Entah sudah berapa kali, Edwin merasakan kehangatan tubuh sekertarisnya itu sejak Dyah mulai bekerja di Kantornya dan mereka semakin dekat lalu semua berjalan begitu saja seperti arus air yang tenang tanpa ada hambatan.
Edwin begitu menyukai Dyah yang penuh senyum, ramah, lemah lembut dan manja. Tidak hanya itu saja, Dyah berhasil membuat Edwin benar -benar jatuh cinta padanya dan berniat untuk membawa hubungan mereka ke arah yang lebih serius.
"Jadi kapan? Mas Edwin mau menikahi Dyah?" tanya Dyah dengan manja setelah mereka kelelahan bermain panas di atas ranjang apartemen milik Dyah.
Dyah memainkan jari -jarinya di d**a Edwin dan sesekali mengecupi d**a bidang itu dengan bibirnya yang mungil.
"Sabar donk, Sayang. Mas juga perlu waktu yang tepat untuk menceraikan Ayu. Kamu tahu sendiri kan? Sebagian harta Mas itu ada milik Ayu juga, sesuai amanat dari Papa Mas," jelas Edwin yang masih saja mempertahankan pernikahannya dengan Ayu.
Dyah mengangkat kepalanya lalu menatap Edwin dengan lekat. Edwin pun tersenyum sambil mengusap punggung mulus Dyah penuh kasih sayang.
"Kenapa sayang? Kok kaget gitu?" tanya Edwin lagi.
"Mas ... Mas Edwin sama Mbak Ayu itu gak punya keturunan lho. Mbak Ayu gak bisa menuntut apapun," jelas Dyah terus mencoba mencuci pikiran Edwin.
Edwin malah tersenyum dan mengecup bibir mungil Dyah yang begitu bawel.
"Mas ... Dyah lagi gak bercanda lho," cicit Dyah manja sambil mnegerucutkan bibirnya dengan kesal.
"Hmm ... Ngambek lagi?" goda Edwin yang terlihat senang membuat Dyah kesal seperti itu.
Usia Edwin sudah menginjak hampir empat puluh tahun. Edwin adalah seorang Direktur sekaligus pengsaha muda yang gila kerja hingga hartanya pun melimpah. Semenjak mengenal Dyah, Edwin merasa dirinya kembali muda dan menikmati rasa cinta yang terus membara di dalam d**a.
"Jadi mau kapan, Mas?" desak Dyah terus sampai Edwin menarik napas dalam dan menarik tubuh Dyah hingga kini berada di atasnya.
"Dyah sayang ... Mas butuh waktu. Memang Mas dan Ayu gak punya keturunan. Tapi, Dalam perjanjian nikah itu, ada beberapa syarat yang harus Mas penuhi. Kalau tidak, semua harta milik Kakek akan jatuh ke tangan Ayu. Sia -sia dong, Selama ini, Mas kerjas keras," ucap Edwin menjelaskan dengan lembut agar Dyah mengerti posisi Edwin saat ini.
"Selalu itu saja alasan yang Mas ucapkan. Terus? Nasib Dyah gimana? Terkatung -katung begini tanpa kejelasan," cicit Dyah begitu manja.
Kepala Dyah langsung diletakkan di d**a Edwin. Edwin pun mengusap lembut rambut panjang Dyah. Dyah pun mulai nakal memainkan rambut halus yang tumbuh di d**a Edwin.
Pernikahan Edwin dan Ayu hanya pernikahan atas perjodohan dari Sang Kakek. Ayu sejak kecil sudah dijodohkan dengan Edwin. Selama itu juga, Ayu tinggal bersama dengan Edwin dalam satu rumah besar milik Kakek Edwin.
Dulu, Edwin pernah benar -benar mencintai Ayu saat Ayu masih remaja. Mereka berdua menjalani hubungan bak sepasang kekasih hingga suatu hari Edwin melihat Ayu pergi bersama sahabat Edwin dan menuduh Ayu sudah berselingkuh dengan sahabatnya itu , tanpa mau mendengarkan penjelasan dari Ayu. Sejak itu, Hubungan Edwin dan Ayu renggang hingga naik ke pelaminan. Hasrat pun mulai memudar. Edwin memang tidak menampakkan di depan Ayu karena menjaga perasaan Sang Kakek.
Ayu terus memegang gawainya dan beberapa kali mencoba mengetikkan pesan singkat ke nomor suaminya, tapi diurungkan niatnya itu. Pesan yang sudah diketik kembali dihapus.
"Mas? Kok gak ada kabar?" Pesan singkat itu akhirnya trekirim ke ponsel Edwin.
Edwin menatap gawainya yang ada dimeja dan membaca sekilas pesan singkat dari Ayu. Sikap Ayu, memang tak pernah berubah. Selalu saja baik dan lembut. Tapi, Keadaan ini semua sudah terlanjur. Edwin sudah membagi hatinya dan tak bisa mencintai Ayu dengan kadar yang lebih banyak seperti rasa cinta yang ia berikan pda Dyah.
Dyah masih sangat muda dan cantik setelah bekerja di Perusahaan Edwin. Dulu, Dyah adalah wanita kampung yang bertekad untuk mencari pekerjaan di Kota.
"Hanya dilirik aja? Gak mau dibales? Sesekali, Mas Edwin itu bilang. Kalau kita berdua memang punya hubungan sama Mbak Ayu. Lagi pula, Apa sih, menariknya Mbak Ayu? Udah kurus, tua juga," ucap Dyah menghina.
"Hei ... Kok malah sewot gitu? Sini sayang, Mas pangku. Mas mau bilang sesuatu sama kamu," ucap Edwin lagi.
"Apa?" jawab Dyah manja sambil berjalan menghampiri Edwin dan duduk dalam pangkuan lelaki dewasa yang telah membuat Dyah menduakan kekasihnya.
"Mas minta ijin untuk bisa memberikan anak pada Ayu," jelas Edwin lagi.
"Apa? Memberikan anak untuk Mbak Ayu?" tanya Dyah emosi. Kalau sampai ada anak, tentu hubungan Dyah dan Edwin akan semakin terancam.
Dyah hendak berdiri dan menjauh dari Edwin. Namun, Edwin berhasil mendekap erat tubuh seksi Dyah dan bahunya dikecup terus menerus. Edwin tahu, Dyah tidak akan terima. Dyah merasa, Edwin adalah lelaki pertama yang enyentuhnya dan telah merenggut keperawananya.
"Maafkan Mas, Dyah. Ini harus Mas lakukan, demi harta Kakek. Kamu gak mau kan? Hidup miskin?" ucap Edwin pada Dyah.
"Mas boleh memberikan anak untuk Mbak Ayu. tapi, Mas harus terlebih dulu, memberikan anak untukku, agar statusku juga kuat," jelas Dyah dengan nada licik.
"Mas tidak akan pernah meninggalkan kamu, Dyah. Mas sangat mencintai kamu," jelas Edwin merayu.
"Gak! Dyah itu cemburu, setiap Mas pulang dan tidur bersama dengan Mbak Ayu. Dyah berpikir, apa Mas juga melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan? Menikmati percintaan seperti kepuasan yang kita rengkuh? Mas bahagia juga dengan Mbak Ayu!" tanya Dyah dengan tatapan tajam.
Edwin mengecup pipi Dyah dan berbisik, "Kamu lebih hebat dibanding Ayu, Sayang."
Suara lembut Edwin diiringi dengan hembusan napas yang pelan membuat adrenalin Dyah kembali memuncak.