SEMBILAN BELAS

1770 Kata
SEMBILAN BELAS Ditengah perjalanan yang sangat menegangkan, Zena menangis tak kuasa menahan rasa sakit perutnya yang diduga Zena mengalami kontraksi. Anggun terus merangkul Zena dan berdoa di tengah perjalanan menuju rumah sakit yang sudah disiapkan oleh Irene serta kawan-kawan Irene yang lain di sana. "Padahal tadi Zena baik-baik saja lho bu, Zena tadi sempat jalan-jalan saat perut Zena sakit. " " Iya nak kamu baik-baik saja kok ya. " " Beneran bu ah ini ya ampun sakit. "Peluh keringat membasahi tubuh Zena yang tengah merasakan sakit di perutnya. " Pak ambilkan tisu! "suruh Anggun pada sopirnya. Sopirnya pun menyerahkan tisu padanya dan ia mulai mengusap keringat Zena dengan tisu. " Bu perut Zena makin ke sini kok makin sakit sih.. " " Kamu proses pembukaan nak tapi ibu tidak tau kamu pembukakan ke berapa. " Setiba di rumah sakit, di sana terlihat banyaknya orang berseragam putih menyambutnya. Zena dibaringkan di atas brangkar dan dengan cepat mereka berlari sambil mendorong brangkar itu menuju ruang persalinan. Zena berteriak kesakitan tak kuasa menahan rasa sakit yang sungguh membuat badannya remuk sekali.  Setelah sampai di ruangan itu, Zena langsung diperiksa oleh dua dokter sekaligus yang mengurusi Zena langsung dan salah satunya adalah Helena. Ternyata sudah pembukakan ke tujuh dan itu berarti diperkirakan kurang setengah jam lagi, Zena akan melahirkan. Semua kondisi dinyatakan normal, Zena akan menjalani persalinan normal yang memang menjadi keinginannya sedari dulu. Sedangkan Anggun menyuruh pembantunya untuk menelpon Pandu agar segera datang ke rumah sakit. "Sakit bu, hiks hiks.. Perut Zena makin sakit. "tangisan Zena makin deras merasakan perutnya yang seperti diaduk-aduk. Zena tidak tau tentang rasa sakitnya kontraksi itu hingga Zena rasanya ingin tidur tapi dokter tidak memperbolehkan dan menyuruh Zena untuk menahannya sekuat mungkin. " Mas Pandu? Kemana mas Pandu? " Irene baru sadar jika tidak ada adiknya di sini. " Ibu menyuruh bibi mencoba menghubungi Pandu, tapi kata mereka nomer Pandu sedang tidak aktif. " " Mas Pandu hiks hiks, aku butuh dia bu. Aku menginginkan dia ada juga disisiku. " " Ibu tau sayang, berdoa ya nak semoga Pandu segera datang ke sini. " " Anak itu kemana sih? "Irene kesal pada adiknya yang tak kunjung datang ke sini untuk menemani istrinya yang akan melahirkan. Irene lupa membawa ponselnya dan pastinya ketinggalan di ruang kerjanya. Zena sudah merintih kesakitan, Anggun tak henti-hentinya untuk berdoa agar menantunya diberi kekuatan untuk melahirkan cucu kembarnya. Anggun tak tega menatap Zena yang kesakitan seperti itu bahkan menjerit saking tak kuasanya menahan rasa sakit diperutnya. "Kapan melahirkannya mbak? Perut Zena sakit. " " Tunggu ketuban kamu pecah dulu, baru nantinya kamu bisa mengeluarkan bayimu nak. " Tak lama kemudian Zena merasakan adanya cairan merembes membasahi selangkangannya. " Ibu, Zena kayaknya ngeluarin cairan. " " Ini ketuban. " Langsung saja suasana makin menegang, rata-rata perawat yang membantu Zena persalinan itu adalah teman Irene. Akhirnya tiba saatnya bagi Zena memperjuangkan sendiri tanpa suami untuk menemaninya melahirkan sang buah hati. Zena menggenggam kuat tangan Anggun ketika dokter menyuruhnya untuk mengenjan dan perutnya terasa juga seperti itu. "Ayo Zen, kepalanya sudah terlihat. " Anggun merangkul Zena dan juga melantunkan doa-doa untuk Zena ditengah proses melahirkan cucunya itu. Zena terus menarik napas dan membuangnya secara pelan-pelan. Sekelebat kejadian yang lalu dimana ia hamil dan Pandu yang selalu mengabaikannya. Ia ingat kontrak pernikahan itu, ia mengingat Pandu yang memberikan perhatian kecil padanya dan itu berdampak luar biasa untuk anak kembar mereka. Zena makin menangis juga bukan hanya merasakan sakit perutnya itu tapi hatinya gerimis kala Pandu tak ada di sini untuk menemaninya dan memberikan kata-kata kekuatan. Dulu ia menginginkan pernikahan dengan orang yang ia cintai, Tuhan mewujudkannya namun ternyata Tuhan memberikan cobaan yaitu memiliki suami yang tidak mencintainya bahkan untuk datang menemaninya saat proses persalinan itu pun enggan untuk datang. Ada apa dengan suaminya itu? Pikirannya juga kembali ke masa lalu.. Kenapa rasanya begitu sangat sakit bahkan sangat lama sekali? Ia mengira rasa sakit itu sebentar tapi ternyata sangat lama. Apakah ibunya dulu melahirkanmya didunia ini seperti apa yang ia rasakan juga? Dalam hati Zena juga berkata meminta maaf pada ibunya juga, berulang kali mengucapkan kata maaf pada ibunya yang telah berada di surga sana. Sakit yang luar biasa itu tak membuat Zena menyerah, ini semua demi anaknya. Jika ia menyerah begitu saja, Bagimana nasib anak-anaknya nanti? Hidupnya mungkin berwarna jika ada anak kembarnya yang menghiasi hari-harinya nanti. Ia terus berjuang demi anak kembarnya walau harus mempertaruhkan nyawanya, ia ikhlas apapun demi anaknya. Inikah perjuangan sang ibu? Zena menghembuskan napasnya pelan lalu ia mencoba mengenjan sekali lagi. Tangis bayi pecah, menggema di ruangan bernuansa putih itu hingga tetes demi tetes air mata Anggun serta Irene keluar begitu saja mendengar tangisan bayi yang baru lahir seperti alunan lagu yang sangat indah didengar. Zena tersenyum mendengar suara anaknya. Tak menyangka tepat hari ini, ia telah menjadi seorang ibu diusianya yang sangat muda sekali. Tapi perjuangan belum berakhir, masih ada bayinya yang akan menjadi sosok kakak nantinya. "Ayo Zena, kamu pasti bisa! "semua dukungan terus terdengar ditelinga Zena hingga membuat Zena bersemangat lagi ketika mengenjan. Anggun berdoa dan ikut menangis setelah terdengar lagi suara bayi yang menggema di ruangan ini. Dihitung hanya selisih sekitar tujuh menit sang kakak keluar dari perutnya. Sekarang tangisan yang tadinya merasakan sakit luar biasa di perutnya kini terganti dengan tangisan haru. "Alhamdulillah ya Allah. "Anggun bersyukur karena Zena dan anak kembar mereka lahir di dunia dengan selamat. " Bu, Zena sudah jadi ibu."suara parau Zena membuat Anggun memeluk pelan Zena dan bergumam mengucapkan kata terima kasih. Suasana bahagia menghiasi ruangan itu, kini Zena sudah dipindahkan ruangannya menjadi ruang khusus yang memang sudah dipesan dari jauh jauh hari. Kelahiran anak kembar perempuannya mampu membuat Zena seolah melupakan rasa sakitnya tadi. Anak kembarnya lahir dalam keadaan sehat sempurna tanpa ada kekurangan satu apapun. Kisah lebih berwarna lagi diusianya yang muda ini telah menjadi ibu muda yang nantinya merawat dua anak sekaligus. ... Silma Namira Kusuma (kakak) Salma Arnalda Kusuma (adik) Itulah nama anak kembarnya yang sudah ia siapkan sedari dulu. Baik laki-laki maupun perempuan. Zena tengah menggendong Salma yang tadi sempat bangun karena merasa haus. Wajah anak kembarnya ini sangat mirip sekali hingga orang - orang yang berkunjung tak bisa membedakan mana kakak dan mana adik. Dua hari telah berlalu, ia sudah pulang ke rumah dan tetap di rumah mertuanya sebab sedari kemarin hingga hari ini suaminya tak kunjung pulang ke rumah. Hati Zena sangat terluka sekali mengingat saat dirinya berjuang sendiri tanpa suami walaupun didampingi oleh ibu mertuanya tapi tetap saja adanya suami makin menambahkan suasana yang membahagiakan. Zena merasa tak beruntung sekali memiliki suami yang sangat tega menyakitinya. Meninggalkan dirinya disaat ia melahirkan bahkan mengadzan bayi kembarnya pun tidak. Ya, yang mengadzan bayi kembarnya adalah Estu yang baru datang ke rumah sakit setelah anak kembarnya baru lahir. Zena meletakkan kembali bayi kembarnya di atas kasur tepat sampingnya. Anggun menyuruhnya jika menyusui harus duduk dan jangan posisi tidur. Zena menuruti itu semua demi kebaikan dirinya sendiri dan anaknya. "Kalian berdua sangat cantik sekali sampai bunda tak bisa memilih siapa yang paling cantik. Bunda gak bisa berkata apa apa lagi selain bersyukur memiliki kedua cucu sang putri sangat cantik ini. " " Andai mas