gak enak sama kamu. Maafin sikap Vania ya. Dia amat menyayangi almarhum papanya" ucap Defni tak enak.
"Ini akan jadi PR buat aku untuk mendekatinya sayang. Kamu gak keberatan kan kalau aku PDKT dulu dengan anakmu yang cantik itu? " tanya Abraham.
"Boleh pakek banget sayang. Itu yang aku harapkan dari kalian" jawab Defni. Ia ingin anaknya menerima Abraham sebagai papa sambungnya. Sejak itu Defni menyuruh Abraham untuk tinggal dirumahnya sampai mereka menikah. Vania risih saat melihat ada orang asing di dalam rumahnya. Tak jarang Vania enggan pulang dan menginap di rumah Jesica.
Abraham yang tak kenal kata menyerah berinisiatif menjemput Vania di sekolah. Kebetulan ojek yang dipesan Vania tidak datang karena hari itu tiba-tiba hujan lebat. Abraham turun dari mobil sambil membawa payung dan mendekati calon anak tirinya itu.
" Sayang cepat ikut papa masuk ke mobil" ucap Abra sambil memayungi Vania. Vania bergeming mengacuhkannya tapi ia tak habis pikir dan malah menggendong Vania sehingga mereka sama-sama basah.
"Om turunkan aku om!! " teriak Vania panik karena Abra menggendongnya seperti memikul beras.
"Makanya dari tadi nurut sama papa!! " akhirnya Vania terpaksa masuk ke dalam mobil Abraham. Vania merengut dan diam saja tanpa menoleh ke arahnya. Mata Abraham melihat ke arah d**a Vania karena branya berwarna merah menyala terlihat jelas dibalik kemejanya yang berwarna putih. Abra menelan ludahnya kasar karena gugup melihat hal itu dan langsung melemparkan jasnya ke arah Vania. Jantungnya berdetak tak normal saat melihat dua gundukan kenyal yang menantang untuk diremas itu.
"Pakai itu sayang tutupi dadamu" perintah Abra lalu mulai menjalankan mobilnya. Vania melihat bajunya dan benar saja, branya terlihat jelas dari tadi. Pantas wajah Abra memerah saat melihatnya. Entah kenapa ada ide yang terlintas begitu saja di kepalanya.
Vania pura-pura tertidur dan sedikit mengangkangkan kakinya sehingga paha mulusnya terlihat jelas. Abraham beberapa salah fokus saat melihatnya. Ia menelan ludahnya kasar menahan gairah yang tiba-tiba datang menghampirinya.
'Tahan Abra, ingat dia anak tirimu. Jangan melampau batas' batin Abraham. Ia memfokuskan pikirannya dan membawa Vania pulang kerumah. Rumah tampak sepi karena Defni sedang arisan dengan teman-temannya. Abra kasihan melihat Vania tertidur di mobil membawanya dalam gendongannya ke kamar gadis itu.
Celananya menggembung karena ulah calon anak tirinya itu. Tapi Abraham membuang semua pikiran kotornya. Ia terpaksa mengangkat tubuh Vania ke dalam rumah karena gadis itu belum bangun juga dari tidurnya. Sesekali mata Abraham mengintip dibalik celah baju Vania yang terbuka, dua gundukan itu terlihat begitu jelas sehingga dia harus membuang pandangan nya ke arah lain.
Setelah susah payah ia menaiki tangga akhirnya sampai juga dia ke kamar Vania dan menaruh gadis itu di ranjangnya.
"Huft akhirnya" Abraham mendesah legah dan merapikan selimut Vania. Ia tak bisa membuka baju Vania yang basah dan ia bingung harus bagaimana karena Defni belum pulang juga.
"Om.. " panggil Vania dengan lirih. Vania sedari tadi hanya pura-pura tidur lalu ia memanggil kekasih ibunya itu.
"Maaf aku ngerepotin om ya? " tanya Vania tak enak.
"Nggak apa-apa sayang. Segera mandi dan ganti pakaianmu. Om akan membuatkan makanan spesial untuk kita. "
"Baik om" Abraham keluar dari kamar Vania untuk seger mandi dan berganti pakaian. Lalu ia memasak nasi goreng yang simple. Meski ia tinggal sendiri selama ini, Abraham sudah terbiasa memasak makanan untuk dirinya sendiri daripada membelinya. Ia sudah terbiasa hidup mandiri dan melakukan segala sesuatu sendirian.
Setelah nasi gorengnya jadi ia melihat Vania turun dari lantai atas dengan mengenakan kaos oversize dan celana hotpants. Rambutnya juga di gelung ke atas sehingga menampilkan leher putih mulus Vania. Abraham menelan ludahnya dalam saat melihat penampilan gadis itu begitu seksi dan menggoda. Abraham membuang pandangannya dan fokus dengan nasi goreng yang ia sajikan ke dalam dua piring yang akan mereka makan.
"Ini nasi goreng buatan papa" Abraham menyerahkan sepiring nasi goreng buatannya pada Vania.
"Makasih om" ucap Vania seraya tersenyum manis.
DEG
Jantung Abraham terpompa lebih cepat dan ia merasa sangat gerah saat melihat senyuman Vania.
"Kenapa panggil om, mulai sekarang Vania harus terbiasa manggil papa" protes Abraham mengalihkan pikiran kotornya.
"Ehm iya pa" jawab Vania.
Mereka makan bersama di meja makan berdampingan. Sesekali Abraham melirik ke arah Vania yang sedang makan. Begitu juga dengan Vania, tiba-tiba ide licik bersarang di kepalanya. Saat Vania akan bangun dan mencuci piringnya ia pura-pura terjatuh dan terduduk di atas pangkuan Abraham.
"Maaf pa!! " Vania yang hendak bangkit tapi ibunya keburu pulang dan melihat posisi intim mereka berdua.
"Sayang... Vania.. kalian... "