Masih Cinta?

1211 Kata
"Maaf, gak se ... nga ... eh, Elu?" Lika tertegun sejenak, yang ditabraknya adalah Vina. Gadis cantik dengan gayanya yang selalu mewah. Kini gaya tersebut jadi berantakan karena hiasan es krim di atasnya. "Vin, kamu gak Kenapa-napa?" Jay berlari menghampiri Vina. Dia menghela nafas begitu melihat Lika di depannya sedang memegang cone es krim yang telah kosong, karena isinya telah di transfer ke pakaian Vina. "Kamu bikin ulah lagi?" ucap Jay dengan kesal. Lalu memeriksa keadaan Vina. "Aku gak sengaja, Yank ..." Lika menundukkan kepala, lalu memonyongkan bibirnya. "I'm ok Phi. Gak papa, Aku ke toilet dulu ya," Vina segera bergegas ke toilet. Sementara Jamy menghampiri Lika yang tampak merasa bersalah. "Lu kenapa cemberut gitu? udah biarin aja, kan gak sengaja." "Oh, Elu lagi? kalian berduaan lagi?" Jay menatap Jamy tajam. "Kami ngambil pakaian buat acara di butik sana," Lika menunjuk, "Abis itu mau makan siang." "Ya udah pergi makan sana!" Jay melirik kaki Lika yang tidak memakai alas kaki, "Lu keliaran di mall pake telanjang kaki begini? malu-maluin!" Jay segera berlalu meninggalkan Lika, dan pergi menyusul Vina. "Badjingan banget tuh manusia! Gua gibang baru tau rasa!" Jamy hendak mengejar Jay. Namun Lika menahannya. "Gak papa, Aku yang salah," ucap Lika kemudian. Lalu pergi menuruni eskalator dengan wajah lesu. *** Vina baru saja keluar dari toilet sambil tersenyum kepada Jay yang menunggunya di luar. "Lama ya nunggunya?" tanya Vina dengan suara lembut. "Gak kok, kamu beneran gak papa, kan?" "Iya, gak papa. Pacar Phi mana?" "Dia ..." Jay berpikirs sejenak, "Oh, iya dia kemana ya?" "Phi," "Kayaknya dia udah pulang. Ya udah kita pulang juga yuk, ini baju kamu jadi kotor." Vina mengangguk. Jay dan Vina kemudian berjalan menuruni eskalator. Dari kejauhan, Lika menatap mereka berdua. Jay begitu lembut menyampirkan mantelnya ke bahu Vina. Melindungi Vina selayaknya laki-laki melindungi kekasihnya. Dia tersenyum tulus dan penuh perhatian. Bahkan Lika yang katanya memiliki status pacar tersebut, tak pernah diperlukan Jay selembut itu. Vina dan Jay akhirnya menghilang dari pandangan Lika. Lika menghela nafas lalu kembali masuk ke sebuah restoran yang berada di dalam mall. Menghampiri Jamy yang tengah memesan makanan. "Jam, pesan yang pedes. Pedes banget," "Jangan ngadi-ngadi, ntar Lu saket perot. Diare dah." "Pokoknya Gua mau yang pedes!" "Ya udah de. Nanti kalo sakit perut jangan ngeluh. Duduk gih, ngapain coba bediri kek satpam begitu," Pesanan mereka akhirnya tiba. Lika segera memakan makanan tersebut. Memenuhi mulutnya hingga tak penuh s penuh-penuhnya. Belum habis dia mengunyah dia memasukkan potongan lain lagi ke mulutnya. "Pelan-pelan makannya, Lu kenapa sih kayak diburu setan aja!" Lika menunduk, beberapa menit kemudian dia mulai terisak. Jamy menaruh sendoknya lalu bersandar dengan kesal menatap Lika. "Lu kenapa nangis? gara-gara si Jay?" Lika menggeleng, "Dagingnya pedes banget, hiks." "Eh setidaknya kalau mau bikin alasan yang masuk akal dikit. Sepedes apa sih sampe Lu nangis, punya Gua gak pedes-pedes amat tuh," "Lu pesenin punya Gua yang pedes banget, kan? ini pedes banget m, sampe Gua nangis! Huwaa, hiks ... hiks ..." "Gila nih anak. Padahal Gua minta pedesnya disamain, mana ada punya dia lebih pedes." Jamy kemudian berdiri dan hendak beranjak. "Mau kemana!?" "Pesenin yang baru, yang gak pedes." "Gak perlu, ini juga mau abis," Lika memasukkan semua potongan daging ke mulutnya, sambil terisak, "T-Tapi ... kalau mau dibungkus bawa pulang sih, gak papa, hiks." Lika mengusap air matanya. Jamy menghela nafas, merasa kesal karena Lika terlihat menyedihkan. *** "Sayang, lagi apa? Aku minta maaf ya, masalah tadi siang," Lika mengirim pesan ke Jay. Dia berbaring menyamping, menatap sepatu high heels yang tergeletak di lantai tak jauh dari tempat tidurnya. Beberapa kali dia memeriksa gawainya, belum ada balasan, bahkan pesannya pun masih belum dibaca. "Sayang, lagi sibuk, ya?" Lika kembali mengetik lagi. Beberapa menit berlalu dan hasilnya tetap sama. Jay tidak membalas pesan Lika. Lika akhirnya bangun dari tempat tidurnya, memakai high heels yang telah dia geletakkan cukup lama. Lalu mulai berjalan perlahan. "Satu, dua, tiga, putar!" Lika tersenyum, lalu melangkah lagi dengan kaki mungilnya yang memerah akibat telanan dari sepatu tingginya tersebut. "Empat, lima, enam, senyum. Ok, putar!" Lika menarik nafas dalam, lalu menatap potret Jay yang terpampang di dinding kamarnya. "Sayang, aku gak bakal buat masalah lagi. aku akan tampil baik and gak bakal malu-maluin kamu," gumam Lika sambil tersenyum. Dia terus mengenakan sepatunya, walau kakinya kesakitan. Beberapa menit kemudian, Lika kelelahan lalu duduk di depan laptopnya. "Update foto Khun Jay ah," ucap Lika, dengan wajahnya yang memerah, dan keringat yang mengucur di dahinya. Melihat beribu-ribu foto Jay di laptopnya memberikan penghiburan tersendiri untuk Lika. Dia tersenyum cerah, tak peduli akan sakit di kakinya, tak peduli hawa panas yang membuat keringatnya mengucur deras. Tak peduli dengan segala macam hiruk pikuk di sekelilingnya. Jika sudah menatap foto Jay, Lika akan buta, tuli dan hilang kepekaan dengan sekitarnya. Dia hanya melihat Jay, mendengar suara Jay, dan merasakan kehadiran Jay. Pemujaan yang berlebihan itu memang tidak sehat. Tapi mau bagaimana lagi, jiwa Bucinnya sudah melekat. Selama berjam-jam Lika duduk di depan laptopnya, memberikan water mark pada setiap foto Jay, dan tepat dua jam 15 menit dia akhirnya memilih satu foto, dan mengunggah foto tersebut ke akun FP nya. Caption : "My Muse" #IsteriSahnyaKhunSuppasit #CEOtampan #MethananGroup *** Beberapa notifikasi masuk ke gawai Jay. Pesan dari Lika beberapa kali, dan notifikasi baru dari akun FP ISKS yang diiukuti Jay. Vina terus saja menatap gawai Jay yang berbunyi. Jay sedang membuatkan makan malam untuk Vina. Gadis itu ingin sekali makan Tod Man Pla (Makanan khas thailand dari ikan dan kuah kari), serta Leum Kluen (desert khas Thailand terbuat dari tempung dengan tekstur lembut). Vina awalnya mengajak Jay ke restoran Thailand saja. Namun, Jay menolak, dia mengatakan bahwa beberapa restoran memiliki rasa berbeda, tak seperti buatan orang Thailand asli. Terlebih Vina sangat menyukai Leum Kluen dulu saat di Amerika, Jay sering membuatkan kue tersebut untuk Vina. Kini dia juga melakukan hal yang sama. Dia memilih yang terbaik. Memilih ikan tuna yang paling segar untuk Tod Man Pla dan memilih tepung kualitas premium untuk Leum Kluen. Jay sangat fokus saat membuat makanan tersebut. Vina beberapa kali memanggil Jay, karena gawainya terus saja berbunyi. Namun, Jay tak menghiraukannya. "Phi Jay. Phi ngikutin akun Isteri Sahnya Khun Suppasit?" tanya Vina begitu melihat notif di gawai Jay. "Loh, kok bisa tau?" "Nih, ada notif masuk. Akunnya update foto." "Oh, biarin aja. Phi cuman mau mantau aja kok." Jay menata Leum Kluen serta Tod Man Pla ke dalam piring dan membawakan makanan tersebut kepasa Vina yang sejak tadi sudah duduk di meja makan. "Ini dia, Leum Kluen kesukaan Nong Vina, sama kari ikannya." "Wa! warna leum kluen-nya cantik," Vina bertepuk tangan. Vina mengambil satu buah leum kluen yang masih hangat, dan memakannya, tekstur tepungnya lembut walau sedikit lengket di tangan. Tapi yah, rata-rata leum kluen memang agak lengket. "Enak?" tanya Jay kemudian. Vina mengangguk lalu mengacungkan jempolnya, "Phi Jay emank yang terbaik." Jay tersenyum puas, lalu memeriksa gawainya. Dia membuka pesan masuk dari Lika, "Ah, jadi tadi dia nge chat?" "Siapa Phi?" "Lika," "Khotot na phi (maaf phi)," "Khotot, tham mai? (Maaf kenapa?)," "Aku ngerasa kayak leum kluen." "Kenapa gitu?" "Yah, leum kluen itu agak lengket, kan? aku ngerasa agak lengket ama Phi, sampe Phi gak sempat pacaran. Gak sempat perhatiin Lika." "Jangan ngomong gitu. Lagian Phi lebih peduli ama kamu, kok." "Phi masih cinta aku?" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN