Sebuah Niat

1841 Kata
• Sebuah Niat Berkali-kali menyerang, berulang kali di tangkis, tendangan atau pukulan sama sekali tidak berguna, semuanya di halau, semuanya di tangkis, bahkan semuanya memberikan bekas sakit untuk yang memukulnya. “Kenapa? Kenapa? Kenapa tidak ada seranganku yang kena? Dia jelas sekali memiliki banyak celah, dia jelas sama sekali tidak berpindah, tapi kenapa?” “Kau yakin sudah berlatih selama bertahun-tahun?” ucap Ye Shao sambil tersenyum sinis. Kegigihan yang di tunjukkan oleh Duan Ji mulai goyah, serangan yang ia lancarkan secara beruntun tiba-tiba terhenti dan dia mundur setelah kalimat itu keluar dari mulut Ye Shao. Tangan Duan Ji mulai gemetar, bukan karena dirinya kesakitan karena memukul dan menendang Ye Shao, tapi dia baru saja kena serangan mental. Bayangkan saja, kalian mengasah kemampuan selama bertahun-tahun, hanya untuk di akui. Saat kalian berhasil, semua orang mulai mengagumi kalian, tapi ada seseorang yang tidak mengakui itu, bahkan mempertanyakan apa yang sudah kalian lakukan selama ini. Mental kalian pasti terguncang, semua yang kalian dapat, semua yang bisa kalian berikan, sama sekali tidak berguna lagi. “Jadi ini yang kau latih selama belasan tahun? Cara menggelitik seseorang? Bagaimana kau bisa begitu sombong?! Buka matamu, meskipun kau berdiri di puncak gunung, akan selalu ada langit di atasmu.” “Aku... Hanya membantumu untuk...” Ye Shao melesat berpindah dari tempat ia berdiri seperti dia sedang berteleportasi. “Melihatnya!” ucap Ye Shao, dengan sebuah pukulan di lancarkan pada perut Duan Ji. Apa yang bisa keluar dari mulut pemuda itu bukan sebuah kalimat sangkalan, melainkan air yang dia muntahkan. Pukulan yang keras itu memaksa air yang di minum Duan Ji sebelum bertanding, keluar dari mulutnya. “Aku... Sangat benci bila harus di remehkan, sebaiknya kau berpikir lagi sebelum meremehkanku. Kau sama sekali tidak mengenalku, kau hanya kenal dirimu sendiri... Meski kau merasa hebat sekalipun, kau tetap tidak boleh meremehkan orang lain,” ucap Ye Shao. “Menantang orang lain untuk memperlihatkan betapa istimewanya dirimu?! Jangan membuatku tertawa,” imbuh Ye Shao. Perlahan kemudian Duan Ji tidak sadarkan diri, Ye Shao berbalik, dia mencari dimana Hao Di, saat Ye Shao melihat wajah Hao Di yang begitu shock, dia mencoba menyadarkannya dengan berkata... “Dia jatuh, sesuai dengan peraturannya. Kemenangan adalah milikku.” Ye Shao turun dari arena dengan santai, seluruh orang di keluarga Meng, para murid dan juga guru, Meng Gu Cao dan keluarga utamanya. Semua orang tidak dapat mencerna apa yang terjadi. “Terlalu lemah, apa benar ini adalah perguruan seni bela diri terbaik? Aku bahkan belum sempat memperlihatkan seni Klan Feng Hao,” kata Ye Shao dalam hati. “Ku harap lain kali aku mendapat kesempatan untuk mempraktekkannya, kali ini aku terlalu berharap pada murid bernama Duan Ji itu, padahal semua orang begitu memujinya, tapi ternyata hanya segini. Mengecewakan,” imbuh Ye Shao. “Seorang murid nomer dua dari Keluarga Meng, dikalahkan begitu saja?” “Satu pukulan, bahkan Duan Ji tidak bisa menahan satu pukulan dari pemuda itu. Siapa? Dari mana dia berasal? Mereka seumuran, kan?” “Gerakannya terlalu cepat, dia sama sekali tidak terlihat seperti berlari, lebih tepatnya dia berpindah tempat, aku sangat terkejut,” ujar salah satu guru yang mengajar di perguruan keluarga Meng. Ye Shao berdiri di depan para guru kungfu keluarga Meng, di belakang mereka, di sebuah kursi yang di siapkan sengaja di jadikan lebih tinggi daripada yang lain, Meng Gu Cao merebahkan dirinya disana. Ye Shao melihat pada Kakek Meng, begitu pula dengan pak tua itu. Mereka saling menatap, kemudian Ye Shao membungkuk padanya memberi hormat. Tanpa mengatakan apapun Ye Shao berbalik dan berjalan menuju gerbang keluar. “Nak Ye! Kemana kau akan pergi?” Suara yang terdengar begitu dalam, yang tersirat dari suara itu adalah sebuah amarah dan rasa tidak terima. Ye Shao terhenti... “Setelah mengalahkan murid dari keluarga Meng, kau pikir kemana kau bisa pergi? Jangan pikir aku akan mengijinkanmu, kau berada di teritoriku. Aku tidak akan melepaskanmu sebelum nama baik keluarga ini di bersihkan kembali.” Ye Shao menoleh, sambil memunggungi Meng Gu Cao pemuda itu tersenyum. Meng Bingbing melompat dari kursinya dan berdiri di depan semua orang. “Kakek, biarkan aku membersihkan nama baik perguruan kita. Akan ku kalahkan bocah itu!” ujar Meng Bingbing. Meng Gu Cao juga melompat dari kursinya, lalu pria tua itu mendarat di depan cucunya, dan dengan sebelau tangannya dia mendorong cucunya perlahan sedikit ke belakang. “Kau sama sekali bukan lawannya, jangan buat perguruan kita malu untuk ke dua kalinya. Ye Shao... Aku sendiri yang akan menanganinya,” ucap Kakek Meng. Ye Shao berbalik dan melihat Kakek Tua itu. “Kakek Meng, kenapa tiba-tiba jadi sangat bersemangat?” ucap pemuda itu sambil tersenyum kecil. “Kau memperlihatkan sesuatu yang tidak biasa, Nak Ye. Banyak hal yang orang lain lewatkan mengenai dirimu. Terlalu banyak rahasia, bagaimana kau bisa mengelabui, bahkan keluargamu sendiri tidak pernah melihat bakatmu.” “Sama halnya seperti sebuah kertas putih, Kakek Meng. Saat kau mencipratkan setitik tinta, lalu saat aku bertanya, apa yang kau lihat dari kertas ini? Kau akan bilang itu setitik tinta. Tidak Kakek Meng, bagaimana kau bisa melihat titik sekecil itu, di saat kertas yang lebih besar ada di hadapanmu?” ucap Ye Shao. “Sudah lumrah bagi manusia, untuk melihat keburukan orang lain, lebih dari kebaikan yang di miliki mereka. Sama halnya bakatku, yang tertutupi oleh kekonyolanku,” imbuh Ye Shao. “Ye Tianlong pastinya bangga, putra pembuat onarnya, sebenarnya adalah orang yang bijaksana. Aku menghormatimu, Nak Ye... Tapi ini dan itu, adalah dua hal yang berbeda. Aku tetap akan menghajarmu, kau sudah membuat perguruan ini malu, dan aku akan membersihkannya.” “Sebagai Pemimpin dari Perguruan Meng ini!” imbuh pak Tua itu yang kemudian mengeluarkan gerakan kungfu untuk mendekati arena, kemudian pak tua itu melompat ke atasnya. “Yah... Aku memang mengharapkan kesempatan sih, tapi aku tidak menyangka akan datang lagi secepat ini,” ucap Ye Shao dalam hatinya. Pemuda itu dengan santai berjalan ke arah arena, Xiao Di dan Xiao Ao mengangkat Duan Ji yang tidak sadarkan diri di atas arena, mereka membawa pemuda malang itu turun. “Tidak masalah membiarkan mereka bertarung?” ucap salah satu guru perguruan Meng. “Sebelumnya Ketua sudah melawan Nona Bing, Ketua menang telat. Walaupun ketua sudah tidak berlatih untuk waktu yang lama karena cedera yang ia derita, tapi kemampuannya sama sekali tidak menurun.” “Ya! Aku merasa bahkan Ketua lebih kuat daripada sebelumnya, beliau baru sembuh... Tapi aku merasa lonjakan tenaga dalam diri Ketua Meng Gu Cao.” Dengan semua indra yang di pertajam, Ye Shao dapat dengan mudah mendengar apa yang ia ingin dengar, walaupun itu di tempat yang tidak dekat darinya. “Jadi pak tua Meng menjadi lebih kuat jika di banding dengan masa jayanya? Apa karena aku tidak sengaja memperbaiki aliran Qi nya yang berantakan? Padahal niatku saat itu hanya untuk menyembuhkannya saja, siapa yang akan menyangka itu membuat pak tua Meng bahkan lebih baik,” pikir Ye Shao. Meng Gu Cao terlihat mengatur nafasnya, kemudian dia berlenggak-lenggok seperti sedang menari, gerakannya terlihat sangat halus, dan apa yang di lakukan oleh pemimpin perguruan kungfu keluarga Meng itu membuat atmosfer di sekitarnya seakan-akan berubah. “Benar, ini sama sekali berbeda jika di bandingkan dengan melawan Duan Ji. Meng Gu Cao adalah Patriark disini, dia adalah orang yang menduduki puncak kuasa di gunung ini. Selain iti, dia adalah seorang praktisi yang sebenarnya, berbeda dari semua orang, dia adalah orang yang paham akan tenaga dalam. Tingkatakannya mungkin belum bisa di katakan praktisi tahap ahli, tapi itu sudah cukup untuk membuat dia lebih kuat di bandingkan dengan yang lain.” “Aku harus berhati-hati dengan Pak Tua ini,” imbuh Ye Shao dalam hatinya. Saat Pak Tua itu sudah mengeluarkan semua gerakan seni bela dirinya dan telah selesai mengatur nafas, pak tua itu mulai memasang kuda-kuda. “Kau boleh memulainya, Nak. Peraturannya masih sama, bebas memukul dimanapun. Jatuh kalah, terlempar keluar arena juga kalah,” ujar Pak Tua Meng. “Pasang kuda-kudamu dan bersiaplah!” seru Pak Tua itu. Ye Shao sama sekali tidak menuruti apa yang dikatakan oleh Pak Tua Meng. “Kakek Meng, aku tidak perlu kuda-kuda. Tapi tak usah khawatir... Aku sudah sangat siap,” balas Ye Shao. “Kalau begitu...” Meng Gu Cao berlari dan meluncur di lantai dengan maksud kakinya menjegal Ye Shao, serangan itu begitu cepat hingga membuat siapapun takjub di buatnya. Ye Shao yang melihat semuanya dengan jelas langsung reflek seketika dan mulai melompat. Baru kakinya memijak tanah, Pak Tua Meng kembali menendang kaki Ye Shao, tapi sekali lagi pemuda itu menghindarinya dan mulai menjaga jarak. “Cepat! Pak Tua ini sangat cepat. Tubuhnya juga terlihat sangat lentur, dia bisa bergerak merayap seperti itu padahal dia sudah tidak muda lagi, Kakek Meng... Tulang punggungmu baik-baik saja, kah?” pikir Ye Shao. Pak Tua Meng tidak memberikan kesempatan untuk Ye Shao menjaga jarak, pak tua itu terus mendekati Ye Shao dengan pukulan dan juga tendangan. “Sama sekali tidak terengah-engah, pak tua ini tau betul cara mengatur pernafasannya. Luar biasa, aku baru kali ini melihat seorang Praktisi bertarung, dan bukan hanya melihat, aku malah menjadi lawannya.” “Sulit di percaya, tapi gerakan Ketua Meng menjadi lebih halus dan lebih mematikan. Semua serangannya cepat, juga tepat. Sayangnya pemuda itu tidak bisa di remehkan, dia berusaha untuk menghindari serangan ketua mengenai titik fatalnya,” ujar seorang guru. “Pemuda itu berhasil menahannya, tapi dia sudah terlihat mengeratkan giginya, keringatnya pun sudah membasahi wajahnya. Pasti... Dia kesulitan,” balas orang di sampingnya yang juga seorang guru. Perasaan takjub dan juga iri menyelimuti Meng Bingbing, dia yang pernah satu kali melawan Kakeknya mengerti dengan betul, apa itu arti sebuah kekuatan. “Aku tidak bisa bertahan lama bertarung dengan Kakek, aku hanya bisa menangkis dan menghindari beberapa serangannya. Tapi Ye Shao berbeda, dia bisa melihat semuanya dan menghindarinya dengan baik, dia juga bertahan lebih lama di banding denganku.” “Aku rasa aku mengerti kenapa Kakek tidak membiarkan aku melawannya, hem... Jadi aku sama sekali bukan tandingannya, kah...” ucap Meng Bingbing dalam hatinya dengan perasaan sendu. “Berat, sialan... Di banding dengan pukulan Duan Ji yang ku tangkis, pukulan Pak Tua Meng ini lebih berat, dia pasti menggunakan tenaga dalamnya. Jika aku terus menangkis serangan seperti ini, tanganku bisa patah, Pak Tua!” kata Ye Shao dalam hati. Meng Gu Cao mengarahkan pukulannya ke d**a Ye Shao, pemuda itu sadar kemana arah pukulan Pak Tua Meng, tapi Ye Shao tidak sadar kalau sebenarnya itu hanyalah siasat. Hanya beberapa mili detik sebelum tangan Ye Shao mulai menangkisnya, arah pukulan itu berubah melenceng sedikit ke atas hingga mengarah pada leher. “Sialan, aku lengah!” Tangan Meng Gu Cao tak lagi di kepalkan, dia menggunakan kukunya untuk menyabet leher Ye Shao dengan sangat cepat. Ye Shao yang keburu sadar langsung bersalto kebelakang. Pak Tua Meng mulai mengatur nafasnya kembali dan mengurungkan niatnya untuk menjaga jarak tetap dekat dengan Ye Shao. Ye Shao meraba lehernya yang sedikit perih itu, siapa sangka kalau serangan terakhir milik Meng Gu Cao berhasil membuat sedikit goresan. “Kakek Meng... Kau berniat membunuhku, ya?” Pemuda itu tersenyum sambil melihat setetes darah di atas jemarinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN