Malam itu hujan sangat deras dan lebat. Suasana restaurant pun mendadak sunyi walaupun tempat itu rame.
Meja pesanan Ayu sudah lengkap dengan semua pesanan makanan. Rasanya Ayu mulai tidak semangat melihat semua makanan itu tertata rapi di meja.
"Dimakan Al. Kamu belum makan kan?" tanya Ayu pada Al.
"Iya Nona," jawab Al begitu sopan. Rasanya seperti kurang pantas duduk disalah satu kursi restauran mewah. Apalagi bersanding dengan nyonya besarnya sendiri. tentu saja membuat Al semakin gugup dan keki.
Al mengambil beberapa makanan yang belum pernah ia makan sebelumnya. Makanan yang tentu sjaa mahal dan pastinya memiliki cita rasa yang sangat enak sekali. Setidaknya kepiluan hatinya sedikit tersamarkan dan tersembuhkan dengan menikmati makanan enak ini.
Ayu mengambil beberapa sushi yang diletakkan dipiring makannya. Lalu menyuap sushi itu satu per satu ke dalam mulutnya. Ia mengunyah pelan dengan pandangan fokus ke arah luar kaca. Ayu seperti sedang berfikir keras.
"Nona ... Sausnya tumpah," ucap Al dengan suara pelan menunjuk ke arah saus yang tumpah dari mangkok kecil. Wadah saus itu tersenggol oleh tangan Ayu.
Ayu tersentak dan menunduk melihat wadah saus itu sudha terguling dan tumpah dimeja lalu menetes di gaun malamnya yang cantik.
"Ahh ... Kenapa bisa tumpah sih," kesal Ayu yang langsung mengambil lap tangan untuk membersihkan saos dari gaunnya.
Saat Ayu menarik lap tangan, gelas berisi minuman pun ikut terguling dan menumpahkan sebagian air digaunnya hingga basah.
PYAR!
Gelas itu jatuh ke lantai dan pecah. Serpihan kacanya pun berantakan.
Al langsung berdiri dan membersihkan pecahan gelas yang tercecer dilantai.
"Sudah Al. Biarkan saja. Kita panggil pelayan saja. Ini urusna mereka, bukan urusan kita," titah Ayu pada Al.
Al menoleh ke arah Ayu yang sedang menatapnya lekat.
"Takut Nona terkena belingnya," jawab Al polos.
"Sudah biarkan saja," titah Ayu sambil mengangkat tangannya agar pelayan menghampirinya dan membersihak kekacauan yang tak sengaja dibuatnya.
Al pun memilih berdiri dan mengambilkan lap tangan lain yang masih bersih kepada Ayu.
"Ini masih bersih dan baru," ucap Al sambil menyodorkan lap tangan itu.
"Em ... Iya makasih. Kita pulang sekarang aja. Gaunku bah. Makanan ini bisa dibungkus saja. Biar nanti bisa kamu nikmati dirumah," jelas Ayu pada Al.
Ayu segera membersihkan sisa noda air yang sudah membasahi gaunnya dan membuat gaun itu sedikit tembus pandang.
Ayu membayar semua makanan dan meminta semua makanan itu segera dibungkus untuk dibawa pulang.
Dalam perjalanan pulang, Ayu mengajak Al bicara sepanjang jalan. Malam ini, Ayu duduk di kursi bagian depan tepat disamping Al. Ayu butuh teman bicara karena hari -harinya selalu kesepian dirumah.
"Boleh saya tanya sesuatu, Al?" tanya Ayu lembut sambil melirik ke arah Al yang fokus menyetir.
"Tanya apa, Nona? Kalau saya bisa jawab. Tentu akan saya jawab," ucap Al tetap fokus menyetir.
"Apa yang kamu ketahui tentang Bapak?" tanya Ayu tanpa basa basi.
"Ba -bapak?" ucap Al mengulang pertanyaan Ayu. Ada rasa sesak mendengar nama majikanbesarnya itu. Rasanya aliran darahnya mendidih dan ingin marah.
"Iya Bapak. Suami saya. Pak Edwin Sagita. Kenapa?" tanya Ayu semakin mendesak.
"Oh Pak Edwin. Bapak itu orangnya baik, ramah, royal dan tidak sombong," jawab Al dengan jujur.
"Itu secara umum. Saya butuh yang lebih spesifikasi," ucap Ayu tegas.
"Saya tidak tahu soal itu," jawab Al cepat. Ia tidak mau terlibat apapun dalam permasalahan antara Pak Edwin dan Bu Ayu. Niat Al saat ini hanya ingin bekerja dan merawat Ibunya yang sering sakit -sakitan di Kampung.
"Kamu menutupi sesuatu dari saya, Al?" jelas Ayu lagi.
"Tidak Nona. Saya tidak menutupi apapun," jelas Al begitu yakin.
Ayu terdiam dan mengeluarkan ponselnya. Ayu menelepon suaminya kembali. Ada perasaan janggal di dalam hatinya.
Sambungan telepon itu tidak diangkat oleh Edwin. Rasa cemas dan gelisah semakin menyelimuti Ayu.
"Saya merasa aneh," ucap Ayu tiba -tiba.
Al hanya mendengarkan celotehan Ayu. Ada rasa iba sebenarnya, tapi tidak mungkin, Al memberitahukan fakta yang sejujurnya pada Ayu.
"Kamu beneran gak tahu apa -apa?" tanya Ayu curiga kalau Al itu menyembunyikan sesuatu.
"Be -benar Nona," jawab Al cepat.
Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan punggungnya di kursi jok yang sedikit di turunkan ke belakang agar tubuhnya bisa setengah tertidur.
Ayu memejamkan kedua matanya. Jalanan sangat ramai dan macet. Hujan masih sangat deras sehingga menutupi jarak pandang.
-Di Kamar Apartemen-
"Mas ... Ada telepon tuh," titah Dyah pada Edwin.
"Siapa?" tanya Edwin yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah dan tubuhnya hanya terlilit handuk yang pendek.
Edwin langsung duduk ditepi ranjang dan meraih ponselnya yang ada dinakas. Edwin mulai memeriksa riwayat panggilan dan menemukan nama istrinya baru saja memanggil dirinya beberapa menit yang lalu. Berhubung ponselnya dalam mode hening. Edwin tidak tahu jika Ayu menghubunginya.
Dyah bengkit dari tidurnya dan menutup sebgaian tubuhnya yang polos dengan selimut. Dyah menarik lengan Edwin dan menyuruh Edwin untuk meletakkan ponselnya kembali ke nakas.
"Masih kepikiran Ayu?" tanya Dyah ketus.
"Bukan gitu Dy. Takutnya ada sesutu," jawab Edwin lembut. Tangannya meletakkan ponselnya tanpa menghubungi Ayu kembali. Tubuhnya berbalik dan memegang dagu Dyah dengan gemas.
"Itu kelihatan peduli banget," tuduh Dyah dengan wajah pura -pura kesal.
"Mana ada begitu. Kamu itu segalanya buat aku, sayang ..."
Edwin langsung meraup bibir mungil Dyah lalu melumatnya dengan lembut. Malam yang semakin laut dan dingin sangat cocok melakukan pemanasan hingga adrenalin terpacu menuju kenikmatan.