Berusaha mengamankan hati Rama memilih pergi setelah Kayra mengenalkannya pada Abid. Laki-laki itu baru saja terbang dari malang dan langsung menemui kekasihnya di Mall.
"Aku empet lihat muka kamu, " Kata Yudha yang duduk didepan Rama.
"Nggak ada yang nyuruh kamu di sini. " Balas Rama malas.
" Tapi tempat ini punya aku, kamu datang ke sini, jadinya nggak ada larangan kalau aku duduk di sini. " Protesnya.
"Terserah." Rama menyeruput kopinya. "Mending kamu layanin pelanggan yang lain. "
"Ada pelayan kenapa juga harus aku yang layanin. Mereka aku bayar buat kerja. "
"Supaya kamu lebih dekat sama pelanggan cafe kamu. "
Rama tidak pulang langsung setelah dari Mall. Dia pergi ke cafe milik sahabatnya, Yudha.
"Ciihh, bilang aja ngusir. "
Rama tidak membalas perkataan sahabatnya.
Selama mengenal Rama sejak SMA, sudah lama Yudha tidak melihat sahabatnya galau seperti ini. Terakhir kali ia melihat Rama seperti ini saat tahu cewek yang di taksir sahabatnya jadian sama cowok lain.
"Lagi patah hati?" Tanya Yudha memastikan.
"Mungkin," Jawab Rama.
"Lah, jawabannya kok mungkin. Seharusnya iya atau nggak. "
Rama menghembuskan nafas panjang.
"Dia mau nikah. "
Kening Yudha mengkerut. Tidak mengerti maksud sahabatnya.
"Siapa yang nikah? "
"Kayra."
"Kayra mau nikah? "
"Iya."
"Bukannya dia ada di Malang? "
"Dia udah pulang. Dan sebulan lagi dia akan menikah. "
"Seriusan? "
Rama mengangguk pelan.
"Kamu tau dari mana? "
"Aku udah ketemu dia dan dia cerita semuanya. "
Yudha memilih diam dan tidak bertanya lagi. Dia tahu benar bagaimana Rama menyukai teman kecilnya itu. Memilih menyimpan perasaanya demi bisa selalu dekat dengan orang yang di sayang. Berulang kali ia menyuruh Rama untuk mengungkapkan perasaannya namun teman dekatnya itu menolak. Rama takut persahabatannya dengan Kayra akan hancur kalau ia mengutarakan perasaannya.
Selama ini pun Rama tidak pernah dekat dengan siapapun. Yang mendekatinya banyak tapi Rama selalu menolak dan berkata mereka bukan Kayra.
Yudha kasihan pada Rama yang terjebak akan perasaannya sendiri. Mengharapkan wanita yang belum tentu bisa menjadi miliknya.
"Yud, dulu kamu bilang sepupu kamu ada yang kerja di papua, kan?" Tanya Rama.
"Iya, kenapa? " Sesaat kemudian Yudha sadar akan sesuatu. "Jangan bilang kamu mau pindah ke papua. Enggak-enggak. Aku nggak setuju."
"Kata kamu gaji di sana besar dan ada tunjangannya juga. "
"Jangan gara-gara kamu patah hati kamu mau pindah ke papua. "
"Aku butuh suasana baru. Aku nggak yakin kuat lihat Kayra nikah sama orang lain. Kemungkinan juga dia akan stay di jakarta. "
"Makanya kamu move on. Buka hati kamu buat orang lain. Cewek di dunia ini bukan Kayra doang. Yang lebih cantik dan lebih baik dari Kayra banyak. "
"Aku tau. "
"Kalau tau jangan jadi bego." Yudha mulai kesal sendiri. "Kamu nggak berani ngutarain perasaan kamu ke Kayra. Kalau kamu nggak bilang mana dia tau. Kayra itu bukan cenayang yang bisa tau perasaan kamu. "
"Seharusnya kamu bilang perasaan kamu ke dia. Di tolak atau nggak itu resiko. Kamu juga nggak harus nunggu dia selama ini dan ngarepin dia. Kalau udah begini kamu yang sakit sendiri. "
Rama hanya diam. Dia sudah hafal dengan Yudha yang akan mengomelinya panjang lebar.
"Maka dari itu aku mau ganti suasana baru. Siapa tau di sana aku bisa move on dan dapat cewek baru. " Canda Rama.
"Ah, percuma ngomong panjang lebar sama kamu. Nggak mungkin juga di dengerin. Repot punya teman pendiem. "
"Papua itu jauh, bro... Apa kamu juga tega ninggalin ibu dan keponakan kamu. Memang ada kak Sigit tapi dia kan kerjanya jauh. "
Sesaat Rama teringat ibu dan keponakannya. Ibunya pasti akan mendukung apapun keputusannya namun di sisi lain dia juga tidak tega meninggalkan ibu dan keponakannya.
"Kalau menurut aku pikirin ulang keputusan kamu. Aku yakin kamu bakal kuat jalanin semua ini. Kamu pasti bisa move on, ikhlasin Kayra buat orang lain dan bisa menemukan orang yang lebih pantas buat kamu."
Tapi maunya Rama dia pergi menjauh dari kehidupan Kayra. Dia tidak yakin sanggup bisa melihat wanita itu menikah dengan orang lain.
"Tuhan itu adil, bro... Kalau memang Kayra itu jodoh kamu sejauh apapun dia pergi, dia akan kembali sama kamu. Dan sebaliknya jika dia bukan jodoh kamu, di kejar kayak gimanapun kamu sama dia nggak mungkin akan sama-sama. "
Walaupun suka ngomel panjang lebar Yudha selalu bijaksana dalam menghadapi setiap masalah.
"Ikhlas... Kalau Kayra itu memang jodoh kamu, kalian pasti akan sama-sama. "
"Bentar lagi dia akan nikah. "
"Orang yang udah nikah aja bisa bubar apalagi yang baru rencana. Serahin semuanya pada yang diatas."
Rama hanya mengangguk.
***
Sore hari Rama baru pulang dan bertepatan dengan Kayra yang diantar pulang oleh calon suaminya.
Benar kata Yudha dia harus ikhlas. Mengikhlaskan adalah cara terbaik. Mungkin dia dan Kayra tidak di jodohkan untuk bersama.
Kayra menyapa Rama saat melihat sahabat kecilnya itu akan masuk ke halaman rumahnya. Rama hanya tersenyum kecil yang anehnya membuat Kayra merasa aneh.
"Kamu baru pulang? " Tanya ibu yang berada di ruang tamu.
"Iya, bu, " Jawab Rama setelah mencium punggung tangan ibunya.
"Rama... "
"Iya, bu. "
"Kamu sudah tau kalah Kayra akan menikah? "
"Iya." Walaupun berat mengucapkannya tapi harus Rama Jawab.
"Syukur kalau kamu udah tau. Tadi ibu di kasih tau sama mamanya Kayra. "
"Aku ke kamar dulu, bu."
"Iya."
Mungkin kabar itu adalah penyebab Rama bersikap lebih pendiam dari biasanya. Mila kasihan melihat anaknya sedih seperti itu. Namun dia yakin putranya bisa menghadapi semuanya.
Di kamar Rama membuka ponselnya yang sedari tadi bergetar. Dia berdecak saat melihat Yudha mengiriminya beberapa foto wanita yang akan ia kenalkan padanya.
"Pilih salah satu. Teman aku semua. Di jamin nggak ada yang bikin sakit hati. Semuanya jomblo. He... "
Rama hanya tersenyum membaca pesan itu tanpa berniat membalasnya.
Rama berniat menutup jendela kamarnya. Dari luar terlihat Kayra yang mengantarkan calon suaminya yang akan pulang didepan pagar rumah.
Tak ada gunanya bersedih ataupun menyesali pilihannya yang tak berani mengungkapkan cinta. Yang terbaik yang bisa ia lakukan sekarang adalah ikhlas.