Seorang Ahli

1575 Kata
• Seorang Ahli Pak Tua itu hanya menyeringai. Sudah sangat jelas kalau pertarungan ini bukan hanya sekedar ajang uji coba, bukan juga cara tepat untuk menunjukkan apakah mereka saling bertukar saran. Ini lebih tepat di sebut sebagai ajang membunuh dengan kekuatan. “Ketua... Tidak kah kau berpikir kalau beliau terlalu berlebihan, Shu Ao,” ucap Xiao Di. “Ya, kali ini ketua sudah terlalu berlebihan, bagaimanapun lawannya hanya seorang anak SMA, kenapa beliau begitu serius. Gerakan itu adalah gerakan yang membuat ketua menyandang julukan yang sangat mengerikan,” jawab Shu Ao. “Meng si Penjagal.” Itu adalah sebuah kisah terkenal, setidaknya sebelum tahun dua ribuan. Kisah sebuah pertempuran antar kelompok yang membuat keadaan kota begitu panas. Mayat tergeletak di mana-mana, aliran hujan yang membawa darah, suara tembakan dan juga ledakan. Semua demi sebuah perebutan wilayah kekuasaan dan... Gelora masa muda. “Perang pecah tidak lama setelah Ketua Meng berhasil menerobos Praktisi tahap Penyatuan Qi, kakuatan yang menggebu-gebu dalam dirinya membawanya untuk beraksi.” “Kau benar, saat itu kita hanyalah sebuah kelompok kecil. Kita hanya mempunyai seorang pemimpin yang tak kenal rasa takut. Tapi selisih jumlah itu benar-benar bisa di atasi oleh Ketua.” “Hanya berbekal kuku di tangannya dia melukai leher lawannya hingga mati, sejak itu dia di kenal sebagai sang pemenggal. Namanya menyebar dan kelompok kita menjadi sebuah kelompok besar seiring waktu.” “Reputasi yang di miliki Keluarga Meng bukanlah sebuah isapan jempol, kurasa wajar kalau ketua Meng tidak menunjukkan belas kasihannya sama sekali pada Tuan Muda Ye. Reputasi keluarga sedang di pertaruhkan disini.” “Karena niat membunuh ini, apa kau merasa ketakutan, Nak Ye? Haha... Tapi sepertinya tidak ya, kau bahkan tetap tersenyum di situasi seperti ini,” ujar Pak Tua Meng. “Niat ini datang karena kau sendiri pernah berkata kalau dirimu tidak suka bila harus di remehkan, oleh karenanya aku tidak akan menahan diri. Tapi tidak ku sangka kau cepat menyadari serangan itu, aku... Tidak pernah gagal sebelumnya,” imbuh Meng Gu Cao. “Apa kau tidak merasa bahwa dirimu lebih tumpul, Kakek Meng?” jawab Ye Shao seraya tersenyum. “Tidak sama sekali, Nak Ye. Aku malah merasa lebih tajam dari sebelumnya. Hanya saja lawanku kali ini lebih kuat jika di banding dengan yang pernah aku lawan sebelumnya. Nak Ye... Aku akan lebih tidak menahan diri disini, aku harap kau juga...” “Tentu! Aku juga tidak akan menahan diri, Kakek Meng,” sela Ye Shao. “Saatnya untuk ku memperaktikkan seni bela diri klan Feng Hao,” ucap Ye Shao dalam hatinya. Ye Shao menarik nafas dan mulai bergerak, dia mengeluarkan jurus-jurus yang telah ia lihat di gulungan. Gerakan itu di mulai dengan melangkahkan kaki kanannya kedepan, tangan tidak di kepalkan melainkan di biarkan meregang dengan tenang. Sebuah pukulan dengan tangan yang di kepalkan bisa membuat lawan cedera serius, seni dari klan Feng Hao adalah tinju api. Aliran tenaga dalam akan di ubah menjadi energi panas, tubuh sang praktisi akan panas seperti api. Bahkan jika seni ini sudah di kuasai dengan serius, sebuah api akan benar-benar muncul di sekujur tubuh praktisi. “Ya... Setidaknya begitulah yang di katakan oleh gulungan, jadi aku tidak boleh sekalipun mengepalkan tanganku, aku juga tidak boleh mengalirkan tenaga yang berlebihan. Jika api benar-benar muncul, akan seperti apa jadinya nanti? Semua orang pasti akan terkejut, sebaiknya aku menahan diri,” ucap Ye Shao dalam hatinya. Ye Shao terus memperagakan teknik yang baru ia pelajari dari Gudang Hartanya, gerakan yang tidak biasa itu membuat semua orang heran dan juga takjub. “Gerakan itu? Apakah seni bela diri dari utara? Aku belum pernah melihat gerakan seperti itu sebelumnya.” “Beberapa gerakan terasa familiar, dan yang lainnya sangat asing.” Sebuah asap keluar dari mulut Ye Shao, bahkan bajunya juga terlihat mengeluarkan uap panas. “Apa ini hanya penglihatanku saja, atau kalian semua juga melihat hal itu?” “Tubuh pemuda itu berasap, dia seperti terbakar, bagaimana bisa sebuah gerakan memicu perubahan energi dalam dirinya? Bela diri apa yang dia gunakan?” Ye Shao terkejut dengan asap yang mengepul dari tubuhnya sendiri. “Padahal aku sudah berniat untuk menahan diri, aku juga yakin menekan Qi ku ke titik terendahnya, tapi tetap saja aku mengeluarkan asap panas, apa aku harus menekannya sedikit lagi? Tapi menahan tenaga dalam yang besar dari tubuhku tidaklah semudah itu,” pikir Ye Shao. Gerakan Ye Shao berakhir dengan sebuah kuda-kuda, kaki kanannya lurus ke depan sedangkan dia berjongkok, bagian kaki kiri menopang tubuhnya, tangan kiri tegak selurus bahu, tiga jari di mulai dari kelingking sampai jari tengah menutup, telunjuk menunjuk langit dan jempol terkatup. Tangan kanan menekuk lurus dengan wajah dengan telapak terbuka keluar, Ye Shao merasakan sebuah api unggun sedang berkobar di sekitar perutnya, seakan-akan asap mengepul memenuhi perut naik ke kerongkongannya. Tak sengaja Ye Shao batuk, dan sebuah api kecil keluar dari mulutnya. Bagaimanapun pemandangan yang tidak lazim itu membuat semua orang terperangah. “Itu api, sudah jelas yang keluar dari mulutnya barusan adalah sebuah bola api.” “Harusnya kalimatmu tadi itu menjadi sebuah lelucon, tapi karena aku juga melihat hal yang sama, kurasa aku tidak perlu meragukan apa yang baru saja ku lihat, itu memang sebuah bola api.” “Asap, bahkan api keluar dari mulutnya, bela diri macam apa yang di pelajari oleh Tuan Muda Ye?” Meng Gu Cao kehilangan kepercayaan dirinya, dia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi jika dia memaksa meneruskan pertarungan ini. “Nak Ye, kau baik-baik saja?” tanya Pak Tua Meng. “Maaf Kakek Meng, tapi menahan kekuatanku ternyata cukup sulit juga. Sebaiknya kita selesaikan ini dengan cepat, sebelum aku kehilangan kendali dan mulai membakar arena ini.” “Hahaha! Yang benar saja, Nak Ye!” seru Pak Tua Meng dengan mata yang melihat dengan perasaan takut, tapi pak tua itu memaksakan untuk tertawa dan menerjang ke depan. Pak Tua Meng mengalirkan tenaga dalamnya di telapak tangan yang ia gunakan untuk menyerang Ye Shao. Ye Shao melompat dan menahan telapak tangan Meng Gu Cao menggunakan lutut kakinya. Pak Tua itu mundur seketika, apa yang dia pukul rasanya seperti sebuah wajan yang sangat panas, tangannya langsung merah seperti terbakar. “Berapa suhu anak ini?! Dia sudah bukan demam lagi namanya, apa dia serius berkultivasi? Apa yang di kultivasikan sampai dia seperti wajan yang terbakar? Aku tidak bisa sembarang memukul anak ini,” pikir Meng Gu Cao. Ye Shao tidak memberikan kesempatan pak tua itu untuk mundur, dia langsung menggunakan tinjunya untuk menyerang. “Jangan sampai mengepal!” seru Ye Shao dalam hatinya, dia berusaha membatasi dirinya sendiri. Pandangan Ye Shao yang terlihat sangat tajam membuat Meng Gu Cao ketakutan, dia melihat seorang yang sedang kerasukan, pikir Pak Tua itu. Beruntung reflek Meng Gu Cao sangat baik, dia berhasil menghindari pukulan yang mengarah lurus ke wajahnya. “Yang benar saja, rasanya anak ini seperti menyodorkan sebuah obor panas ke arah wajahku. Memukul tidak bisa sembarangan, tapi juga jangan sampai diriku terpukul olehnya. Benar-benar situasi yang tidak menguntungkan,” pikir Meng Gu Cao. “Gerakan yang dia peragakan sebelum bertarung sangat halus, tapi temponya saat bertarung begitu berantakan, gerakannya juga melenceng. Anak ini... Dia seperti baru-baru ini mempelajarinya,” pikir Meng Gu Cao. Memikirkan hal itu, Meng Gu Cao seperti mendapat sebuah kesempatan untuk menang dari Ye Shao. Kakek Tua itu mengumpulkan Qi nya di kakinya dan menendang perut Ye Shao seperti mendobrak pintu besi. Rasanya Ye Shao seperti ingin memuntahkan sesuatu, dia terlempar ke belakang hingga harus berlutut. Melihat Meng Gu Cao berhasil membuat Ye Shao mundur membuat semua orang di perguruan itu bersemangat. Ye Shao hanya satu langkah sebelum dia jatuh dari arena, Meng Gu Cao tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendorong jatuh pemuda itu dari atas. Meng Gu Cao segera berlari mengambil ancang-ancang untuk melompat dan menggunakan kakinya untuk menerjang Ye Shao sekali lagi. “Sial, pak tua itu sama sekali tidak menahan dirinya, padahal aku begitu kesulitan menahan diriku disini agar tidak melukainya. Ah... Aku tidak tau lagi, aku juga tidak mau kalah disini, apa boleh buat.” Ye Shao merentangkan kedua tangannya sembari mengambil nafas dalam-dalam. Melihat Ye Shao mencoba melakukan sesuatu membuat Pak Tua Meng merasa harus segera mencegahnya untuk menghindari kejadian buruk. Pak Tua Meng melompat kemudian dia menerjang menggunakan kakinya. “Maaf Pak Tua Meng, kau tidak memberiku pilihan,” bisik Ye Shao dengan pelan. Sebelum kaki pak itu sampai untuk menyerang Ye Shao, Ye Shao menepuk tangannya, membuat kedua tangan yang ia rentangkan bertemu dan sebuah dentuman terjadi. “Apa yang?!!!” Itu adalaha sebuah ledakan tenaga dalam yang mampu membuat Kakek Meng terlempar dengan mudah dari arena. Terlempar, atau terhempas tepatnya. Kakek Tua itu tau-tau jatuh ke kursi para guru. Beruntung reflek mereka baik sehingga mereka bisa menangkap Kakek Meng. Sebagian dari mereka tersungkur, sebagian dari mereka lututnya gemetar, tapi para guru perguruan keluarga Meng menangkap pemimpin mereka dengan baik. Sesaat setelah suara tepukan tangan yang terdengar seperti sebuah dentuman itu, angin besar berhembus mengiringi suara yang memekakan telinga. Seorang gadis yang melihat pertarungan itu dengan serius sehingga dia tidak sekalipun mengalihkan pandangannya, merasa kagum dengan apa yang dia lihat. Debu yang di bawa angin oleh tepukan Ye Shao tidak membuatnya pedih, dia tetap melihat ke arah pemuda itu. Suara yang membuat telinga Meng Bingbing berdenging, tidak juga membuat tangan Meng Bingbing harus menutupi telinganya. Dia ketakutan, dia ragu, dia tidak percaya... Tapi dia takjub. “Seorang Praktisi tahap ahli,” ucap gadis itu dengan mata berkaca-kaca dan senyum yang menyiratkan kekagumannya. Ye Shao kemudian berdiri dengan d**a yang ia busungkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN