TIGA BELAS

786 Kata
"Aku akan senang menonton eksekusinya jika dilaksanakan lebih cepat, Mr. Darion." kata Nara, menatap empat orang anak buah Derry yang berhasil ia tangkap gemetar ketakutan. Setelah Nara mengucapkan kalimatnya, Atlas mengeluarkan sebuah pisau kecil sebesar sebuah pena dari saku celananya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Atlas menyodorkan pisau kecil itu kepada Jack, adiknya. Sama seperti Nara, sepertinya Jack juga tidak sabar menunggu eksekusi ini. Justru ia akan lebih senang jika ia sendiri yang mengeksekusi b******n b******n di hadapannya. Jack memutari Sang pria pemilik kamar sewa sambil menatap pria itu penuh dengan intimidasi. Tatapan pria itu memelas untuk meminta ampunan kepada Jack. Namun anak tengah dari keluarga Darion itu tentu saja tidak akan mengabulkan permohonan maaf itu. Dengan sekali tarikan, Jack menjambak rambut tipis pria pemilik kamar sewaan itu dan menggores lehernya secara horizontal sampai memuncratkan darah cukup banyak. Sambil menunggu pria yang barusan ia gorok mati kehabisan darah, Jack mengusap usap kumisnya. Nara yang melihat hal itu langsung menyeringai. Ingin memastikan pria tadi sudah mati atau belum, Jack menendang pelan badan pria itu. Mayatnya terkulai lemah dengan dibanjiri darah. Kemudian Jack melangkah perlahan ke arah lelaki gempal pekerja pabrik cat dan melakukan hal sebelumnya ia lakukan kepada Sang pria pemilik kamar sewaan. Target Jack berikutnya adalah Sang polisi. Tidak seperti tangkapan lainnya, Sang polisi memberontak sebisa mungkin. Tapi apa guna, tubunya di pegangi oleh dua orang anggota Black Hat berbadan besar yang ada di sana. Polisi itu memberontak tak karuan sambil berteriak teriak dengan mulut yang tertutup oleh kain yang diikatkan ke mulutnya sehingga yang terdengar hanya pekikan sumbang dari tenggorokannya. "Ssssstttttt....." ucap Jack, sambil menaruh jari telunjuknya yang berlumuran darah di bibir polisi itu, seakan menyuruh polisi itu untuk diam. "Aku tebak, dia yang paling merepotkan." lanjut Jack, berbicara kepada Nara yang memegangi Susan dengan cara menjambak rambutnya di sudut ruangan. Nara hanya mendengus sambil tersenyum miring mendengarnya. Benar kata Jack, polisi itu membuat paha nya nyeri sampai sekarang akibat perkelahian tadi. Tanpa basa basi lagi, Jack langsung menggores leher polisi itu sedalam yang ia bisa lakukan dengan pisau kecil di tangannya itu. Darah segar mengucur deras dari leher polisi yang sudah setengah telanjang itu. Nara memperhatikan eksekusi yang sedang dilakukan Jack tanpa ekspresi. Sekarang hanya tinggal Sang pastor. Jack berhenti sejenak untuk memperhatikan pria tua yang sudah beruban di depannya. "Apakah tidak apa apa kalau kita membunuh pastor?" bisik Finn, kepada Atlas. "Sejak kapan kau percaya tuhan, Finn?" balas Atlas datar. Finn hanya bisa terdiam tak berkata kata lagi mendengar balasan Atlas. Ia sadar jika kakak sulungnya masih menyimpan amarah kepadanya karna kurang berhati hati. Jika Finn bukan adik bungsunya, Atlas tak akan segan mengikut sertakan Finn dalam eksekusi malam itu. Sebisa mungkin Atlas meredam amarahnya dan berencana akan menyelesaikan kekacauan yang sudah adik bungsunya perbuat tanpa diketahui siapa pun. Setelah semua antek antek Derry dieksekusi oleh Jack, Nara membawa Susan ke ruang bawah tanah mansion itu. Nara tak perlu diberi tahu siapa pun tentang sebuah kerangkeng yang ada di ruang bawah tanah mansion besar itu karna dulu Nara pernah diajak ke mansion itu dan sempat menjelajah hampir seluruh tempat yang ada di sana. Dengan kasar, Susan dilempar masuk kedalam kerangkeng dengan kondisi kaki yang masih terluka dan bercucuran darah. "Jangan melawan dan ikuti saja perintaku atau akan ku pisahkan kepala dari tubuhmu." ucap Nara, berlutut di hadapan Susan. Gadis itu merogoh saku di belakang punggungnya dan menggeluarkan sebuah kotak kecil yang ternyata berisikan medical kit. "Aku biasa melukai, jadi aku tidak terlalu pandai mengobati." lanjut Nara, yang mulai menjahit luka di kaki Susan. "Kenapa kau melakukan ini?" tanya Susan. Ia heran karna luka itu Nara buat dengan pedangnya, tapi Nara sendiri yang menjahit dan mengobati luka di kakinya itu. Sedangkan Nara hanya diam membisu tak menjawab pertanyaan Susan. Ia hanya fokus menjahit luka yang cukup besar itu. Selesai menjahit luka di kaki Susan dan menghentikan pendarahannya, Nara berdiri dan keluar dari kerangkeng dengan tidak lupa mengunci pintu kerangkeng itu untuk mengurung Susan sendirian disana. "Satu satunya alasan aku melakukannya kepadamu...." kata Nara terhenti. "Aku hanya tak mau kau mati sekarang. Aku sendiri yang akan mengantarkan kepalamu kepada pacar mu tercinta di saat dan waktu yang tepat." lanjutnya. Kemudian Nara meninggalkan Susan di ruang bawah tanah sendirian, terkunci, dan kelaparan di dalam ruangan gelap itu. Sementara itu, di sisi lainnya. Atlas menghela nafas panjang dan berat setelah eksekusi selesai. "Finn, aku ingin bicara padamu. Aku tunggu kau di ruanganku setelah makan malam nanti." ucap Atlas dingin. Kemudian meninggalkan ruangan itu. Mendengar perintah kakaknya, Finn hanya bisa menunduk. Ia kini 100% sadar kalau dirinya berada dalam masalah besar. Ia harus melakukan sesuatu yang sekiranya akan membuat kakak sulungnya memaafkan kesalahannya. Pemuda itu pun melihat arlojinya, ia masih lunya waktu 2 jam sampai jam makan malam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN