Wajah tampan itu meresahkan sekali, bohong jika aku tak ingin memilikinya.

1084 Kata
Methanan Group, 02.15 siang. Jay memutar-mutar kursinya, lalu menarik nafas dalam. "Abis ini jadwalnya kemana lagi?" tanyanya kepada Mawesra yang dari tadi sibuk mengotak-atik tablet. "Rapat bersama Bapak Charles dari Bumi Pusaka Grup, Tuan," jawabnya, setelah menemukan jadwal yang tepat. "Batalin aja, kepala Gua sakit." "Tapi Tuan, mereka udah menuju ke kantor kita." "Trus, menurut Lu Gua peduli? telepon mereka dan bilang rapat dibatalin! Lu ngerti gak sih perintah Gua?!" "B-baik Tuan." Mawes segera menghubungi orang yang dimaksud, dan mematikan teleponnya setelah beberapa menit. "Sudah dibatalkan Tuan." "Good, Stalker, beliin Gua es krim." "Stalker? saya Tuan?" Mawes menunjuk dirinya sendiri. "Ow s**t!" Jay mengacak rambutnya setelah sadar dengan apa yang dia ucapkan. "Maksud Gua, M-Ma ... was ... Ma ..." Jay berpikir sejenak. "Mawesra Tuan," jawab Mawes sambil tersenyum. "Aih, susah bener sih nama Lu! ngeselin banget." "Jadi beli es krim Tuan?" "Gak perlu, udah gak nafsu Gua, keluar aja sana, kepala Gua sakit!" Mawes agak kebingungan, namun segera dia meninggalkan ruangan. Jay merebahkan kepala ke meja kerjanya. Sudah lebih dari seminggu dia kembali dari Thailand, dan kini dia mulai berkutat mengurusi semua pekerjaan. Namun, Jay sama sekali tak bisa fokus. Pikirannya berkelana kemana-mana. Kewarasannya terganggu, entah mengapa otaknya selalu tertuju pada Lika. Suara tawa wanita itu terngiang-ngiang di telinganya. Tingkah laku Lika menari-nari di matanya, dan senyuman Lika, merupakan senyuman yang selalu terekam di kepalanya. Menurut Jay yang sedang tidak waras, senyuman Lika, merupakan senyuman terindah kedua yang pernah dia lihat. Tok, tok, "Khun Suppasit, bisa saya masuk?" Jay terlonjak sejenak, "Stalker?!" Pintu dibuka, tampak Maya, sekretaris ayahnya berdiri di depan pintu. Jay menghela nafas kesal, lalu kembali merebahkan kepala ke meja. "Mau apaan?" tanyanya, acuh tak acuh. "Khun Thivat berpesan, anda harus menemaninya makan malam, sehabis pulang dari kantor." "Harus?". "Harus Khun, karena selain makan malam, juga ada pertemuan antara beberapa kolega." "Ya udah, kenapa gak telepon aja sih, repot banget dah." "Kalau begitu saya permisi Khun Supp," Maya membungkuk sedikit, lalu segera pergi. Jay terdiam sejenak, otaknya mulai kumat lagi. "Khun Supp ..." "Hahaha, Pokoknya aku gak keberatan, selama di samping Khun Supp." "Khun Suppasit, pakai payung biar gak panas." "Aaaa!!!" Jay menutup telinganya, "Ma ... Mawes!! Mawesra!!" Mendengar teriakan Jay, Mawes yang berada di depan pintu langsung menghambur masuk. "Kenapa Tuan?" "Kalo Maya kesini lagi, larang dia manggil Gua Khun Supp! Ah, Gak cuman Maya, semua yang ada di kantor ini, jangan panggil Gua Khun Suppasit! ngerti! ngerti gak Lu?!" "I-iya Tuan." "Ya udah keluar! bikin pengumuman." Mawes kembali berlari keluar, "Kesambet apaan sih Tuan Jay? gak waras banget semenjak pulang dari Thailand," omel Mawes dalam hati. *** "Lu dengerin Gua gak sih Jam?" Lika melotot menatap Jamy, yang dari tadi sibuk dengan makanannya. Sebenarnya Jamy sudah jengah, hampir satu jam Lika berceloteh soal keajaiban yang dialaminya ketika berlibur ke Thailand. Jamy sudah semakin lapar dan sakit kepala, terlebih Lika selalu menyebut-nyebut Khun Suppasit, seolah dia adalah mesin pengulang otomatis. "Lu gak capek? Suppasit Suppasit mulu? ude seminggu tau gak, heran banget halunya bertahan lama." "Idih, siapa yang halu? Lu gak percaya ama semua cerita Gua?" "Iye iye percaya, ya udah jangan berisik, gak kenyang nih Gua makannya, bela-belain ngajak makan di restoran mahal. Malah nyerocos aja Lu sepanjang jalan kenangan." "Kira-kira Gua upload foto sayang Gua gak yah? gatel nih tangan Gua pengen upload, tapi kan dia liburan ke Thailandnya rahasia." "Napa gak Lu iket aja dia sekalian, kurung di kamar. Kan bisa Lu nikahin, gak mau nikah ama dia?" "Ya maulah, wajah tampannya itu meresahkan sekali, bohong kalau akuh tidak menginginkannya," Lika menepuk-nepuk pipinya lalu berlonjak senang. "Idih bahasa Lu, Lu mau jadi penyair? jangan lagi-lagi de ngomong depan Gua kayak begitu. Geli tau gak!" "Bodo, udah selesai makan belom, jam 8 malam nih, Gua mau ngebucin." "Salah siapa Gua gak selesai-selesai makan dari tadi?" "Hek, iye iye, Gua ke toilet dulu, mau nyetor (BAB). Ntar langsung otw pintu keluar yak." Lika menepuk bahu Jamy, lalu beranjak. Jamy terbatuk sejenak, dengan kesal dia menyelesai makannya. "Jingan bener dah tu cewe, ude tau Gua lagi makan malah ngomong nyetor segala." Jamy beranjak. Beberapa menit kemudian, Jamy yang telah selesai membayar di kasir, menatap jam tangannya sambil menunggu Lika keluar dari toilet. "Bakal lama nih," gumamnya. "Jamy Baskara?" Jamy mendongak tatkala mendengar seseorang memanggil namanya. "Khun Thivat," Jamy sedikit menunduk lalu mengulurkan tangan. "Wah, tak disangka bisa ketemu di sini, ah ini anakku Jay, Jay ini Jamy, pemilik JJ Kosmetik, kalian belum pernah bertemu kan?" Jamy menatap Jay, dari ujung rambut hingga kaki, "Ternyata ini yang digilain ama Lika?" Jay mengulurkan tangannya. "Jay, nice to meet you." "Apa bagusnya? biasa aja tuh, cakepan Gua malah," "Halo," Jay melambai-lambaikan tangannya. "Oh, Nice to meet you too," Jamy menyambut tangan Jay, lalu melepaskan setelah beberapa detik. "Sok inggris anjir, die pikir Gua gak ngerti apa?" Jamy tersenyum namun otaknya meracau kemana-mana. "Kebetulan, kami mau makan malam, Kamu mau ikut?" ajak Khun Thivat sambil menepuk bahu Jamy. "Ah, lanjut aja, saya baru selesai makan." "Sayang sekali, ya sudah sampai ketemu saat pembahasan proyek." Khun Thivat berlalu, begitu pula Jay, mereka masuk ke ruang khusus VIP, untuk bertemu dan makan malam dengan kolega lain. "Yaelah, untung Lika gak ada, lagian sok keren bener tu cowo. Ngeselin lagi tampangnya," "Lu ngomelin apaan?" Jamy kaget ketika mendengar suara Lika dari belakangnya. "Gak ada, ude selesai? yuk pulang." "Gua update bentar, mau bikin story." "Yaelah pan bisa di mobil, ayok," Jamy menarik Lika. Lika mengomel sepanjang jalan, dan beberapa kali memukul Jamy. "Jay, kenapa bengong? ayo kenalan sama Kolega kita." Khun Thivat menepuk bahu Jay. Karena Jay terlihat sedang kebingungan. "Kayak suara stalker di luar, tapi ... masa dia di sini?" "Jay, kamu kenapa?" "Ah, Mai bpen rai (tidak apa-apa) ayah," Jay tersenyum lalu melanjutkan acara makan malamnya. *** Lika berguling-guling di tempat tidurnya, sambil tertawa tak jelas, seperti orang gila. "Ya ampun, Khun Supp visualnya emank meresahkan. Aaa Gua harus gimana, Gua jauh cinta tiap hari." Lika menggeser-geser foto di gallery ponselnya. "Bagus-bagus lagi fotonya, upload ... tidak ... upload ... Ah tapi kan ini perjalanan rahasia." Lika kembali menggulingkan dirinya kesana kemari. Memejamkan matanya, berusaha menahan hasrat untuk mengunggah foto Jay yang seharusnya menjadi rahasia. Sementara itu, di rumahnya, Jay tak kalah kalang kabut. Dia mencari berbagai media sosial. Mengetik nama Lika beberapa kali, tapi tak menemukan apa yang dicarinya. "Nih manusia atau makhluk gaib sih? masa gak punya satupun akun sosmed?" Jay kembali mengutak-atik pencariannya. "Aih, terserahlah, bukan urusan Gua juga, terserah!!". TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN