SEPULUH

1063 Kata
Tiga puluh menit sudah Nara berdiri di sebrang kantor polisi untuk menunggu target keluar dari sarangnya. Dengan menyender ke sebuah dinding sambil mengunyah sebungkus coklat, Nara tetap waspada dengan situasi sekitarnya. Tepat saat coklatnya habis, polisi bayaran Derry yang menjadi target Nara mulai terlihat. Tanpa ragu, Nara menghampiri polisi itu yang kebetulan sedang sendirian. Semua rencana penangkapan target targetnya sudah Nara simpan di otaknya, ia sudah menyusun rencana semalaman di kamar sewaannya. "Permisi tuan, aku butuh bantuanmu sebentar." ucap Nara, menghampiri polisi itu. "Tentu saja, Nona. Ada yang bisa aku bantu?" tanya polisi itu, tanpa curiga. "Aku pendatang baru disini, aku menyewa kamar sekitar 2 blok dari sini. Beberapa barangku hilang semalam, aku pikir ada pencuri yang masuk ke kamar ku." jawab Nara, memancing. "Benarkah? Hmm... Bagaimana kalau kita pergi memeriksa kamar sewaanmu. Agar aku bisa mengidentifikasinya terlebih dahulu." balas polisi itu. Nara meng-iya-kan perkataan polisi itu. Walaupun sebenarnya hal itu diluar rencana Nara, tapi disinilah kemampuan Nara untuk berimprovisasi sangat berguna. Nara tidak memprediksi kalau polisi itu akan ke kamarnya untuk mengidentifikasi tempat kejadian perkara tindak pencurian. Ia pikir, ia akan dibawa ke sebuah ruangan untuk membuat sebuah laporan korban pencurian. Ketika ia menuju ruangan itu, barulah ia melumpuhkan polisi itu dengan obat biusnya dan berpura pura membawa polisi itu ke rumah sakit, padahal ia membawa polisi itu kepada keluarga Darion. Semua rencananya buyar, tapi Nara tetap tenang dan bersikap seperti biasa agar tidak dicurigai. Nara hanya bisa berharap, dua target yang sebelumnya ia tangkap sudah dibawa oleh anak buah Darion dari kamarnya dan membersihkan bercak bercak darah bekas tembakan di kaki targetnya tadi pagi. Sedari awal Nara menghampiri dan berbicara dengan polisi itu, Nara merasa agak kurang nyaman. Polisi itu terus terusan memandangi Nara, khususnya kearah buah d**a Nara yang sebenarnya tertutup oleh baju kulit yang lumayan tebal. Beberapa menit kemudian, Nara dan polisi itu sampai di depan kamar sewaan Nara. Bercak darah bekas penembakan tadi pagi sudah tidak ada. Hal itu membuat Nara bisa bernafas lega, karna itu artinya para anggota Black Hat sudah terlebih dahulu sampai untuk menjemput dua target sebelumnya. "Ayo masuk, aku akan memeriksa kamarmu." kata polisi itu, memegang tuas pintu dengan tangan kirinya. Ketika memegang tuas pegangan pintu, lengan baju polisi itu sedikit naik. Nara bisa melihat dengan jelas sebuah tatto trisula tergambar rapih tepat di atas urat nadi polisi itu. Mereka berdua pun masuk kedalam kamar itu, tak ada dua tubuh manusia yang terikat tali dan tergeletak di lantai seperti sesaat sebelum Nara meninggalkan kamarnya. Hal aneh terjadi ketika Sang polisi menutup dan mengunci pintu kamar dari dalam. Polisi itu sengaja menguncinya agar mereka berdua terkunci disana. "Kenapa kau menguncinya, sir?" tanya Nara, tetap tenang. "Entahlah, aku rasa kita butuh ruang untuk menyelesaikannya berdua." jawab polisi itu, mulai membuka kancing bajunya satu persatu. "Bajingan." batin Nara. Polisi itu melangkah mendekat kearah Nara. Nara melirik ke sudut ruangan, tempat ia menaruh pedang dan busurnya yang bahkan polisi itu tak sadar ada benda itu disana. Seiring melangkah majunya polisi itu, Nara mundur selangkah demi selangkah untuk menjauh dari makhluk k*****t satu itu. "Tidak usah takut gadis muda, aku tidak menggigit." ucap polisi itu, sambil menyeringai. "Mundur! Atau aku akan..." ancam Nara, melihat polisi itu semakin mendekat. "Atau apa, sayang?" tanya polisi itu, dengan nada menggoda. "Atau aku akan menghabisimu." jawab Nara, mengubah ekspresinya menjadi datar dan dingin. Polisi itu terlihat kaget dengan balasan Nara, hal itu dimanfaatkan Nara untuk menghajar orang yang ada di hadapannya. Dengan sekali tendangan tepat mengenai kepala polisi itu, Nara menjatuhkan lawannya. Tapi hal itu tak berpengaruh banyak, polisi itu bangkit lagi. "Aku tak akan menyakitimu jika kau tidak bertingkah seperti ini, anak manis." kata polisi itu, mengelap darah yang menetes dari hidungnya yang patah akibat tendangan Nara. "Aku juga tak akan menyakitimu sampai aku menyerahkanmu ke keluarga Darion." balas Nara. "Kau... Kau tahu siapa aku? Siapa kau sebenarnya?" tanya Sang polisi tergagap. "I'm a Lone Wolf." ucap Nara, dingin. Ucapan Nara membuat polisi itu merinding, kakinya terasa seperti berubah menjadi jelly. Saat lawannya lengah, Nara kembali menghajar lawannya dengan tangan kosong. Tak mudah bagi Nara melumpuhkan lawannya yang satu ini, karna ia seorang polisi yang berarti sudah dibekali dengan teknik beladiri untuk menahan serangan dari Nara. Tapi Nara bukanlah perempuan biasa, Nara menyerang dengan serangan serangan terukur. Di dalam kamar berukuran sangat kecil dan tentu saja ruang gerak yang sempit membuat Nara agak susah bergerak. Perkelahian terjadi cukup lama, Nara bisa merasakan memar di pangkal kakinya akibat serangan dari polisi itu. Tapi Nara harus tetap fokus, ia tak boleh memperlihatkan titik lemahnya. Ketika Sang polisi ingin menendang ke bagian kepala Nara dengan kakinya, Nara melihat titik lemah lawannya. Saat polisi itu mengangkat kakinya, Nara menepis tendangan itu dengan tangan kirinya dan dengan cepat ia meninju kuat kuat alat kelamin Sang polisi. Polisi itu mengerang kesakitan hingga tersungkur di lantai tak berdaya memegangi alat kelaminnya. Wajahnya memerah, keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhnya. "Itu hukuman untuk orang mesum." ucap Nara, menatap lawannya yang kesakitan tanpa rasa iba. "Dan ini hukuman untuk menipu ku." lanjut Nara, menendang kepala lawannya hingga pingsan. Melihat lawannya pingsan, Nara menghela nafas panjang. Tadi adalah pertarungan yang cukup melelahkan karna ternyata lawannya menguasai teknik bela diri lebih dari perkiraannya. Setelah mengatur nafasnya, gadis itu langsung menyuntikan obat bius ke leher polisi itu agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan. Target incaran Nara tinggal satu orang lagi. Ia masih punya banyak waktu, jadi ia memilih untuk mengambil nafas sejenak. Ia juga belum makan makanan berat hari ini, perutnya hanya berisi dua buah apel yang ia makan tadi pagi dan sebungkus coklat. Tiba tiba Nara merasakan nyeri di pangkal paha kirinya. Ia tak melihat darah, tapi rasanya sangat nyeri. "Oh s**t!" umpat Nara. Pangkal kaki kirinya memar hebat. Terlihat bercak ungu kebiruan yang lumayan parah di sana. Gadis itu mencoba untuk berdiri, dan menggunakan kaki itu sabagai tumpuan. Sakit, tapi tak terlalu buruk dari kelihatannya, ya setidaknya kakinya tidak patah. Ia masih bisa berjalan walaupun agak sedikit pincang. "Aku lapar." gumam Nara, sambil memegangi perutnya yang keroncongan. Ia pun langsung mengikat polisi yang ia tumbangkan tadi dengan posisi terbius. Lalu ia menginggalkannya di kamar itu, ia akan membeli beberapa makanan terlebih dahulu sebelum menangkap target berikutnya. Kebetulan di perjalanan menuju kedai penjual makanan, Nara bertemu dengan anggotan Black Hat. Ia pun menyuruh dua lelaki bertopi fedora hitam itu untuk menjemput dan membawa Sang polisi dari kamar sewaannya ke mansion keluarga Darion.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN