7. The Wedding Day

3959 Kata
Baby Love Part 7 : The Wedding Day             Kimi menatap wajah gadis yang ada di hadapannya. Seorang gadis dengan balutan kebaya modern berwarna putih ,yang terlihat pas di tubuh mungilnya. Pantulan bayangannya itu terlihat sangat cantik, namun terhalang dengan raut wajah yang seperti menanggung beban yang sangat berat. Sebentar lagi dia akan menikah dengan Kalva hanya dalam hitungan menit. Pernikahannya sengaja dibuat sederhana, mengingat Kimi masih berstatus pelajar.Hanya kerabat dan orang-orang tertentu yang datang dalam acara akad tersebut. Bahkan Daniel, sahabatnya itu tidak diundang oleh Kimi. Hanya Sofie dan Lala. Kimi masih belum sanggup untuk mengatakan pada sahabatanya jika dia akan menikah. Kimi tidak sanggup membayangkan reaksi Daniel. Pastinya sahabatnya itu akan marah besar padanya. Biarlah jika sudah waktunya Kimi akan menceritakan semuanya kemudian meminta maaf padanya. Kimi tidak akan lupa bagaimana reaksi Sofie dan Lala saat dia memberitahukan kabar pernikahannya. Kedua sahabatnya itu langsung berteriak histeris karena menganggap ucapan Kimi hanya lelucon yang tidak lucu. Namun akhirnya sahabatnya itu percaya setelah Kimi memperlihatkan bukti-bukti yang ada. Apatah lagi seorang Daniel? Mungkin dia akan langsung mendatangi Kimi dan mencecar gadis itu dengan pertanyaan-pertanyaan  ala detektif di film. Laki-laki itu pasti akan meminta jawaban jujur padanya kenapa dia mau menikah dengan Omnya sendiri. Memikirkannya saja sudah membuat kepala Kimi pusing sendiri.  “Kimi, udah siap? Acaranya akan segera dimulai,” Gina masuk ke dalam kamar Kimi. Wanita itu terlihat cantik dengan kebaya merah marunnya. Membuatnya lebih terlihat muda. “Iya, Tante.” Kimi langsung bangkit dari duduknya. Rasa gugup tiba-tiba saja langsung menyerangnya. Dan entah mengapa Kimi merasa ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga.  “Kamu cantik banget dengan kebaya itu,” puji Gina tersenyum lembut, tangannya menggandeng tangan Kimi menuju pintu keluar. Kimi tersenyum,”Makasih, tante. Semua karena tante juga,” balas Kimi pelan. Saat Kimi memasuki ruang tamu yang disulap menjadi tempat acara akad nikah, semua mata para tamu menatapnya tak berkedip. Kimi memang terlihat cantik dengan kebaya putih yang dikenakannya, model kebaya yang terkesan simple dengan kain yang menjuntai ke bawah di belakangnya membuatnya terlihat lebih tinggi. Dipadukan dengan  kain batik yang digunakannya sebagai bawahan, membuat Kimi terlihat sangat anggun. Gadis itu melirik Kalva yang terlihat tampan pagi ini, jas hitamnya membuatnya terlihat sangat gagah dan seksi. Namun hatinya terasa nyeri saat melihat ekspresi Kalva. Laki-laki itu seperti terlihat biasa saja. Bahkan terkesan dingin. “Baiklah, kalau begitu mari kita mulai akad nikahnya,” ucap pak penghulu saat Kimi sudah duduk di samping Kalva. Gadis itu menunduk, menahan gejolak dalam dirinya. Menahan tangis juga menahan rasa sesak di dalam dadannya. Bukan seperti ini yang Kimi inginkan. Dia ingin seharusnya Kalva menyambutnya dengan senyum bahagia. Bukan wajah datar tanpa senyum. “Kimi selamat, yah?” Sofi mencium Kimi, mengucapkan selamat pada sahabatnya itu setelah akad nikah selesai. Kimi tergagap mendengarnya. Saking sibuk dengan pikirannya sendiri, dia bahkan tidak mendengar saat Kalva mengucapkan ijab kabul. ‘Dasar Kimi bodoh! Seharusnya kamu tidak melamun  tadi’ gerutu Kimi dalam hati. **** Setelah selesai ijab kabul, acara dilanjutkan dengan mempersilahkan para tamu undangan untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Kimi tersenyum membalas dengan ucapan terimakasih kepada setiap tamu undangan yang mengucapkan selamat padanya dan Kalva.  “Liat aja, Kim, gue akan dapetin cowok yang lebih ganteng dari Om Kalva eh bukan suami elo,” Ucap Lala dengan yakin. Sepertinya dia terobsesi untuk menikah dengan cowok tampan. Apalagi dia sempat terpikat akan ketampanan Kalva. Kimi terkekeh lucu mendengarnya,”Sama Dennis Oh aja sana, He is so hot, tapi kamu ke Korea dulu, yah.” Balas Kimi tersenyum geli.Yah,wajah Kalva memang sedikit mirip dengan model blasteran Amerika-Korea itu. Lala langsung mencibir mendengar ucapan Kimi. Mana mungkin dia ke Korea untuk mengejar Model tampan itu. Dia mau, tapi belum tentu model itu mau kan?  “Ngeledek nih ceritanya? “ Lala langsung memasang wajah cemberut, membuat pipinya yang tembab terlihat lucu. Kenapa sekarang dia jadi ingin menikah muda seperti Kimi? Padahal kan pasangannya saja belum punya. Haduh Lala! Stop Berkhayal.!!  “Jang...” “Kimi!” panggil Kalva yang membuat ucapan Kimi terpotong, gadis itu langsung menghampiri Kalva, namun sebelumnya dia meminta izin dulu kepada kedua sahabatnya untuk menghampiri Kalva. “Iya, Om eh Kak,” ucap Kimi bingung, dia tidak tau harus memanggil Kalva dengan sebutan apa. Karena seminggu sebelum menjelang pernikahan mereka, baik Kimi maupun Kalva belum berbicara sama sekali mengenai panggilan untuk keduanya.Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kedua sahabat Kimi terkikik geli mendengar kegugupan sahabatnya itu.  “Kalva, Kimi. Aku sudah bilang dari awal, kan?” Kalva menatap Kimi tajam. Gadis itu malah menundukkan kepala. Tidak terbiasa ditatap seperti itu oleh Kalva. ”Tapi Kimi nggak biasa, apa Kimi boleh panggil ‘kakak’ aja?” sahutnya lirih. Mana mungkin dengan jarak umur keduanya yang lumayan jauh Kimi hanya memanggil Kalva dengan nama tanpa embel-embel di depannya.  “Terserah, ayo ikut aku, aku mau mengenalkanmu pada tamu-tamuku,” Kalva menggandeng Kimi menuju taman belakang, tempat resepsi kecil yang Kalva buat. Sebelumnya laki-laki itu meminta izin pada Sofi dan Lala karena membawa sahabatnya pergi.   ***** Kimi duduk di pinggir tempat tidur kamar pengantinnya dengan perasaan gugup. Bukan, dia sekarang bukan berada di dalam kamarnya, dia berada di kamar pengantin yang disiapkan tante Gina yang tak lain adalah Kamar milik Kalva yang sudah dihias secantik mungkin. Kamar ini lebih luas dibandingkan kamarnya sendiri. Resepsi kecil-kecilan di rumahnya sudah selesai sejak jam lima sore tadi. Pakaian kebayanya pun sudah berganti dengan baju tidur selututnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan sekarang dia sedang menunggu kedatangan Kalva dengan gugup. Laki-laki itu tadi berpamitan sebentar untuk pergi ke kantor, mengambil data-data penting untuk dibawanya ke Amerika besok pagi. Kimi bagaikan tertampar saat mendengar bahwa Kalva akan pergi ke Amerika besok pagi, meninggalkannya sendiri di sini. Walaupun alasan Kalva pergi ke sana karena ada masalah mengenai anak cabang perusahaan Airlangga di Amerika, namun tetap saja Kimi merasa sakit mendengarnya. Bahkan Kalva tidak mengajak Kimi walaupun hanya sekedar berbasa basi. Terlihat jelas bahwa Kalva menganggap pernikahan ini karena kewajiban baginya. Bukan karena Kalva menyukai Kimi. Gadis itu menghela nafas pelan. Berusaha mengurangi rasa sesak yang semakin menghimpit dadanya. Perlahan jari-jarinya mengelus cincin pernikahan yang tadi pagi Kalva sematkan di jari manis kanannya. Hanya benda ini sebagai bukti Kalva telah menjadi suaminya.           “Cklek,” Kimi langsung terkesiap saat mendengar pintu kamar terbuka. Kalva melangkah masuk ke dalam kamar. Wajah laki – laki itu terlihat sangat kusut. Seperti sedang mengalami banyak masalah. “Kamu belum tidur?” tanya Kalva datar tanpa menatap Kimi. Kalva sibuk melepas kancing kemejanya dan tak memedulikan wajah Kimi yang bersemu merah. Gadis itu belum terbiasa dengan pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya. Dengan cueknya Kalva mengganti pakaian di depan Kimi. Memang hanya kemeja, tapi tetap saja Kimi sangat malu melihatnya.  “A...aku nungguin Kakak,” sahut Kimi gugup dengan wajah tertunduk malu. Tidak berani memandang wajah suaminya. Terdengar helaan nafas Kalva,”Ngapain kamu nungguin aku? tadi kan sudah aku bilang kamu langsung tidur saja, Kimi. Sekarang lebih baik kamu tidur, aku masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan,” Ucap Kalva pelan sebelum menghilang di balik pintu. Lagi-lagi Kalva pergi meninggalkan Kimi di malam pengantinnya. Kimi menatap nanar punggung Kalva yang menghilang di balik pintu. Tanpa disadarinya air matanya mengalir. Rasa sakit karena tak dianggap membuatnya semakin menyadari bahwa Kalva sangat membencinya. Di saat malam pertama merupakan malam kebahagiaan untuk para pengantin baru, tapi di malam itulah  penderitaan hatinya dimulai. Dirinya merasa seperti yang tak dianggap sama sekali.   ***** “Bik, Aku bantuin masak, yah?” Ucap Kimi saat melihat Bik Asih yang sedang sibuk membuat sarapan di dapur. Bik Asih menatap Kimi dengan senyum lembut. Hari ini Kimi terlihat cantik dengan dress selutut berwarna peach yang dikenakannya, rambutnya yang masih basah sengaja digerai.  “Eh, jangan, Non, nanti Tuan Kalva marah,” tolak Bik Asih halus, dia masih ingat dengan pesan majikannya bahwa Kimi dilarang berkeliaran di dapur. Apalagi membantu dirinya membuat makanan. Kimi tersenyum lembut,”Nggak kok, Bik. Aku kan pengen buatin sarapan buat Kak Kalva, yah, Bik! Please. Asal bibi jangan ngelapor pasti Kak Kalva nggak akan tau,” bujuk Kimi lagi. Semalaman gadis itu berfikir mengenai sikap Kalva padanya. Janjinya pada mamanya lah yang menguatkan hati Kimi.Untuk itu mulai sekarang Kimi akan melayani Kalva sebagai suaminya. Berusaha membuat laki-laki itu memerhatikan dirinya. Walaupun Kimi sadari  kemungkinan itu  sangat kecil. Kimi tak peduli. Yang penting dia sudah berusaha agar Kalva merubah pandangan laki-laki itu terhadapnya. Dia bukan gadis remaja yang cengeng dan manja. Dia adalah gadis yang kuat dan tegar juga mandiri.   “Tapi ,Non,” Bik Asih memandang ragu Kimi. Terlihat jelas ketakutan dalam mata wanita tua itu.  “Nggak apa-apa , Bik. Kak Kalva masih tidur, lagi pula pagi ini dia akan berangkat ke Amerika. Sebagai isteri, Kimi hanya ingin melayani suami. Apalagi selama seminggu Kimi nggak akan ketemu Kak Kalva,” jelas Kimi yang membuat hati Bik Asih tersentuh. Dia tidak mengira bahwa gadis muda seperti Kimi memiliki pikiran yang  dewasa. Bahkan Kimi bisa menerima keadaanya sekarang ini. Menjadi isteri Kalva. Bukannya Bik Asih tidak tau mengenai sikap majikannya itu pada gadis yang ada di hadapannya sekarang. Dia terkadang suka memergoki Kimi sedang menatap punggung Kalva dengan raut sedih dan terluka. Membuat Bik Asih tak tega melihatnya. “Baik, non. Tuan Kalva suka dibuatkan nasi goreng bakso, Non.” Jelas Bik Asih. Kimi tersenyum mendengarnya. Nasi goreng? Dia sangat ahli dengan masakan yang satu itu. Segera Kimi memakai celemek, menyiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang diperlukan. Setelah semua bahan tersedia, barulah gadis itu mulai memasak nasi goreng bakso kesukaan Kalva. Kimi berharap semoga saja Kalva menyukai masakan buatannya itu.  Tepat jam delapan pagi Kalva turun dari kamarnya. Laki-laki itu terlihat gagah dengan kemeja birunya. Kopernya sudah lebih dulu dibawa Mang Ujang untuk diletakkan di bagasi mobil. Kalva hanya membawa satu koper kecil untuk perjalanan bisnisnya kali ini. Kimi tersenyum lembut menyambut Kalva yang duduk di sampingnya. “Ini, Kak, sarapannya,” Kimi langsung meletakkan sepiring nasi goreng lengkap dengan s**u putih di hadapan Kalva. s**u putih? Kalva mengerutkan dahi melihat cairan berwarna putih di depannya.  Dia tidak pernah minum s**u putih  lagi sejak SMP. Dan sekarang dia disuruh minum s**u putih? Di umurnya yang sekarang? Kimi tidak sedang bercana padanya, kan? “s**u putih bagus buat kesehatan, Kak. Kata Bik Asih Kak Kalva hanya suka minum kopi saat sarapan. Tapi mulai sekarang, Kak Kalva harus minum s**u putih setiap pagi untuk sarapan. Minum kopinya nanti siang saja,” jelas Kimi lembut saat melihat raut wajah Kalva yang terlihat bingung. “Aku nggak suka minum s**u, Kimi.  Aku bukan anak kecil lagi,” sergah Kalva cepat. Terlihat jelas ada nada tidak suka dalam ucapannya. Kimi tersenyum palsu, menyembunyikan rasa sakit yang mulai terasa,”Minum s**u putih bukan berarti Kakak anak kecil. Tapi kalau Kak Kalva nggak suka nggak apa-apa. Kimi sudah siapkan jus buah sebagai penggantinya, minum jus aja , gimana?”tawarnya lagi. Kalva langsung menatap Kimi tajam. Dia tidak suka hidupnya diatur- atur. Apalagi dia harus meminum minuman yang tidak disukainnya. Tatapannya seolah mengatakan, Jangan campuri urusan pribadiku. Kimi menghela nafas pelan,”Yaudah,kalo kakak mau kopi Kimi buatin, yah?” ucap gadis itu mengalah .Kimi hendak beranjak dari kursinya,namun segera ditahan Kalva.  “Nggak usah! Aku nggak lapar.” Tolak Kalva lalu segera bangkit dari duduknya. “Aku pergi dulu,” pamit Kalva tanpa menoleh sedikitpun kearah Kimi. Gadis itu menyentuh dadanya yang kembali terasa sakit. Berusaha menahan tangis. Dia tidak ingin Bik Asih serta pembantu lainnya melihatnya menangis saat ini. Dengan mata berkaca – kaca Kimi menatap nasi goreng yang sengaja dibuatnya untuk Kalva. Semua usahanya pagi tadi terasa sia – sia. Bahkan Kalva belum mencicipinya sama sekali. Padahal Kimi hanya ingin menarik perhatian suaminya. Namun kenapa sangat susah sekali. Kalva malah semakin membencinya. Untuk kesekian kalinya Kimi menghela nafas, gadis itu mulai membereskan meja makan, meletakkan nasi goreng buatannya di tempat cucian piring.  “Lho, kok, dibuang, Non?” tanya Bik Asih kaget saat melihat Kimi meletakkan piring nasi goreng tersebut di tempat pencucian piring.  “Nggak apa – apa, Bik. Kak Kalvanya buru-buru jadi nggak sempat sarapan. Kimi ke atas dulu, Bik,” pamit Kimi sebelum pembantunya itu melihat matanya, yang Kimi yakin pasti merah akibat menahan tangis tadi. Bik Asih mengangguk mengerti. Dia tadi sempat mencuri dengar perdebatan antara Kimi dan Kalva. Wanita itu menghela nafas pelan. Menatap nasi goreng di hadapannya nanar. Andai saja majikannya tau bahwa nasi goreng itu Kimi yang membuatnya dengan susah payah.   *****  Siang itu Kimi memutuskan untuk jalan- jalan ke Mall. Dia merasa sangat bosan berada di rumah. Kedua sahabatnya sudah memiliki rencana masing – masing ketika dia mengajak keluar. Alhasil Kimi harus rela pergi sendiri tanpa ada yang menemani dirinya. Tempat pertama yang ingin dikunjunginya adalah toko buku. Sudah sangat lama sekali Kimi tidak membeli buku, terutama novel romans. Dia sangat menyukai novel percintaan. Pilihannya jatuh pada novel karangan AliaZalea juga beberapa novel keluaran baru. Berada di toko buku, membuatnya melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapinya saat ini. Setelah puas berada di toko buku, Kimi kemudian melangkahkan kakinya menuju fourt court terdekat. Cacing di dalam perutnya sudah berdemo ria untuk segera minta diberi makan. Namun langkahnya terhenti saat melihat sebuah dasi yang terpasang di manekin salah satu toko. Seketika Kimi langsung ingat dengan Kalva. Laki-laki itu sebentar lagi ulang tahun. Tepat di saat kepulangannya seminggu lagi. Kimi tau tanggal lahir Kalva karena dia sempat membaca surat nikah miliknya. Dasi itu terlihat sederhana, berwarna abu – abu polos. Tanpa motif sama sekali. Bahannya terbuat dari bahan satin. Tanpa disadarinya, Kimi sudah masuk ke dalam toko tersebut. Seorang pramuniaga cantik langsung menyambut kedatangan Kimi. “Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” tanya pramuniaga itu ramah  “Saya mau dasi yang dipajang di manekin itu, Mbak.” Sahut Kimi malu – malu. Untuk pertama kalinya Kimi membeli barang untuk laki – laki selain ayahnya. Pramuniaga itu tersenyum, memaklumi. ”Baik, kebetulan stock dasinya tinggal satu, Mbak. Tunggu, saya ambilkan sebentar ,yah,” ucap pramuniaga itu lembut lalu pamit ke belakang. Tak lama kemudian pramuniaga keluar dengan dasi di tangannya.  “Ini notanya, mbak. Silahkan mbak bayar dulu, sementara barangnya saya bungkus dulu,” Jelas pramuniaga itu seraya menunjukkan counter kasir yang tak jauh dari mereka berada. Kimi mengangguk mengerti lalu menghampiri kasir tersebut dan membayarnya.   “Terima kasih, mbak. Silahkan berkunjung kembali,” Ucap kasir tersebut menyerahkan paper bag kecil berwarna coklat pada Kimi. Gadis itu tersenyum,” Terima kasih ,” balas Kimi lalu keluar dari toko tersebut.   *****  Kalva menghela nafas pelan, pandangannya kosong menatap jalanan kota Amerika dari gedung kantornya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam waktu setempat. Berarti di Indonesia sekitar jam satu siang. Tak terasa sudah dua hari dia berada di Amerika. Kalva menatap nanar cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. Seharusnya dia tidak bersikap dingin pada Kimi, isterinya. Namun entah kenapa setiap berdekatan dengan Kimi, dia menjadi sangat tidak nyaman. Kalva bukannya tidak mengerti bahwa sikapnya sangat kejam. Meninggalkan Kimi di saat malam pengantin mereka. Seharusnya dia tidak melakukannya. Dan sekarang, lagi-lagi dia meninggalkan Kimi selama seminggu, sehari setelah dirinya menikah. Tidakkah dirinya terlalu kejam pada Kimi? Gadis itu tidak bersalah sama sekali. Tetapi kenapa sifatnya tidak bisa diajak kompromi? Hanya dia. Hanya orang bodoh dan kejam lah yang melakukan hal itu. Menyia-nyiakan isteri sendiri di malam pengantinnya. Tetapi Kalva memiliki alasan  melakukan hal itu. Dia takut kejadian dulu akan terulang lagi padanya bila dirinya membuka diri kembali. Dia tidak ingin semua itu terjadi. Maka sebisa mungkin Kalva tidak ingin melepas topengnya. Dan takkan pernah. Dalam hati sebenarnya Kalva berjanji. Dia akan melepaskan Kimi di saat gadis itu berumur dua puluh tahun. Kalva akan menceraikan Kimi.  Di saat warisan keluarga Pratama jatuh ke tangan Kimi. Dan ketika waktunya tiba, Kimi sudah bisa melindungi dirinya sendiri. Tanpa campur tangan darinya lagi. Sampai sekarang Kalva masih sangat bingung. Kenapa Helena memilih dirinya untuk menikahi Kimi? Padahal Helena tau, dirinya hanya akan menyakiti Kimi. Bukan membahagiakan gadis itu. Kakak angkatnya sangat tau bagaimana menderitanya dia di masa lalu. Karena saat itu, hanya Helena tempat Kalva mencurahkan isi hatinya. Dan hanya pada wanita itu lah, dia bisa melepas topengnya untuk sementara waktu. Namun, setelah Helena pergi. Tidak ada lagi yang bisa melepaskan topeng dari dirinya. Dan tak akan pernah bisa. Kalva yakin itu. Dia sudah menutup rapat-rapat pintu hatinya. Membuang kuncinya ke dasar lautan yang terdalam. Lamunan Kalva buyar saat Handphonenya bergetar. Satu pesan baru masuk. Dahinya mengeryit saat melihat layar Handphonenya. Ternyata pesan dari Kimi. From : Kimi Jangan tidur malam-malam, Kak. Jangan lupa makan yang teratur. Jaga kesehatan baik-baik, yah. PS : aku tau kalo di Amerika sekarang sudah larut malam^^   Kalva menghela nafas pelan setelah membaca sms tersebut. Bahkan di saat dia bersikap dingin pada gadis itu, Kimi masih bisa bersikap baik padanya. Rasa bersalah kembali datang menghampirinya. Bukannya membalas pesan Kimi, Kalva malah menghapusnya. Dia tidak ingin dirinya lemah hanya karena sebuah pesan singkat. Kalva sudah berjanji tidak akan membukakan hatinya untuk siapapun, termasuk pada Kimi. Jadi sebisa mungkin Kalva harus menjaga jarak pada Kimi. Dia tidak akan luluh hanya dengan perhatian kecil seperti ini.   ****** Kimi masih menatap layar handphonenya dengan pandangan sedih. Dia masih menunggu balasan pesan dari Kalva yang kemarin siang dia kirim. Tapi sampai sekarang belum ada balasan dari Kalva. Kimi menghela nafas untuk kesekian kalinya. Ternyata sangat sulit untuk membuat laki – laki itu memerhatikannya. Entah cara apa lagi yang harus dia pakai agar Kalva mau memberikan sedikit perhatiannya pada Kimi. Pandangan Kimi beralih ke dinding kaca cafe, dimana dirinya berada sekarang. Hujan deras sore itu sedang mengguyur kota Jakarta. Membuatnya harus menunggu lebih lama lagi di cafe ini. Semenjak Kalva ke Amerika, Kimi tidak pernah menggunakan jasa Mang Ujang, supir Kalva. Dia lebih memilih naik taksi bila ingin ke suatu tempat. Alasannya, Kimi ingin belajar mandiri sekaligus mencoba menghafal jalanan kota Jakarta yang luas ini.  “Apa sudah ada yang bilang kalau melamun itu bisa membuat orang meninggal?” sebuah suara yang amat dikenal Kimi terdengar jelas di dekatnya. Pandangan gadis itu langsung teralih pada sesosok laki – laki tampan yang sudah menempati kursi kosong tepat di hadapannya. Senyuman laki – laki itu begitu menenangkan. Wajah tampannya selalu terlihat segar.  “Daniel!” seru Kimi tersenyum senang mendapati Daniel lah yang ada di hadapannya sekarang. Sungguh dia amat rindu dengan sosok di depannya ini. “Hai, Kim! Ngapain sendirian di sini? Ngelamun lagi,” tanya Daniel menatap Kimi penuh selidik. “Eh aku abis cari sesuatu tadi di lantai atas, pas mau pulang ternyata hujan. Jadi , yah, aku terpaksa nunggu dulu di sini sambil nunggu hujannya reda,” sahut Kimi lalu menyesap coklat hangatnya.  “Makasih, mbak,” Daniel menerima secangkir capucinno panas serta chesse cake yang di pesannya tadi.” Memang kamu nggak di anter supir ?” tanya Daniel lalu mulai menyesap cappucinno miliknya. Kimi menggeleng pelan, “ Aku memang sengaja naik taksi, mau menghapal jalanan kota Jakarta.” Daniel tersenyum mendengarnya. Sekarang Kimi sudah mulai dewasa, berbeda sekali dengan Kimi yang dulu dikenalnya. Dulu Kimi adalah gadis cengeng dan manja, namun sekarang dia telah berubah. Mungkin musibah yang menimpanya dulu membuat gadis itu menjadi sedikit lebih dewasa. Melihat hal itu, rasa sayang Daniel semakin bertambah pada gadis itu.  “Terdengar tidak seperti Kimi yang aku kenal,” goda Daniel seraya mengerling nakal, membuat Kimi tertawa melihatnya.  “Aku bukan Kimi yang dulu, Dan. Seperti yang kamu lihat, aku nggak semanja dulu, yang kemana – mana selalu minta diantar supir. Bahkan sekarang aku berencana mau belajar menyetir.” “Jangan!” tolak Daniel yang membuat kedua mata Kimi menyipit, bingung dengan reaksi sahabatnya itu.  “Kenapa jangan? “ tanya Kimi tak mengerti. “Kamu itu ceroboh Kimi. Lebih baik aku melihat kamu kembali menjadi gadis manja aja deh, daripada menjadi gadis mandiri seperti sekarang ini.”sahut Daniel yang langsung membuat wajah gadis itu cemberut. Tidak terima dengan ucapan Daniel.  “Aku kan cuma mau mandiri aja , Dan.“ gerutu Kimi dengan bibir mengerucut. Daniel terkekeh pelan melihat ekspresi Kimi yang sepenuhnya masih terlihat kekanak – kanakan, namun itu lah yang membuat Daniel rindu akan kehadiran gadis yang ada di hadapannya sekarang. “Tapi itu berbahaya, Kimi. Aku tau betul siapa kamu. Kalo kamu mau kemana- mana bilang sama aku aja, yah.” Ujar Daniel lembut, menatap Kimi tersenyum. Kimi menghela nafas, lalu membalas senyum Daniel. Laki – laki entah mengapa selalu membuatnya terasa nyaman. Andai saja Daniel bukan sahabatnya, mungkin Kimi sudah jatuh cinta pada Daniel. Tampan, baik dan pintar, satu lagi Daniel juga termasuk orang yang berada. Semua yang ada di diri Daniel nyaris membuatnya sempurna. Tapi tetap saja, Kimi tidak bisa jatuh cinta pada laki – laki itu. “Iya, iya. Tapi sepertinya aku lebih milih taksi aja. Lebih asik,” sahutnya kemudian. Daniel melirik jam tangannya,”Masih jam tiga. Kita nonton, yuk. Aku udah lama nggak nonton, nih. Gimana?” ajak Daniel tersenyum.  “Nonton?” “Iya. Di luar juga hujannya masih deras banget. Lebih baik nonton sambil nunggu hujannya reda, kan? Aku udah lama nih nggak nonton film.” Kimi diam sejenak memikirkan ajakan Daniel. Di rumah juga dia tidak ada teman. Kalva masih tiga hari lagi baru pulang ke Indonesia. Tidak ada salahnya, kan, bila dia menerima ajakan Daniel. Toh, Daniel adalah sahabatnya sendiri. Sepertinya ide menonton film lumayan juga. Sesekali Kimi butuh hiburan untuk menghilangkan penat di dirinya. Dan juga sejenak melupakan kesedihan Kimi karena pesannya yang belum dibalas Kalva.  “Mau nonton film apa?” Kimi kembali bersuara. Menatap Daniel menunggu jawaban laki – laki itu. “Terserah kamu, aku ikut aja.” “Comedy romance, gimana? “ Kimi sudah lama tidak menonton film komedi. Sebenarnya dia menyukai film percintaan. Tapi , Kimi tau Daniel. Dia lebih suka menonton film action dari pada film percintaan. Jadi, karena Kimi juga tidak suka menonton film Action, akhirnya dia memilih untuk menonton comedy romance saja. Toh lebih dominan komedinya daripada kisah cintanya. Apalagi dia butuh tertawa untuk melemaskan otot – otot tubuhnya yang kaku.  “Deal! Oke, kalo gitu kita langsung ke lantai atas aja, yuk.” Ajak Daniel langsung menggandeng tangan mungil Kimi. Sebelumnya dia membayar dahulu minuman dan makanan yang mereka berdua makan di Cafe.   *****  “Makasih , yah, Dan. Aku seneng banget hari ini,” ucap Kimi tulus masih dengan senyum bahagia di wajahnya. Dua jam setengah menonton film bersama Daniel membuat pikirannya menjadi tenang. Apalagi setelah menonton film, Daniel kembali mengajaknya menyaksikan sunset di pantai yang dulu pernah mereka berdua kunjungi, sehari sebelum ulang tahun Kimi. Daniel mengangguk tersenyum,”Sama – sama, Kim. Aku seneng akhirnya senyum manis kamu terlihat lagi. “ sahutnya lembut. “Yaudah, aku masuk dulu, yah?” ucap Kimi.  “Tunggu, Kim!” sergah Daniel cepat, membuat langkah Kimi terhenti. Gadis itu kembali memutar tubuhnya menghadap Daniel. “Ada apa? Apa ada yang ketinggalan?” tanya Kimi menatap Daniel bingung. Tapi sepertinya tidak ada barang yang tertinggal. Daniel kan tidak menitipkan apa – apa padanya.  Daniel terlihat kikuk. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kemudian laki – laki itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak beludru kecil berwarna biru dengan bentuk persegi. “Buat kamu.” Daniel meletakkan kotak kecil tersebut di atas telapak tangan Kimi yang terbuka. Kedua alis Kimi saling bertaut. “Ini apa, Dan?” tanya Kimi masih bingung.  “Kan kemarin aku udah bilang masih punya satu kejutan buat kamu, dan itu kejutannya. Bukanya di dalam aja, yah. Udah malam, aku pulang dulu, Kim.” Pamit Daniel secepat kilat. Bahkan sebelum Kimi sempat mengucapkan terima kasih, motor Daniel sudah melaju kencang, meninggalkannya sendiri di depan gerbang.  “Dasar aneh!” sungut Kimi lalu masuk ke dalam rumahnya. Tanpa Kimi sadari, sepasang mata menatap Kimi marah dari kejauhan. Kedua tangan bayangan itu terlihat mengepal, menahan amarahnya. - TBC-       
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN