"Ra-" Kayra tidak melanjutkan panggilannya karena orang yang ia panggil menutup jendela kamarnya. Padahal Kayra yakin Rama tadi melihatnya.
Kayra sendiri merasa aneh karena Rama seperti menghindarinya. Beberapa kali ia ke rumah laki-laki itu untuk mencarinya namun ibu maupun Daffa selalu bilang Rama tidak ada. Padahal motor laki-laki itu ada di garasi rumahnya.
"Mau." Amaya menawarkan siomay yang baru ia makan. Ibu satu anak itu baru pulang bekerja. Seperti biasa sebelum pulang ke rumah ia mampir ke rumah orang tuanya untuk menjemput Tasya yang sedari pagi ia titipkan di sana.
Kayra mengelengkan kepala.
"Enak, loh. Biasanya kamu suka sama siomay. "
"Kakak makan aja. "
"Iya, deh, yang mau jadi pengantin mau jaga badan biar nggak gemuk. " Gurau Amaya.
" Kak. "
"Hmmm."
"Kakak ngerasa nggak, sih, kalau Rama kelihatan beda. "
"Iya, dia tambah ganteng, sih. " Kikik Amaya.
"Bukan itu. "
"Terus apa? Emang Rama ganteng."
"Kayaknya dia makin pendiam. "
"Bukannya dari dulu Rama itu anaknya pendiam. "
"Kayaknya beda aja sama diamnya dia yang biasa. Rama kayak ngindarin aku juga. "
"Kamu ngerasanya gitu? "
"Iya. Apa dia marah sama aku? Tapi kenapa? Perasaan aku nggak bikin salah sama dia. "
"Kalau menurut kakak, dia nggak marah sama kamu. Kamu juga nggak buat salah sama dia. Mungkin Rama memeberi jarak diantara kalian soalnya sebentar lagi kamu akan menikah. "
"Tapi kenapa juga harus ngindarin aku? Aku sama dia, kan, temenan. Dari dulu kami deket. Aku juga pengen dia kenal sama Abid. "
Amaya meletakkan piring diatas meja lalu memandang adik satu-satunya.
"Kamu maunya tetap dekat dan akrab sama Rama tapi belum tentu sama dia. "
"Rasanya aneh aja dia hindarin aku. Walaupun udah lama nggak ketemu tapi aku masih anggap dia teman aku. "
"Kamu pernah berpikir nggak, kalau Rama punya perasaan lebih sama kamu. "
"Perasaan lebih, maksudnya? "
"Mungkin Rama suka sama kamu. "
"Rama suka sama aku. " Ulang Kayra yang merasa perkataan kakaknya itu aneh. "Ya, nggak mungkin, lah, Rama suka sama aku. Kak Maya ada-ada aja. "
"Kakak, kan, cuma bilang mungkin. " Dalam hati Maya merasa kasihan pada Rama dan mengatai adiknya terlalu b**o, tidak peka dengan perasaan Rama.
***
Setiap hari yang dilakukan Rama hanya menyibukkan diri. Dari lembur sampai duduk lebih lama di cafe Yudha. Semua ia lakukan demi menghindari Kayra. Telepon dan pesan dari gadis itu selalu ia abaikan.
"Udah pulang sana. " Suruh Yudha.
"Belum waktunya. " Balas Rama. Jam belum menunjukkan pukul sembilan malam jadi belum waktunya untuk pulang.
"Jujur aja aku kasihan sama kamu. Saking niatnya ngindarin Kayra sampai nunda pulang. Emangnya nggak capek seharian kerja, belum lembur terus datang ke sini. Kalau bertemu Kayra, ya, biarin aja lah. Cuekin aja. "
"Aku nggak bisa cuekin dia. Dari pada cuekin dia, aku lebih milih buat hindarin dia. "
"Cinta emang bikin ribet. Tapi perasaan cerita cinta aku nggak serumit cerita kamu. "
"Berarti kisah aku lebih spesial. "
"Spesial dari hongkong. Yang ada malah ngenes karena bertepuk sebelah tangan. "
Rama hanya tertawa saja. Setidaknya bersama Yudha pikirannya sedikit teralihkan
"Makanya pilih salah satu cewek yang aku sodorin ke kamu kemarin. Biar move on, biar nggak galau. Mereka cantik-cantik, kok. Nggak kalah sama Kayra. "
Tapi yang di mau Rama hanyalah Kayra.
Hari terus berlalu, dengan kesibukan yang ia buat Rama benar-benar bisa menghindari Kayra. Beberapa kali saat pulang ke rumah ia pun mendengar dari ibu ataupun Daffa kalau Kayra datang mencarinya ke rumah.
Rama hanya berkata nanti ia akan menghubungi gadis itu tapi nyatanya tidak pernah. Laki-laki itu benar-benar membuat jarak diantara mereka.
Dan sabtu pagi ini melalui jendela kamarnya, dia melihat kesibukan di rumah sebelah. Di sana terlihat kesibukan orang-orang yang sedang memasang tenda. Besok adalah pernikahan Kayra.
Rama menghembuskan nafas dalam. Melihat kegiatan itu sedikit membuatnya sesak. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah takdir Tuhan. Dirinya dan Kayra memang tidak di takdirkan untuk bersama.
Menghela nafas panjang untuk kedua kalinya Rama meninggalkan jendela kamarnya untuk segera pergi bekerja. Dia harus iklas, dia pasti bisa melupakan Kayra.
"Sarapan dulu, Ram. " Ajak ibu saat melihat putra bungsunya selesai menuruni anak tangga.
Tanpa membalas Rama langsung menuju meja makan. Di sana sudah ada Daffa yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
Rama menerima sepiring nasi goreng plus telur ceplok yang diberikan ibunya.
"Makasih, bu, " Ucap Rama.
Rama pun langsung menyantap makanan itu walau sebenarnya dia tidak lapar. Perutnya terasa penuh tapi walaupun seperti itu dia butuh makan. Meski sedang sedih ia tetap harus makan. Dia tidak boleh jatuh sakit yang berakibat akan membuat ibunya nanti kerepotan dan berujung pekerjaannya akan terbengkalai.
"Nggak terasa, ya, besok Kayra bakal nikah, " Ucap Ibu yang langsung membuat Rama terbatuk-batuk karena tersedak makanan.
Melihat anaknya tersedak bu Mila langsung menyodorkan minuman pada Rama.
"Hati-hati, Ram. Pelan-pelan makannya. "
Rama hanya mengangguk. Maunya Rama ia akhiri saja sesi sarapannya ini sebab ia tidak bernafsu makan apalagi ibunya menyinggung tentang Kayra.
Rama terus melanjutkan makannya walau berat. Dia tidak ingin ibunya tahu apa yang ia rasakan. Cukup dirinya saja yang menyimpan semua kesedihan itu. Dan hanya Yudha yang ia ajak berbagi.
"Kamu belum menemui Kayra, ya? "
Gerakan tangan Rama berhenti diatas piring saat mendengar pertanyaan ibunya. Namun Rama kemudian memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya.
"Semalam Kayra datang ke sini lagi dan nyariin kamu. "
Rama bersyukur ponselnya berdering jadi dia tidak perlu menjawab pertanyaan ibunya. Salah satu teman kerjanya menelepon, mengingatkan laporan yang hari ini harus di serahkan ke atasan. Rama hanya menjawab dia sudah menyelesaikan tugasnya.
Selesai menutup teleponnya Rama pamit untuk berangkat bekerja.
"Om, anterin aku ke sekolah. " Pinta Daffa. "Sepeda aku rusak, sekarang masih di bengkel. "
"Ayo."
Daffa merasa heran dengan jawaban omnya. Biasanya Rama akan menolak dan menyuruh keponakannya untuk naik angkot ke sekolah.
Sekilas Daffa menoleh ke neneknya karena pagi ini omnya tidak seperti biasanya.
Selesai bekerja Rama pergi ke tempat Yudha. Setelah jam menunjukkan pukul sembilan malam Rama baru pulang.
Ketika melintas di taman bermain dekat rumahanya Rama menghentikan motornya. Ia turun dari motornya lalu masuk ke taman itu. Tidak ada anak-anak yang bermain di sana, tawa khas merekapun tidak terdengar.
Rama duduk di salah satu ayunan. Pandangannya lurus ke depan. Tempat itu tidak terlalu gelap karena banyak lampu yang menerangi tempat itu.
Saat masih kecil dulu dia sering bermain di sana bersama Kayra. Tempat ini adalah tempat mereka bermain sejak kecil, banyak kenangan yang ada di tempat ini. Dan dulu awal-awal ketika Kayra kuliah di malang, Rama sering pergi ke tempat ini karena merindukan Kayra.
"Selamat tinggal Kayra, aku sayang kamu. " Gumam Rama sebelum pergi meninggalkan tempat itu.