SEBELAS

1246 Kata
Setelah selesai mengisi perutnya, Nara tak bersantai santai terlebih dahulu. Ia ingin menyelesaikan misinya secepat mungkin, jadi ia langsung menuju tempat target berikutnya. Berdiri di depan sebuah gereja yang cukup besar, Nara melihat indahnya bangunan itu. Di Utara tidak ada gereja seperti ini, jika ada pun tak akan ada yang pergi ke gereja itu. Orang orang Utara tidak percaya dengan adanya tuhan maupun dewa. Mereka hanya hidup untuk berburu hewan, maupun berburu hadiah dengan menjadi pembunuh bayaran seperti Nara. Di wilayah lain masyarakatnya tak sedikit yang menganggap orang Utara adalah orang orang bengis karna orang Utara sudah lama dikenal dengan pekerjaan kotor mereka. Tapi bagi Nara yang lahir dan besar di Utara, hal itu tak sepenuhnya benar. Ada banyak juga orang orang baik di Utara yang hidup biasa biasa saja. Mereka berdagang, berternak, berkebun walaupun cukup susah untuk berkebun di daerah Utara karna udaranya yang dingin. Semua tergantung dari prespektif mana kita melihat. Nara memilih meneruskan melakukan pekerjaan kotor keluarganya karna ada dendam keluarga yang harus ia bayarkan. Misi terakhirnya hanyalah melenyapkan pembunuh ayah dan kakaknya. Setelah melakukan misi terakhirnya, ia ingin berlayar. Nara selalu suka laut. Di Utara hanya ada pegunungan pegunungan tinggi. Ia dulu akan sangat senang jika ayahnya mengajaknya ke Selatan. Disana ada pantai dengan pasir berwarna putih dengan deburan ombak yang menghasilkan suara khas. Ia ingin berlayar, mengarungi lautan untuk bertualang. Mencari tantangan baru di lautan dan mencari daratan baru karna ia yakin dunia ini lebih luas dibanding yang ia kira. Setelah menghela nafas panjang, Nara melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam gereja itu. Di dalam gereja itu, ia melihat ruangan aula yang sangat besar dengan banyak sekali kursi kursi panjang yang berderet. Gereja itu cukup sepi, saat itu memang bukan waktunya untuk beribadah. Nara berjalan lurus dari pintu masuk menuju altar yang ada di penghujung ruangan. Langkah Nara menghasilkan bunyi seperti ketukan di lantai gereja itu. Hal itu membuat seorang pastor yang sedang menyalakan lilin lilin di dekat altar menyadari kedatangan Nara dan membuatnya memutar badannya. "Ada yang bisa ku bantu, nona?" tanya pastor itu, yang menatap Nara dengan tatapan aneh. Pastor itu terlihat agak tua, sekitar 50 tahunan kurang lebih. Kulit keriputnya dan rambut yang sudah mulai beruban membuat Nara menyimpulkan pria tua itu sudah berusia setidaknya setengah abad. "Aku datang dari Utara, di Utara tak ada satupun gereja. Aku ingin melakukan pengakuan dosa, Bapa." balas Nara. Mendengar ucapan Nara membuat pastor itu tersenyum. Pipinya yang sudah keriput menarik ototnya sehingga menghasilkan senyuman yang cukup aneh menurut Nara. "Aku senang anak muda seperti dirimu sadar dan ingin bertaubat kepada tuhan. Tuhan Maha Pengampun, nona. Kau akan diterima menjadi anaknya jika kau melayaninya dengan baik." kata Pastor itu lagi. Nara tak membalas kalimat pastor itu, ia hanya tersenyum tipis dan mengikuti langkah pastor itu menuju suatu tempat. Mereka berdua menuju ke sebuah ruangan berukuran cukup kecil yang terbuat dari kayu. Nara lebih suka menyebutnya kotak dibandingkan sebuah ruangan. Disana ada sebuah sekat yang terbuat dari kayu juga dengan bentuk seperti jaring jaring dan sebuah kursi di masing masing sisi. Mereka berdua pun duduk di kurisnya masing masing di sisi yang berbeda dengan posisi berhadapan terpisah oleh sekat kayu. "Kau bisa memulainya sekarang, nona." ucap Sang pastor. Sejujurnya Nara tak tahu apa yang sebenarnya harus ia lakukan dalam proses pengakuan dosa. Dosanya terlalu banyak, ia bahkan tak tahu dosa mana yang harus ia akui terlebih dahulu. "Astaga aku harus mengatakan apa? Ah sudahlah, sesuka ku saja, aku tidak peduli." batin Nara. Mengambil tarikan nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, Nara menyatukan kedua telapak tangannya dan memejamkan matanya. "Tuhan, aku mengaku sudah berbuat banyak dosa besar. Aku sudah menyakiti banyak orang, aku juga membunuh orang sebelumnya." ucap Nara, masih dengan mata tertutup. Pastor itu terlihat sedikit terkejut dengan pengakuan Nara, namun pastor itu tetap diam dan mendengarkan Nara lagi. "Aku juga membunuh ibu rusa di hadapan anak rusa yang masih menyusu karna aku lapar, lalu aku meninggalkan anak rusa itu sendirian. Aku tidak tahu ini dosa atau tidak, tapi aku tetap merasa menyesal. Karna aku seharusnya juga bisa memakan anak rusa itu." lanjut, Nara. Sambil menahan tawa nya dan membuat dahi pastor itu mengkerut. "Aku juga ingin mengakui bahwa aku akan membawakan seorang pelayanmu untuk bertemu denganmu." kata Nara lagi, lalu membuka matanya. Nara menatap pastor di depannya dengan tatapan penuh terror. Tatapan yang sangat berbeda dengan tatapan yang ia berikan di awal pertemuan tadi. Pastor itu terlihat gemetar, Nara bisa melihatnya walaupun terpisah oleh sekat kayu yang berlubang lubang seperti jaring. "Ap... Ap... Apa maksudmu?" tanya pastor itu tergagap gagap. "Aku tak mau menyakitimu karna aku percaya kau orang alim sungguhan. Disini akulah orang jahatnya." kata Nara. "Ikut aku, jangan melawan. Atau aku akan mengantarkan dirimu ke hadapan tuhanmu lebih cepat." lanjut Nara, dengan penuh tekanan. Kemudian Nara pindah ke sisi dimana pastor itu berada. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Nara menyibakan jubah yang ia pakai tadi dan memperlihatkan pedangnya yang tergantung di pinggangnya. Dengan kondisi seluruh tubuh yang gemetar, pastor itu keluar dari ruangan pengakuan dosa itu dan keluar dari gereja diikuti Nara dibelakangnya. Mereka menuju mansion keluarga Darion. Sesekali pastor itu menengok ke belakang, kearah Nara untuk mengecek apakah Nara sedang lengah atau tidak. Tapi Nara tak pernah lengah, ia tetap memperhatikan dan menggiring pastor itu dengan tatapan dinginnya dan sambil menaruh tangan kiri di gagang pedangnya. Jika pastor itu mencoba kabur atau meminta bantuan kepada orang lain di sepanjang perjalanan, Nara tak akan ragu untuk mencabut pedang dari sarungnya untuk melumpuhkan pria tua di depannya. "Berjalan seperti biasa, jangan menarik perhatian." bisik Nara, dari belakang telinga pastor itu. Nara bisa tahu jika pastor itu sedang mencoba untuk menarik perhatian orang orang yang sedang berlalu lalang di sepanjang perjalanan untuk meminta bantuan dengan menyapa beberapa orang di sepanjang jalan. Setelah teguran itu Sang pastor pun langsung terdiam dan tak melakukannya lagi sampai mereka tiba di mansion. "Oy Northent, apa yang kau lakukan dengan membawa seorang pastor kesini?" tanya Jack, yang melihat Nara dan Sang pastor melintas di halaman mansion. "Kau akan tahu nanti." balas Nara. "Cih, dia sangat irit bicara." gumam Jack, sambil mengusap kumisnya. Sampai di depan pintu masuk mansion, Nara tak mengetuk pintu besar itu. Ia langsung membukanya dan menyuruh Sang pastor masuk terlebih dahulu seperti yang ia lakukan sejak tadi. Baru beberapa langkah masuk ke dalam mansion, Atlas langsung menyambutnya dengan wajah datar namun tatapannya terlihat bingung. "Terkejut, eh?" ucap Nara, dengan nada meremehkan. "Apa yang kau lakukan?" tanya Atlas. "Kemari dan lihatlah." balas Nara. Atlas langsung menghampiri Nara. Dengan sekali pukulan di belakang lutut, sang pastor tersimpuh. Hal itu membuat Atlas tak bisa membendung ekspresi kagetnya. Tanpa ragu, Nara merobek jubah yang digunakan pastor itu dengan pedangnya tanpa melukai tubuh pastor itu sedikitpun. Terlihat sangat jelas sebuah tatto berbentuk trisula di punggung Sang pastor. Mata Atlas membelalak melihat tatto itu. "Coba kita tebak sudah berapa lama kau tak menyadari ada pastor mata mata di kotamu." ucap Nara sarkas. Tanpa mengeluarkan ekspresi, Atlas menyuruh anak buahnya membawa pastor itu untuk bergabung dengan target target lain yang sudah Nara tangkap sebelunya. Kedua pasang mata orang dengan ekspresi dingin itu bertemu tatap. Mereka tak mengatakan apapun, hanya saling tatap saja. "Aku tak bisa percaya ini. Apakah sudah semuanya?" kata Jack, yang masih tak percaya dengan apa yang terjadi. "Ada satu orang lagi, dan sepertinya dia sedang bersama adik bungsu mu. Kita tunggu saja, mereka sedang menuju kesini." ucap Nara. Karna ucapannya, Jack dan Atlas tak bisa membendung keterkejutan mereka. Siapa? Siapa target terakhir yang dimaksud Nara? Mengapa target itu sedang bersama Finn?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN