Di kamarnya Kayra sudah cantik dengan kebaya putih yang membalut tubuhnya. Rambutnya sudah di tata sedemikian rupa dengan rangkaian bunga melati yang menjuntai. Gadis itu terlihat sangat bahagia karena sebentar lagi akan bersatu dengan orang yang ia cintai. "Apa Rama ada di bawah? " Tanya Kayra pada sang kakak yang baru masuk kedalam kamarnya.
"Dia belum datang, " Jawab Amaya yang tidak kalah cantik dengan adiknya.
Kayra mendesah kecewa. Sudah sebulan ini Rama benar-benar menghindarinya. Semua telepon, pesan yang ia kirim selalu di abaikan. Di datangi ke rumahnya selalu tidak ada. Apakah sahabatnya itu terlalu sibuk sampai tidak ada waktu untuk menemuinya sebentar saja.
"Dia nggak angkat telepon dari aku. Pesan yang aku kirim cuma di baca aja tapi nggak di bales. Apa dia marah sama aku?"
"Kakak nggak tau. " Amaya hanya menjawab itu.
"Apa aku harus ke rumahnya dan menyeretnya ke sini? Padahal aku ingin Rama ada di acara pernikahan aku. "
"Mungkin sebentar lagi dia akan datang. " Amaya sendiri tidak yakin Rama akan datang.
Rama sendiri masih ada didalam kamarnya. Laki-laki itu duduk di pinggir ranjang sambil memegang selembar foto. Foto itu sudah agak usang dan terdapat bekas lipatan di sana. Itu adalah foto dirinya dan Kayra saat masih SMP. Disana Kayra tersenyum lebar dan Rama yang terlihat lempeng-lempeng saja. Foto itu di ambil oleh almarhum ayahnya. Selama ini ia selalu menyimpan foto itu didalam dompetnya.
Rama masih ingat benar hari itu adalah hari ulang tahun ayahnya. Mereka mengadakan perayaan kecil-kecilan di rumah dan ayahnya bercanda pada Kayra kalau nanti dia akan menjadi menantunya.
Kayra remaja hanya tertawa lalu menjawab dia mau menjadi menantu ayah kalau Rama berani makan rambutan.
Rama sedari kecil tidak berani dengan buah rambutan. Katanya geli. Melihat bentuknya saja sudah geli apalagi memakannya.
"Aku masih belum bisa makan buah rambutan. " Lirihnya.
Rama tidak sadar saat ibunya membuka pintu kamarnya. Wanita paruh baya itu sudah bersiap akan datang ke rumah Kayra namun putranya yang patah hati masih dengan baju santainya. Kaos oblong, celana pendek, dan sepertinya juga belum mandi.
Rama menoleh saat merasakan ada seseorang duduk di sebelahnya. Tangan yang mulai keriput itu mengambil foto yang ada di tangan anaknya.
"Ini foto kalian waktu SMP, " Ucap Mila sambil memandang foto itu.
Rama tersenyum tipis.
"Iya, " Jawabnya.
"Kalian berteman sejak kecil. " Lanjut Mila. "Kalian lahir pun cuma terpaut satu minggu. Kamu lahir lebih dulu dari pada Kayra. Dari TK sampai SMA kalian selalu sama-sama. "
"Ibu juga tau kalau kamu suka sama Kayra. " Lanjut Mila.
Rama hanya melihat ibunya sesaat. Dia tidak kaget jika ibunya tahu. Dianya saja yang kurang pintar menyembunyikan perasaannya.
"Kamu tau, Rama... Cinta itu tidak harus memiliki. Walaupun kamu suka sama Kayra. Walaupun kalian tumbuh bersama-sama sejak kecil, bukan berarti kalian bisa bersama. "
"Aku tau, bu. " Rama mengambil foto itu dari tangan ibunya, melihatnya lagi lalu mengembalikannya lagi kedalam dompet.
"Kamu selalu menyimpannya di sana? "
Rama mengganguk.
Ibu menyentuh bahu sang putra.
"Ibu yakin kamu pasti kuat. Kamu bisa mengikhlaskan Kayra untuk orang lain. Doakan dia bahagia bersama Laki-laki pilihannya. "
"Kamu harus yakin Tuhan sudah menyiapkan seseorang yang lebih baik buat kamu. Ibu juga yakin pasti calon menantu ibu nanti lebih cantik dan lebih baik dari Kayra. "
Rama tersenyum kecil mendengarnya.
"Jangan sedih lagi, ya! Lebih baik sekarang kamu siap-siap, kita harus pergi ke pernikahan Kayra. Jangan sampai kamu nggak datang. Apa nanti kata bu Rita, pak Rahmat sama Kayra kalau kamu nggak datang. Kita datang, ya! "
Rama hanya mengangguk mengiyakan permintaan ibunya. Padahal kalau menuruti hati dia tidak ingin datang kesana.
***
Para tamu undangan kebanyakan sudah datang saat Rama dan ibunya tiba disana. Tasya yang melihat om kesayangannya telah datang langsung menghampiri Rama dan minta di gendong. Gadis kecil itu pagi ini sudah cantik dengan gaun berwarna putih yang ia pakai.
Tak lama rombongan pengantin Laki-laki datang. Rama pun melihat Abid yang sudah tampan dan gagah dengan penampilannya pagi ini.
Rama dan ibu duduk di barisan kedua bersama para keluarga Kayra yang lain. Tasya sendiri masih duduk nyaman di pangkuan Rama.
Berselang beberapa menit Kayra muncul menuruni anak tangga di apit ibu dan kakaknya. Kayra benar-benar sangat cantik. Rama sendiri sampai tak berkedip saat melihatnya.
Sebelum di dudukan bersanding dengan Abid pandangan Kayra dan Rama bertemu. Kayra senang melihat sahabatnya yang datang. Gadis itu tersenyum padanya dan Rama membalasnya walaupun sedikit agak memaksakan senyuman.
Rasanya sesak saat melihat orang yang ia cintai akan bersanding dengan orang lain. Tapi ia harus ikhlas. Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuknya.
Setelah menyandingkan kedua calon mempelai tiba-tiba dari luar terdengar keributan. Semua tamu undangan sontak melihat ke luar. Seorang perempuan berambut panjang, memakai gaun hitam yang panjangnya selutut masuk kedalam rumah.
"Pernikahan ini nggak sah. " Teriak wanita itu seraya berjalan ke tempat calon mempelai.
Sang calon pengantin pria langsung berdiri dari tempat duduknya dan wajahnya terlihat terkejut bukan main saat melihat wanita itu.
"Pernikahan ini nggak boleh terjadi. " Teriak wanita itu lagi.
Orang-orang disana pun kebingungan karena ucapan wanita itu. Abid pun mendekati wanita itu.
"Kamu tega mas sama aku. Aku ini istri kamu tapi tega-teganya kamu ingin menikah lagi. "
Perkataan wanita itu bagaikan suara guntur yang berkejaran. Keras serta mengagetkan.
"Kenapa kamu ada di sini? " Desis Abid.
"Kenapa aku nggak boleh ada di sini? Kalau aku nggak ada di sini kamu pasti akan menikahi wanita bodoh itu, kan? " Tunjuk Renata pada Kayra.
"Kamu tega sama aku, mas. Aku ini istri kamu. Kita nikah udah dua tahun dan anak kita baru lahir. Orang tua kamu juga keterlaluan." Tunjuk Renata pada kedua orang tua Abid. "Mereka tau kamu udah punya istri tapi malah dukung niat busuk kamu."
"Ren, udah, mending kamu pergi. " Suruh Abid.
"Kamu nyuruh aku pergi dan biarin kamu nikahin wanita nggak tau diri itu. Jangan mimpi. "
Di tempatnya Kayra syok dengan yang terjadi sekarang. Dia tidak pernah menyangka ternyata calon suaminya adalah Laki-laki beristri yang sudah mempunyai anak. Jadi selama ini ia berhubungan dengan suami orang. Rasanya seperti di hantam godam, menyakiti. Air matanya pun kini sudah jatuh berkejaran.
Suara-suara dari para tamu yang membicarakan apa yang terjadi saat ini menambah kesedihan Kayra. Ayahnya beserta kakak iparnya marah, ibunya pun menangis karena sedih bercampur malu.
Terlihat Abid yang masih membujuk wanita yang mengaku sebagai istrinya agar berhenti bicara. Keadaan makin kacau saat penyakit asma ayah Kayra kambuh.
Kayra tidak menyangka jika hari pernikahannya yang seharusnya bahagia berubah menjadi kacau balau. Ia pun merasa hancur saat melihat Abid dan rombongan keluarganya pergi begitu saja tanpa penjelasan apapun.
Terlalu menyakitkan sampai membuat Kayra pun jatuh pingsan.