• Harta
Ye Shao sudah menduga bahwa gadis itu akan berteriak sesaat setelah dia membuka mata, wajah gadis itu yang terlihat sangat shock tidak bisa mengelabuinya, dia yakin gadis itu pasti berteriak.
Jadi dengan sigap Ye Shao melompat ke arah Meng Bingbing dan mendekap mulut gadis itu.
“Hei... Apa yang salah denganmu, Gadis Kecil?! Kenapa kau selalu berteriak di depanku? Cobalah untuk tenang atau aku akan membuatmu pingsan.”
Meng Bingbing ketakutan dan dia hanya bisa mengangguk.
Ye Shao melepaskan gadis itu perlahan-lahan sambil menempelkan jari telunjuk ke mulutnya.
“Ssstttt!!! Jangan berisik. Aku tidak ingin membuat keributan di rumah ini,” ujar Ye Shao.
Meng Bingbing menelan ludah, dia begitu mencemaskan situasi yang dia alami.
“Tapi kau sudah membuat banyak keributan di rumah ini, kau mengalahkanku, mengalahkan Duan Ji, melempar Kakek, dan sekarang kau...”
“Ya! Aku sudah membuat keributan di rumah ini, dan aku tidak ingin menambah jumlah keributan yang aku sebabkan. Jadi bisakah kau tenang, Nona Meng?” sela Ye Shao.
Ye Shao berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Nona Muda keluarga Meng itu berdiri.
“Kau tidak akan menempelkan telurmu di tubuhku, kan? Kau tidak akan menghisap otakku melalui telinga, kan?”
“Kau pikir aku apa? Alien? Sudahlah, pegang tanganku dan berdirilah dengan tenang.”
Meng Bingbing berdiri dan segera meraih saklar lampu yang menempel di tembok tepat di belakangnya. Dia dapat melihat Ye Shao dengan jelas kali ini, dia masih memikirkan cahaya hijau giok yang memancar dari tubuh pemuda itu.
“Ap-apa, apa yang kau lakukan? Bagaimana dengan cahaya hijaunya?” ucap Mwng Bingbing dengan kebingungan.
“Ap-apa? Cahaya hijau apa yang kau bicarakan?” pemuda itu membalas dengan wajah yang lebih kebingungan di banding dengan gadis itu.
“Kau tadi mengeluarkan cahaya hijau saat kau... Em... Apa kau bermeditasi?”
“Apa dia sudah memperhatikanku ketika aku sedang berada di gudang harta? Jadi aku terlihat mengeluarkan cahaya hijau ketika sedang duduk berkultivasi? Aku baru tau itu,” kata Ye Shao dalam hati.
“Kau ketakutan Nona Meng, itu sebabnya kau berhalusinasi. Bagaimana seorang pria mengeluarkan cahaya? Kau pikir aku sama dengan neon?”
“Oke kalau kau menyangkal itu, lalu apa kau bisa menjelaskan tanaman apa yang ada di atas kasur itu?” kata Meng Bingbing sambil menunjuk tanaman herbal yang Ye Shao bawa dari gudang harta.
“Em... Itu?! Itu adalah herbal yang akan aku gunakan untuk membuat pil untuk Kakek Meng,” jawab Ye Shao.
“Dari mana kau dapat itu?”
“Aku... Membawanya untuk jaga-jaga apabila ada keadaan genting. Tanaman ini selalu aku selipkan di balik pakaianku,” jawab Ye Shao dengan memperlihatkan senyum polosnya.
“Aha... Aha... Aku baru saja melihat benda itu muncul dari telapak tanganmu, kau tidak bisa mengelabuiku. Katakan padaku siapa kau sebenarnya, Tuan Muda Ye,” dengan menatap wajah Ye Shao, Meng Bingbing mengatakannya.
“Parah, dia memperhatikanku untuk waktu yang lama. Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya?” pikir Ye Shao.
“Ayo! Katakan padaku! Siapa kau sebenarnya dan kenapa kau mempunyai kekuatan aneh seperti itu? Kau bisa melempar manusia tanpa menyentuh mereka, kau bisa memunculkan benda dari tangan kosongmu, terlebih lagi kau mengeluarkan cahaya aneh dari tubuhmu.”
Ye Shao menatap dalam-dalam Mwng Bingbing, dengan mata yang terbuka lebar. Perlahan pemuda itu mendekati gadis yang tampak sudah berkeringat. Ye Shao terus maju perlahan-lahan sampai kakinya menyentuh kaki Meng Bingbing.
Hal itu membuat gadis itu semakin khawatir, gadis itu terdorong mundur sampai dia tidak sadar kalau kepalanya sudah membentur pintu.
Gadis itu terpojok oleh seorang pria yang menatapnya dengan mata lebar, seakan... Pria itu adalah predator yang siap memangsanya.
Lidah Meng Bingbing keluh, tidak bisa membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, padahal dia berpikir untuk berteriak sekali lagi. Tapi Ye Shao terlalu menakutkan, membuat gadis itu berpikir ulang untuk bertindak gegabah.
Ye Shao mendekati wajah gadis itu, nafas Meng Bingbing terengah-engah. Ye Shao terus mendekat sampai akhirnya mulut Ye Shao berada tepat di samping telinga Meng Bingbing.
“Nona Muda Meng... Kau tau terlalu banyak. Apa perlu aku menyedot keluar otakmu dari telingamu?” bisik Ye Shao.
Darah Meng Bingbing berdesir memompa dari jantung ke otak terlalu cepat setelah mendengar kalimat itu. Gadis itu berkeringat dingin.
“Jika kau ingin melanjutkan kehidupanmu yang normal, di puja oleh para murid di sini dan tetap menjadi murid terbaik. Kau harus tutup mulut, kau harus melupakan apa yang kau lihat, dan berpura-puralah tak tahu,” imbuh Ye Shao dengan berbisik.
Gadis itu mengangguk. Kemudian Ye Shao mengambil herbal miliknya.
“Bantu aku meyakinkan mereka, kau harus bilang kalau aku membawa benda ini untuk keadaan genting. Tenanglah, ini bukan benda yang akan membahayakan nyawa kakekmu, aku mengambil ini untuk membuat dia pulih kembali.”
“Jadi... Dimana sekarang Kakek Meng berada?” imbuh Ye Shao.
Tak lama setelah itu Meng Bingbing membawa Ye Shao ke kamar kakeknya, dia memberi tahu situasinya sekarang. Gadis itu sangat patuh, dia mengatakan sesuai dengan apa yang di sepakati oleh dirinya dan juga Ye Shao.
“Tanaman ini bukan benda yang bisa kau temukan disini, kau yakin mendapatkan benda ini di suatu tempat di provinsi ini? Aku pertama kali melihat yang seperti ini,” ujar Kakek Meng sambil melihat jeli herbal yang dia pegang.
“Benda seperti itu tidak mudah di temukan Kakek Meng, malahan... Sangat mustahil untuk ditemukan, kecuali benda itu sendiri yang menuntunmu untuk menemukan mereka. Karena itulah... Ada benda yang di sebut sebagai harta ajaib. Tidak aneh jika benda itu pertama kali kau lihat,” jawab Ye Shao.
Meng Bingbing hanya mendengarkan dengan wajahnya yang berkeringat. Dia khawatir untuk campur, apapun yang di katakan oleh Ye Shao, dia takut untuk menentangnya.
“Herbal ini menuntunmu untuk menemukannya?”
“Ya, begitu umurnya masuk lima ratus tahun, kuncup pertamanya akan mekar. Lalu herbal tersebut akan mengajakmu berkomunikasi, dia akan menunjukkan jalan supaya kau bisa memetiknya. Orang lain yang tidak mendapatkan petunjuk, tidak akan pernah melihat herbal itu, meskipun itu tumbuh di depan mata mereka.”
“Nak Ye... Ginseng yang usianya lebih dari seratus tahun saja sudah sangat mahal harganya. Untuk harta seperti ini yang usianya sudah lebih dari lima ratus tahun... Kau yakin akan menggunakan ini untuk menyembuhkan keadaanku?”
“Dengar Nak, mungkin kau akan menjadi sangat kaya jika memperlihatkan ini di pelelangan. Kau tidak perlu menggunakan harta seperti ini untuk menyembuhkan orang yang berusaha membunuhmu,” imbuh Kakek Meng sambil memberikan kembali herbal itu ke tangan Ye Shao.
“Kakek... Harga sebuah benda adalah ketika benda itu dapat di gunakan, dan manfaatnya... Bisa berguna bagi orang lain. Aku tidak peduli apakah aku harus melewatkan kesempatan untuk menjadi kaya. Hidup... Bukan selalu tentang kekayaan,” ucap Ye Shao dengan senyum ringan.
“Nak Ye... Aku harus memuji kedua orang tuamu, mereka mempunyai seorang putra yang luar biasa.”
“Sudahlah, Kek. Tidak perlu di besar-besarkan,” ucap Ye Shao untuk membalas rasa bersyukur Kakek Tua itu.
“Huah... Aku cukup besar mulut juga ternyata, mengarang-ngarang cerita seperti ini, membual dan mendapatkan banyak pujian... Aku merasa berdosa pada diriku sendiri sebenarnya, tapi jika ini bisa menghilangkan kecurigaan orang lain terhadap kemampuanku, maka apa boleh buat.”
“Tanaman yang tumbuh seperti rumput liar di kebun yang terdapat dalam Gudang Harta, aku tidak menyangka akan menjadi benda yang bernilai tinggi di sini. Mungkin lain kali aku akan menanyakan prihal pelelangan yang di bicarakan Kakek Meng,” pikir Ye Shao.
“Benar juga... Kakek Meng, apakah kau mempunyai tungku pembuatan pil? Tungku penyulingan?!” ujar Ye Shao.
“Aku ingat ada sesuatu seperti itu di rumah ini. Apa yang akan kau lakukan dengan benda itu, Nak Ye?” tanya Meng Gu Cao, Pak Tua yang berbaring itu kemudian mengangkat tubuhnya untuk duduk.
“Tentu saja membuat pil, Kakek Meng,” jawab Ye Shao dengan tersenyum.
****
Meng Gu Cao di papah oleh cucu perempuannya sendiri, Ye Shao juga membantu untuk memegangi Pak Tua itu, keadaannya setelah bertarung dengan Ye Shao sama sekali tidak baik. Pak Tua itu kesulitan untuk berjalan sendiri.
Meng Gu Cao membawa Ye Shao ke sebuah tempat yang suasananya tidak jauh berbeda dengan suasana di Gudang Hartanya sendiri.
“Kakek Meng, rupanya Pak Tua ini sangat suka mengoleksi benda-benda kuno, ada pedang dan pisau dengan ukiran-ukiran indah. Aku yakin harganya sangat mahal, lukisan yang terpajang di dinding juga terlihat sangat tradisional, aku yakin usianya bahkan sudah lebih tua jika di banding dengan Kakek yang saat ini sedang aku papah,” pikir Ye Shao.
“Nak Ye... Apa tungku penyulingan itu bentuknya seperti ini?” kata Pak Tua Meng sambil menunjuk pada benda seperti priuk yang sengaja di pajang dengan tempat yang megah.
“Aneh rasanya jika seorang Senior seperti Kakek Meng menanyakan hal seperti ini padaku. Tapi ya! Ini adalah benda yang aku cari.”
“Selama ini benda itu selalu menjadi pajangan, aku sama sekali tidak mengerti bagaimana cara menggunakan tungku penyulingan tua ini, Nak Ye. Yang kulakukan hanya mengelapnya setiap hari, menjaganya agar tidak berdebu,” ujar Meng Gu Cao sambil mengelus lembut benda itu.
“Aku... Mendapatkannya dari sebuah pelelangan, benda ini sudah sering berpindah tangan, karena aku tertarik dengan ukiran yang terdapat pada benda ini, aku memutuskan untuk membelinya. Harganya sangat mahal, itu sebabnya aku meletakkannya di tempat yang istimewa,” imbuh Kakek Tua itu.
“Okay... Tapi... Apa benda ini bisa aku gunakan?”