Pandu di sini melihat kalian mungkin bahagia sekali wajahnya. "Zena membayangkan raut wajah Pandu yang bahagia menerima kehadiran bayi kembar mereka. Bayi kembar itu sangat mirip wajahnya seperti Pandu. Suara pintu kamarnya terbuka ternyata Anggun datang membawakan kain popok yang baru disetrika lalu diletakkan di dalam keranjang berukuran kecil. "Yaampun bu, ibu tidak usah repot-repot sama Zena. Zena bisa sendiri kok bu, jadi gak enak kalau seperti gini bu. " " Tidak apa-apa Zena, kamu itu lelah sudah tidak tidur semalaman nenangin mereka nangis apalagi nenangin sendirian dan dua lagi. "Anggun ikut duduk di atas kasur setelah meletakkan keranjangnya di samping lemari. " Cantiknya cucu nenek. "Anggun mengelus lembut pipi si kembar bergantian. " mereka seperti Pandu saat bayi, " gumam Anggun saat memandani lekat wajah cucu kembarnya. "Iya bu. " " Apa hati kamu masih sedih? Tak menyangka aku memiliki putra seperti itu, meninggalkan istrinya saat akan melahirkan mereka dan sulit dihubungi bahkan sampai hari ini pun dia tak kunjung untuk pulang ke rumah. Ibu sudah berulang kali memberi pesan padanya tapi tak ada balasannya juga sampai hari ini. Anak itu juga membuat ayahnya sakit, ayahnya memikirkan dia tapi dianya mungkin lupa dengan ayahnya. " " Bu, jika memang Pandu tak bisa terus bersama Zena. Zena rela kok diceraikan. " " jangan Zena! Sampai kapanpun kamu harus menjadi menantu ibu. " " Bu jika pernikahan ini tetap bertahan pasti Pandu juga akan sering melakukan ini pada Zena. Zena rasa lebih baik Zena yang akan pergi jika mas Pandu masih tetap begini. Zena gak bisa memaksa mas Pandu nanti mas Pandu tertekan juga. " " Nak, ibu mohon jangan pergi ya nak. Ibu yakin kalau Pandu masih bisa mempertahankan pernikahan ini. "Anggun menatap mohon pada Zena hingga Zena tak bisa membalas ucapan Anggun sebab bibirnya terasa kelu mengucapkan kata pergi. ... Seminggu sudah Zena merawat si kembar tanpa ada rasa lelah maupun keluhan padahal mengurusi bayi satu saja itu sulit dan ini Zena mengurusi dua bayi sekaligus apalagi saat mereka menangis bersamaan. Zena sudah tau karakter anak kembarnya ini, si adik yang suka nangis sedangkan si kakak yang suka tidur tenang tapi itu hanya tebakannya saja. "Habis mandi terus minum s**u terus tidur, hmm anak bunda makin gemesin banget. "Zena mencium wajah Salma yang tadinya sempat terbangun karena haus. Salma menggeliat lalu bibir mungilnya mengecap ASInya dan tidur lagi. Zena makin merasa gemas pada anaknya itu. Setelah Salma tidur lantas ia baringkan Salma di samping Silma. Sebenarnya Zena sudah menyediakan keranjang tempat tidur si kembar tapi karena berhubung Pandu belum pulang, ia sengaja meletakkan mereka di kasur dan tidur bersamanya. Memanfaatkan ukuran ranjang yang besar dan luas. Zena pun membersihkan kamarnya serta merapikan baju-baju anaknya dan semuanya yang ada di dalam kamar ia bersihkan. Tak lupa ia meletakkan kelambu bayi untuk si kembar tidur agar tak digigit oleh nyamuk-nyamuk nakal. Zena tersenyum manis tak sengaja menatap pakaian si kembar tertata rapi di dalam lemari yang dulunya dibelikan oleh Pandu. Mau marah pada suaminya pun teringat akan hal manis yang diberikan Pandu membuat Zena seringkali merasa lupa jika Pandu sudah menyakiti hatinya berkali-kali. Setelah berberes semuanya kini Zena bisa menghela napasnya lega dan berisitirahat karena hari sudah kian malam tapi saat dirinya akan menyibakkan selimutnya tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. "Bentar. "Zena pun segera beranjak dan itu pelan-pelan sekali agar tidur si kembar tidak terganggu suara tepakan kedua kakinya kemudian ia membuka pintu dan terpampanglah sosok yang sejak kemarin ia tunggu-tunggu kepulangannya kini berada di hadapannya. " Mas Pandu... "lirih Zena menatap suaminya. " Kamu.. "Pandu salah fokus pada perut Zena yang terlihat tak besar lagi dan ia juga merasakan bau harum bedak bayi memenuhi kamarnya. ... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN