Mau gak?

1170 Kata
"Ini cewe asalnya dari mana, sih? ancor banget kelakuannya," gumam Jay. Masih menatap Lika dengan tatapannya yang manis. Lika menggeliat beberapa kali, lalu tiba-tiba terbangun. Lika menatap Jay, kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Ketika semuanya sudah jelas, Lika kemudian terbelalak, lalu menutup wajahnya karena malu. "Aaa, Khun Jay apaan sih, liat-liat!?" "Lah, emanknya kenapa?" "Malu! aih malah ileran lagi," oceh Lika sambil mengusap-usap mulutnya. Setelah melakukan itu, Lika kemudian beranjak. "Mau kemana?" tanya Jay setengah tertawa. "Cuci muka!" seru Lika lalu berlari kecil memasuki toilet. "Wuah! makhluk dari mana ini!?" Lika menatap wajahnya di cermin. Dia hampir tak mengenali wajahnya sendiri. Rambut acak-acakan, wajah berantakan, pakaian kusut dan tak beraturan. "Huwaa, bisa-bisanya Gua muncul kayak gini di depan Khun Jay. Gimana kalau dia ngremehin Gua lagi? dulu cewe ceroboh yang gak ada otak. Sekarang cewe gak ada otak yang berantakan! anjirr sadesss!" Lika segera mencuci wajahnya, dia merapikan rambutnya yang kusut, memisahkan rambut yang bergulung-gulung tak karuan satu sama lain tersebut. Lima belas menit kemudian Lika keluar dari toilet, dan berjalan pelan kearah Jay yang sudah bersandar di tempat tidur. "Loh, makan siang udah datang?" "Udah barusan. Lama banget di toiletnya," "Oh, itu ..." Lika menggaruk-garuk kepala, "Gua persiapan lahir batin, sambil nyetor," batinnya lalu cengengesan, "Khun Jay harus makan siang, abis itu minum obat," Lika bergegas mengambil makan siang Jay dari meja, lalu mempersiapkannya untuk Jay. "Khun Jay, mau makan sendiri atau Akuh suapin?" tanya Lika sambil senyum-senyum, sepertinya sifat Bucin yang lama kambuh lagi. "Nih," Jay mengeluarkan kartu debit dari dompetnya, untung saja dia nengantongi dompet saat mengenakan celananya. "Buat apaan?" "Kamu lapar, kan? udah siang gini. Pergi beli makanan yang banyak. Sebebasnya aja." "W-Waduh, gak de. Khun Jay harus makan dulu. Aaa ..." Kriuk, perut Lika berbunyi, Jay terkekeh, sambil memegangi perutnya. "Liat kan? yang lapar siapa coba," "Tapi kan Khun lagi sakit. Khun harus makan dulu. Aku sih bisa kapan-kapan." "Udah sana, cari makan. Aku bisa makan sendiri kok," Lika hanya bengong. Jay lalu mengambil piring dari tangan Lika, dan menyuapkan makanan ke mulutnya, "Liat kan? Aku bisa makan sendiri. Kamu pergi cari makan, gih. Ah iya, beliin jambu biji yang gede untuk Aku satu ya," Lika kemudian beranjak dari kursinya, "Aku bakal cepat kok, Aku bakal nyampe sini sebelum Khun selesai makan," "Jangan lupa jambu bijinya," "Iya ..." "Stalker!" Panggilan itu kini tak membuat Lika marah lagi, Lika terhenti lalu berbalik menatap Jay, "Ada yang mau dibeli lagi?" "Jangan lama-lama," ucap Jay, sambil melambaikan tangan. Lika merona, dia berlari kencang keluar dari pintu. Jantungnya berdegup tak keruan, "Mati Gua. Masa Gua masih ngebucin sih ..." Lika menghentak-hentakkan kakinya lalu memukul kepalanya beberapa kali, "Au ah, budu." *** Dua puluh menit kemudian, Lika yang tergesa-gesa segera berlari memasuki rumah sakit, dengan banyak tentengan di tangannya. Dia sengaja membungkus pesanan agar bisa makan di kamar Jay saja. Dia membeli nasi bungkus, cemilan, tak lupa jambu pesanan Jay. "Gila, Khun Jay nulis pin di kartu debitnya. Kalau nih kartu ilang, yang dapet bisa kaya mendadak. Untung Gua orang baik, jadi Gua cuman beli makanan doank." Lika keluar dari lift dengan ceria, lalu bergegas memasuki kamar, "Khun Jay, Aku udah selesai ..." Lika terhenti, pemandangan yang yang tidak menyedapkan mata. Vina Maakrakorm, duduk di samping Jay dengan wajah cemberut. Lika masuk perlahan, dia menaruh tentengan ke atas sofa dengan agak kesal. "Udah balik? cepet banget makannya," ucap Jay begitu melihat Lika masuk. "Aku gak makan disana, sengaja dibungkus." "Loh, kok gitu?" "Ya biar bisa makan sama Elu lah, anjirr banget, dia malah beduaan ama si kunti ini," Lika menggeram. "Ya udah kalau gitu kita makan sama-sama. Aku juga belun selesai makan, kok." "Khun Jay belum selesai makan?" "Ho oh, kan nungguin kamu." "Phi Jay! kok malah mengalihkan pembicaraan sih, Aku tanya kenapa Phi pakai baju kek begini, kan udah Aku bawain baju ganti, ngapain sih masih gak mau ganti!" terdengar suara Vina yang agak melengking. Lika mundur beberapa langkah, "Kalian ngobrol dulu aja. Aku keluar dulu," ucap Lika berniat keluar dari ruangan. "Kenapa keluar? kan mau makan," Lika terhenti, Jay menatap Vina sejenak, "Vin, kan udah Phi bilang, Phi belum mau ganti. Trus Phi gak papa kok, Vin bisa pulang, pergi jalan-jalan atau kemana aja." "Gak mau, Vin mau nemenin Phi Jay!" "Tuh udah ada Lika yang nemenin." "Phi lebih pilih ditemenin ama dia, dari pada Aku!?" Lika terdiam. Baru kali ini Jay memilihnya, baru kali ini dia merasa menang dari Vina. Dalam hatinya, Lika merasakan kembang api meledak begitu banyak. Kegembiraannya tak bisa dilukiskan. "Stalker, kok masih berdiri? katanya mau makan, oh iya, tolong siapin jambunya juga ya, jadi beli kan?" "J-Jadi, Aku siapin dulu ya," Lika membuka belanjaannya dengan ceria. Dia mengambil jambu yang tadi dia beli, lalu pergi ke toilet, mencuci bersih jambu tersebut dan segera mengupasnya. "Phi Jay ..." Vina menatap Jay tajam. Jay tersenyum, lalu mengelus rambut Vina. "Kamu ini mudah emosi ya, Phi udah bilang, Phi pengen balikan ama Lika, Kamu bisa bantu Phi hari ini? biarin Phi ama Lika hari ini, karna ini kesempatan terakhir Phi buat ngajak dia balikan," "Phi Jay, emank gak mikir gimana perasaa Aku ya?" Vina menundukkan kepalanya. "Karena Phi mikirin kamu, makanya Phi jujur ama Kamu. Phi mau Kamu dapetin orang yang lebih baik," "Mana ada orang yang lebih baik dari Phi Jay, Aku cintanya ama Phi Jay!" "Vin ..." Vina berdiri lalu menjatuhkan kursinya dengan kesal dan segera pergi dari ruangan Jay, tepat saat Lika masuk setelah memotong jambu. Vina menatap Lika tajam, dia membuang muka lalu keluar dan membanting pintu dengan keras. "Ya ampon, die ngamok," Lika agak terkejut. Namun, beberapa detik kemudian, dia lalu menghampiri Jay dengan senyum khasnya. "Ini Khun, jambunya." Lika menyodorkan jambu kepada Jay. Lalu kembali menatap kearah pintu. "Dia gak kenapa-napa. Dia cuman kesal, umurnya emank udah dewasa, tapi karena selalu dimanja, dia masih belum dewasa secara mental. Dia bakal baik-baik aja, kok." "Idih, siapa yang nanya? Gak peduli Akuh tuh," Lika mendirikan kursi yang tadinya tumbang, lalu duduk di samping Jay. "Aku cuman kasih tau kok, siapa tau kamu kepikiran." "Mana ada. Makan yok, laper." "Ya udah, ayuk. Kamu beli apa? nasi padang?" "Ho oh kok tau?" "Kecium baunya, beli apa lagi?" "Cemilan. Roti, sosis, bakso, s**u kotak ..." Lika menyebutkan semua yang dibelinya. Jay tersenyum dan tertawa beberapa kali mendengar Lika. Seolah Lika sedang mendongengkan sesuatu. Jay akhirnya bisa melihat Lika yang dulu lagi, cerewet, selalu bicara hal yang tak penting, dan masih tetap lucu. "Stalker ..." panggil Jay. Mereka sudah selesai makan, dan sepuluh menit terakhir diisi dengan kebisuan, karena tak satupun dari mereka yang berani memulai percakapan. "Khun Jay butuh sesuatu? ah iya, ini kartu debit Khun Jay," Lika menyerahkan kartu tersebut ke Jay. Jay menurunkan tangan Lika, lalu menggenggamnya erat, "Aku minta maaf, masalah kita sebelumnya ..." "Gak papa kok. Aku udah gak ingat malah," ucap Lika sambil tersenyum. Dia berusaha menarik tangannya dari Jay, karena merasa canggung. Jay menahan tangan Lika, lalu menggenggam erat tangan itu dengan kedua tangannya, "Jadi, kamu ... mau gak pacaran ama Aku lagi?" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN