"Jawab Amira!" Lastri terpaksa menekan kata-katanya, ia tak berdaya lagi mengatasi sikap Amira yang mulai keterlaluan. Tangan Amira dicekal oleh ibunya, ia menatap Lastri yang sudah berlinang air mata. Kepala Amira terasa pusing, ia tidak mengerti mengapa ia bisa membuat ibunya menangis. Air mata itu melunakkan hatinya, sekaligus membingungkannya. "Aku... Aku..." Ujar Amira terbata-bata, Lastri tetap menatapnya penuh harap agar ia memberikan jawaban. "Maafkan aku ibu." Seru Amira kemudian menghempaskan tangan Lastri dan berlari cepat memasuki rumah. Lastri tegugu kaku, ia tak berdaya lagi untuk mengejar putrinya. Sekilas ia melihat tatapan Amira yang begitu lembut seperti yang biasa ia kenal, tetapi tatapan itu berganti asing di hatinya. Seakan yang berdiri di hadapannya bukanlah Amira