Sebuah mobil Lamborghini memasuki mansion Abra. Lalu keluarlah seorang gadis dengan pakaian modis dan gemerlap. Gadis itu adalah Vania. Ia tersenyum licik lalu memasuki mansion.
Defni dan Abra yang sedang bersantai di ruang tamu melihat penampilan putri mereka dari atas ke bawah. Defni heran darimana anaknya mendapatkan banyak uang hingga bisa membeli semua barang branded yang melekat di tubuhnya.
"Hai semuanya" sapa Vania lalu ikut duduk bersama mereka.
"Sayang kamu tampak berbeda. Itu semua kan barang mahal. Kamu dapat darimana uang sebanyak itu? " tanya Defni penasaran.
"Tenang bu aku tidak jual diri ataupun punya sugar daddy. Ini murni dari hasil kerjaku" jawab Vania santai sambil melihat Abra yang keringat dingin saat melihat Vania. Ia takut gadis itu akan membocorkan rahasia diantara mereka.
"Kerja? apa kerjamu sayang? kenapa kamu baru kasih tau kami? " tanya ibunya lagi.
"Vania banyak dapat endorse bu. Selama ini Vania juga mendapat job photoshoot. Ini dia majalahnya" Vania menyerahkan sebuah majalah remaja Gadis sampul pada Defni dan Abra.
"Wah ibu tidak menyangka jika kamu begitu berbakat. Ibu bangga sekali padamu sayang" Defni memeluk Vania sedangkan dibaliknya Vania tersenyum penuh arti pada papa tirinya. Sebenarnya uang ia dapat adalah dari cek yang Abra berikan padanya. Ia mengambil sebanyak 1 triliun uang milik Abra di bank lalu membeli mobil dan barang-barang mewah lainnya. Abra hanya tersenyum kecut karena putrinya benar-benar merampok dirinya. Untung kekayaan Abra tak habis tujuh keturunan jadi dia tak begitu khawatir.
Setelah Defni melepas pelukannya Vania memeluk papa tirinya itu sambil berbisik di telinganya.
"Terima kasih pa uangnya" lalu ia menggigit cuping telinga papanya dan menjilatnya. Abra menegang karena ulah Vania. Hal itu tak dilihat oleh Defni karena Defni sibuk melihat majalah yang Vania berikan.
"Aku masuk ke kamar dulu ya" ucap Vania.
"Iya sayang istirahatlah" ucap ibunya.
Vania berjalan sambil berlenggak-lenggok hingga mengundang perhatian Abra. Abra bisa melihat dari belakang jika Vania tidak memakai celana dalam dibaliknya. Vania tersenyum senang dan puas karena berhasil merampok papa tirinya itu.
Malam harinya Vania mematut tubuhnya di cermin sambil mengenakan gaun satin tipis berwarna merah tanpa memakai bra dan celana dalam. Ia ingin mengganggu Abra dan Defni agar gagal bercinta malam ini. Ia muak melihat mereka yang tiap hari bercinta tanpa lelah. Melihat Abra begitu bersemangat menyetubuhi ibunya membuat Vania sangat marah.
"Papa hanya milikku" gumam Vania. Lalu ia kekamar mereka dan mengetuk pintunya. Pintu kamar mereka terbuka dan yang membukanya adalah Abra. Mata Abra terbelalak melihat penampilan Vania yang begitu seksi. Ia bisa melihat p****l Vania yang tercetak di balik gaun satin tipis yang dikenakannya.
"Maaf pa, Vania boleh tidur dengan kalian? " tanya Vania dengan wajah ketakutan.
"Ada apa pa?" giliran Defni yang menghampiri mereka dan melihat Vania ada di depan pintu kamar mereka. Vania langsung masuk begitu saja dan memeluk Defni sambil menangis.
"Hiks hiks bu aku takut di kamarku ada hantu" tangis Vania dalam pelukan ibunya.
"Hantu? ahk masa sih ada hantu. Kamu salah lihat kali" ucap ibunya tak percaya.
"Beneran bu hiks hiks hiks" Vania memerankan perannya dengan sangat baik. Abra hanya geleng-geleng kepala karena tau jika Vania hanya berpura-pura entah apa yang diinginkan oleh putri tirinya itu.
"Yasudah ayo tidur bersama kami" Defni menuntun tubuh Vania dan mereka tidur di ranjang tapi Abra malah mau keluar dan tidur di kamar lain.
"Kenapa papa keluar?" tanya Vania kecewa.
" Papa tidak enak kalau tidur bersama kalian" jawab Abra karena ia tak mau terjebak oleh tipu daya gadis licik itu.
"Jadi papa tidak benar-benar sayang dengan Vania? papa menggangap Vania orang lain? padahal Vania ingin tidur sama ibu dan papa" wajah Vania berubah menjadi sedih.
"Pa tidur disini aja. Lihat Vania jadi sedih kan" Defni tak tega melihat wajah putrinya yang sedih karena melihat Abra keluar dari kamar. Lagi-lagi Abra menghela nafasnya lalu kembali ke ranjang dan tidur di samping Vania. Vania sekarang berada di tengah-tengah mereka.
"Yasudah papa disini kamu puas kan? " tanyapapanya.
"Iya pa" jawab Vania lalu mereka tidur bertiga di satu ranjang. Defni sudah tidur duluan sementara Vania dan Abra masih terjaga. p****t Vania menyentuh belalai Abra hingga belalainya menegang. Vania dengan berani menggesek-gesekkan pantatnya disana hingga Abra tak bisa menahannya lagi. Abra mencium tengkuk Vania dan meremas-remas d**a jumbonya. Vania hampir mengeluarkan desahannya lalu Abra dengan sigap membungkam bibir Vania dengan ciumannya.
"Gadis nakal" bisik Abra lalu membuka celananya hingga terpampanglah belalainya yang besar dan panjang. Vania menunduk lalu mengoral milik papanya yang sudah menegang.
"Ahk sayang sttt" desah Abra saat Vania begitu lihai memanjakan miliknya. Ia ingin melakukan lebih tapi hati nuraninya mengatakan tidak untuk demikian. Setelah puas dengan mulut putrinya Abra mengocok milik putrinya dengan satu jarinya. Milik Vania begitu sempit dan ketat hingga mencengkram begitu kuat jemarinya itu. Abra jadi penasaran untuk merasakan miliknya ada di dalam Vania. Tapi ia masih waras untuk melakukan hal itu. Ini lebih dari cukup bagi Abra.
"Papa Vania mau pipis pa" bisik Vania.
"Keluarkan sayang" lalu Vania keluar hingga ia lemas. Abra menunduk dibawah Vania dan menghisap sisa cairan Vania. Ia menjilat dan menyedot lubang Vania hingga Vania terpekik nikmat sambil meremas rambut Bara hingga berantakan. Vania dibuat belingsatan untung Defni tak bangun dan masih tidur. Hingga akhirnya Vania keluar berkali-kali karena ulah papanya.
Abra yang belum puas lebih memilih menuntaskan dengan menggesekkan belalainya di belahan bongkahan bulat putrinya yang besar. Ia Menggesek-gesekkan belalainya disana hingga mengenai bibir Vania.
" Dadamu besar dan nikmat sayang ahh" bisik Abra lalu ia muncrat dan mengenai wajah Vania. Vania menjilat sisa cairan Abra dan mengelap wajahnya.
"Papa gak mau main sama Vania? " tanya Vania.
"Nggak sayang. Papa tidak ingin mengkhianati ibu kamu. Hanya ibu kamu yang papa masuki dan akan papa hamili." jawab papanya.
"Vania juga pengen hamil anaknya papa" ucap Vania dengan c***l.
"Aku tak ingin wanita jalang mengandung anakku" bisik Abra takut terdengar oleh Defni yang sedang tidur.
"Ibuku juga wanita jalang pa" ucap Vania tanpa dosa.
"Jaga ucapanmu pada istriku jalang" ancam Abra marah karena Vania mulai kurang ajar.
"Papa bahkan tak mengenal ibu dan Vania dengan baik. Dengan mudahnya papa mengatai aku jalang. Kita bisa buktikan aku jalang atau tidak" tantang Vania.
"Baiklah jika itu maumu. Kita akan bermain di luar" Abra menerima tantangan Vania dan membuktikan jika Vania memang gadis jalang.