EMPAT BELAS

1101 Kata
Merasa tugasnya sudah selesai, Nara memutuskan untuk pergi dari mansion itu. Alasannya masih sama, ia tak suka suhu di dalam mansion itu. Dalam perjalannya menuju pintu keluar mansion, ketika Nara ingin berbelok di salah satu lorong tiba tiba ia di hadang oleh Atlas dengan wajah datarnya. "Tinggal lah sampai makan malam, juru masak ku sudah memasak banyak untuk malam ini." kata Atlas. "Baiklah aku akan jujur padamu, aku tidak tahan terus terusan berada disini. Rasanya seperti berada di dalam oven, bisa bisa aku matang sempurna kalau terlalu lama di dalam bangunan ini." jelas Nara, yang akhirnya mengaku. "Di ruangan ku ada pendingin ruangan, kau bisa menyalakannya jika mau." tawar Atlas. Mendengar tawaran Atlas barusan membuat Nara mengerutkan dahinya. 20 menit yang lalu, Atlas yang ia lihat bukan seperti yang ia lihat sekarang. Atlas yang saat ini ada di hadapannya lebih terkesan memberi perhatian kepadanya. Hal itu terasa aneh bagi Nara karna ekspresi pria di hadapannya tetap tidak berubah namun nada bicaranya lebih hangat. Tanpa ragu, Nara meletakan punggung tangannya di dahi Atlas. Pria itu sempat refleks mundur namun setelah tahu apa yang akan Nara lakukan, Atlas justru tak menolak dan membiarkan Nara menyentuh dahi nya dengan punggung tangannya. "Kau sakit? Tapi tubuhmu tidak panas." kata Nara, menarik kembali tangannya. Atlas hanya menatap gadis di hadapannya itu. Tak ada yang tahu maksud dari tatapan itu selain dirinya. Nara sendiri pun tak sadar dirinya ditatap dengan pandangan yang berbeda. Saat Nara sedang menyentuh dahi nya sendiri dengan tangannya untuk membandingkan suhu tubuhnya dengan suhu tubuh Atlas tadi, tiba tiba Atlas menarik tangan Nara. Bukan, itu bukan tarikan perlawanan yang bertujuan untuk menyakiti. Tarikan itu sangat lembut, Nara sampai terbengong ketika Atlas memegang tangannya. Terakhir kali ada laki laki yang memegang tangannya selembut itu hanya ketika Aaron masih hidup. Setelah sekian lamanya, baru kali ini Nara merasakan kelembutan dari laki laki lain lagi. Tapi hal itu membuat gadis itu sangat kebingungan karna yang melakukannya adalah seorang Atlas Darion. Tanpa sepatah kata pun, Atlas menuntun Nara menuju ruangan kerja nya. Tubuh Nara terasa tak bisa menolak kemauan dari Atlas menuju ruangan itu. Di ruangan itu ada banyak sekali rak rak berisi buku yang Nara juga tidak tahu buku apa saja yang ada di sana, satu set sofa beludru empuk berwarna hijau gelap, sebuah dan meja kerja dengan beberapa kertas di atasnya. Tak ketinggalan juga ada pendingin ruangan yang tertempel di dinding salah satu sisi ruangan seperti yang Atlas bilang tadi. "Duduk lah, akan ku nyalakan pendinginnya." perintah Atlas. Kaki Nara yang kebetulan agak pegal dan cukup nyeri karna luka di kakinya akibat pertarungan tadi membuat Nara tak menolak perintah Atlas. "Aaahhhh.... Sejuknya...." ucap Nara, ketika pendingin ruangan menyala. "Kenapa kau tidak memasang pendingin ruangan di seluruh mansion? Uang mu kan banyak." lanjut Nara, bertanya kepada Atlas yang sedang menuang wine ke dalam gelas. "Aku bahkan tidak pernah menyalakan pendingin ruangan itu sejak pertama kali dipasang." sahut Atlas, memberikan gelas lainnya yang berisi wine kepada Nara. "Padahal wajahmu lebih cocok seperti orang Utara." kata Nara. "Memang ada apa dengan wajahku?" "Kaku, seperti kebanyakan orang orang dari tempat asalku. Astaga, apa ini?" kata Nara, menatap gelas di tangannya setelah menenggak isinya. "Salah satu produk dagang ku, bagaimana?" tanya Atlas, meminta pendapat tetang rasa wine nya. "Aku tidak tahu, mungkin ini enak untuk orang lain, tapi tidak untuk ku. Oh astaga, apakah kau punya air? Atau beer? Lidah ku terasa aneh." balas Nara, berbicara sambil menjulurkan lidahnya. Nara benar benar asli orang Utara, walaupun dia sudah berkelana ke seluruh wilayah, ia tetap tidak bisa meminum minuman beralkohol selain beer. Ia sebenarnya tak masalah dengan rasanya, tetapi ia tak nyaman dengan sensasi setelah meminum minuman tersebut. Karna permintaan Nara, Atlas yang tadinya ingin langsung duduk di sofa yang berhadapan dengan gadis itu langsung menaruh gelas wine nya dan pergi ke sudut ruangan untuk menuang segelas air dan memberikannya kepada Nara. "Aku lupa kalau kau tidak bisa minum wine." ucap Atlas, dan langsung memberikan segelas air kepada Nara yang langsung di teguk habis oleh gadis itu. "Kenapa kau menuntunku kesini?" tanya Nara, setelah menghabiskan airnya dan merasa lidahnya sudah baik baik saja. "Kalau ku minta baik baik kau pasti tidak akan mau." jawab Atlas, duduk di hadapannya. "Sok tahu." gumam Nara, sambil meluruskan kakinya ke meja kaca kecil di depannya. Ngilu di pangkal kaki Nara mulai terasa lagi dan ia bisa merasakan sepertinya luka nya makin parah. Ia tak bisa menyembunyikan ekspresi kesakitannya itu, terlebih lagi sedari tadi pria tegap berwajah kaku di depannya terus terusan menatapnya. "Kau terluka." ucap Atlas. "Tidak." dusta Nara. Tahu Nara berbohong, Atlas sengaja menekan pangkal kaki Nara tepat di bagian yang lebam sampai Nara berteriak kesakitan. "ATLAS BODOH, WAJAH KAYU! SAKIT, SIALAN!" maki Nara keras. Padahal lebamnya tertutup oleh celana tapi entah mengapa Atlas benar benar menekan di tempat yang tepat tanpa meleset satu senti pun. "Kau terluka." ulang Atlas. "Aku tid... Ah ya ya baiklah, aku terluka. Lalu kau mau apa, hah?" kata Nara, melihat Atlas bersiap untuk menekan lebamnya lagi. Tak menjawab ocehan Nara, Atlas bangkit dari tempat duduknya dan mengambil kotak kecil dari laci meja kerja nya. Kotak itu berisi medical kit, isinya hampir sama seperti milik Nara yang tadi dipakai untuk mengobati luka Susan. "Buka." perintah Atlas. "Buka apa?" "Buka celana mu." "Tidak tidak tidak tidak tidak, aku tidak akan pernah membuka celanaku di depan b******n sepertimu. Ingat itu!" kata Nara, dengan wajah yang sudah berubah warna menjadi merah padam. "Aku tak bisa mengobati luka mu kalau kau tak membuka celana mu, luka mu ada di pangkal kaki." balas Atlas. "Kau? Kau mengobati luka ku? Hahahahahaha.... Sejak kapan kau jadi dokter, Mr. Darion?" "Aku lebih paham cara mengobati orang daripada dirimu." "Tidak tidak, pokoknya aku tidak mau kalau kau yang membuka celana ku." "Aku menyuruhmu untuk membukanya sendiri." balas Atlas, tak mau kalah. "Tapi jika kau mau aku juga bis-" "Ku bilang tidak!" Pria ber rahang tegas itu akhirnya kembali diam dan menghela nafas panjang. Baru kali ini ada yang berani mendebatnya, terlebih lagi yang mendebatnya adalah seorang perempuan. Baru kali ini juga ia bicara banyak, karna biasanya yang keluar dari mulutnya perintah perintah singkat atau kalimat sederhana. Bahkan jika sekiranya Finn butuh di nasehati, itu akan menjadi tugas Jack. Tugasnya hanya menjatuhkan hukuman apa yang akan Finn terima untuk menebus dosanya setelah diceramahi oleh Jack. "Luka mu harus segera diobati." kata Atlas, yang sudah kembali tenang. "Aku akan melakukannya sendiri disini. Kau keluar dulu, nanti kalau sudah selesai, kau akan ku panggil masuk lagi." ucap Nara. Tanpa berdebat lagi, Atlas meletakan kotak itu di meja kaca kecil dengan keadaan terbuka lalu keluar meninggalkan Nara sendirian di ruangan kerja nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN