"Rama... " Teriak Kayra sambil membuka pintu kamar sahabatnya itu. Namun setelah pintu terbuka Kayra langsung menyesalinya sebab tampak Rama yang baru memasukkan kaos ke kepalanya.
"Uuppss... Sorry. " Sesal Kayra sambil membalikkan badan.
Rama sendiri kaget melihat Kayra yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya.
"Kalau masuk kamar orang permisi dulu, dong. " Sungut Rama sambil melanjutkan memakai kaosnya.
"Sorry... Aku nggak tau kalau kamu lagi pakai baju. "
"Tapi seenggaknya kamu harus ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar orang. "
"Biasanya juga dulu aku nggak pernah ketuk pintu." Bantah Kayra. "Udah belum pakek bajunya? "
"Udah."
Kayra pun langsung membalikkan badannya.
"Ada apa kamu kesini? "
Tanpa permisi Kayra masuk kedalam kamar Rama lalu duduk di pinggir ranjang lelaki itu.
"Kamar kamu masih tetap sama. " Kayra mengamati kamar teman kecilnya. "Masih aja polos nggak ada isinya apa-apa. "
Rama yang berdiri didekat lemari memandang Kayra yang masih memindai kamarnya.
"Meja belajarnya masih sama, lemarinya masih sama, cuma ranjangnya aja yang beda. Di tembok cuma ada jam dinding. Enggak ada foto sama sekali. Apalagi foto pacar."
"Ada apa kamu kemari? " Rama bertanya lagi.
"Mana foto pacar kamu. Aku mau lihat. "
"Aku nggak punya pacar, " Jawab Rama jujur.
"Serius? Sampai sekarang kamu masih belum punya pacar. Kenapa? Jangan bilang kamu nungguin aku. " Canda Kayra.
"Ya, aku memang nunggu kamu Kayra. " Balas Rama dalam hati.
"Becanda, Ram. Aku do'ain semoga kamu segera ketemu sama jodoh kamu terus kamu bisa pajang foto pernikahan kalian di sini. "
Rama hanya mengangguk kaku.
"Oia, kamu nggak ada acara, kan? Kalau nggak aku mau ngajak kamu jalan. "
"Jalan." Ulang Rama. Ada bahagia saat Kayra mengajaknya keluar bersama tapi sesaat kemudian dia ingat, dia harus menjaga jarak dengan gadis itu. Mereka tidak boleh dekat lagi. Sebentar lagi Kayra akan menikah dan dia ingin menyelamatkan hatinya.
"Aku... " Rama sebenarnya berat menolak keinginan Kayra. Selama ini sebisa mungkin dia menuruti semua permintaan gadis itu.
"Aku.. Maaf aku nggak bisa. " Berat memang tapi Rama harus tega.
"Kamu nggak bisa, ya? "
Rama melihat kekecewaan di wajah gadis itu. Sumpah Demi apapun Rama tidak tega melihat Kayra seperti itu.
"Eemmm... Emangnya kamu mau ngajak aku kemana? "
Rama menyerah. Tidak apa kali ini ia mengikuti kemauan Kayra. Anggap saja sebagai kebersamaan mereka sebelum sahabatnya itu menikah.
Walaupun sedikit ada senyum yang terbit di wajah gadis itu.
"Aku mau ngajak kamu jalan-jalan ke Mall. "
"Oh. Bentar aja, kan? "
"Iya. Jadi kamu mau temenin aku? "
"Iya."
"Tadi katanya kamu nggak bisa? "
"Aku pikir kamu ngajak jalan sampai malam jadinya tadi aku bilang nggak bisa. " Berbohong bukan keahlian Rama tapi kali ini ia harus membuat gadis itu percaya akan actingnya yang buruk.
"Kamu ada janji sama seseorang? Kalau kamu nggak bisa, aku nggak apa-apa, kok. Beneran. "
"Aku bisa. Aku janjian sama temen aku nanti sore jadi sekarang bisa temenin aku. "
"Serius? "
Rama hanya mengangguk kaku.
"Kamu pasti janjian sama cewek, kan? "
"Kita berangkat sekarang? " Rama mengalihkan pembicaraan.
"Iya."
"Ya udah, aku ganti baju dulu. "
"Ok. Makasih, ya, Rama. Kalau gitu aku tunggu kamu di luar. "
Rama hanya mengangguk singkat.
Sebelum pergi Rama dan Kayra berpamitan pada ibu Mila. Tanpa di utarakan wanita paruh baya itu merasakan ada yang berbeda dari sang putra. Seharusnya Rama tampak senang karena bisa jalan dengan Kayra tapi ini tak tampak kegembiraan itu.
Rama memang anak yang pendiam tidak terbuka pada siapapun. Teman pun hanya bisa di hitung jari.
***
Sudah beberapa kali Kayra berhenti hanya untuk menunggu Rama yang berjalan di belakangnya. Rama selalu menyuruh gadis itu berjalan duluan didepannya. Bagi Kayra itu tampak aneh, biasanya dulu mereka selalu beriringan ketika berjalan.
"Lambat banget, sih, jalannya. " Keluh Kayra kemudian merangkul tangan Rama. Namun dengan pelan laki-laki itu melepaskan tangan Kayra dari lengannya.
Kayra merasa ada yang aneh pada Rama. Dulu laki-laki itu akan biasa saja saat ia menggandeng tangannya, merangkulnya, bahkan meminta gendong di belakang.
Mereka berdua pun masuk kedalam Mall. Tempat pertama yang mereka tuju adalah toko baju.
Rama ingin menunggu Kayra didepan toko namun gadis itu mengajaknya masuk. Dia butuh seseorang untuk dimintai pendapat.
Seperti dulu, Kayra selalu meminta pendapat Rama dalam memilih sesuatu. Mau baju, sepatu, tas bahkan aroma shampoo.
Kayra membawa dua dress yang panjangnya selutut kehadapan Rama. Kedua dress itu memiliki warna yang berbeda, merah dan kuning kunyit.
"Bagus yang mana? " Tanya Kayra.
Rama menggeleng.
Kayra mengembalikan pilihannya lalu memilih warna lain. Kali ini warna peach dan biru langit.
Rama menunjuk warna peach. Menurutnya Kayra terlihat lebih cantik jika memakai warna-warna pastel.
Selesai membeli beberapa potong baju. Kayra mengajak Rama ke toko sepatu. Gadis itu pun di buat bingung akan model dan pilihan warna.
"Yang bagus warna yang mana? " Tanya Kayra bingung. "Putih, moca apa abu-abu. "
"Semuanya bagus, " Jawab Rama.
"Aku tau semuanya bagus. Maunya aku beli semuanya tapi nggak mungkin. Harus pilih salah satu. Pilihin yang cocok buat aku."
"Kamu lebih suka yang mana? "
"Semuanya suka. "
"Yang paling kamu suka? "
"Nggak bisa milih."
Rama tersenyum kecil melihatnya. Kalau sedang seperti ini Kayra terlihat mengemaskan.
"Putih." Putus Rama.
"Putih, ya? " Kayra masih menimbang-nimbang.
"Itu pendapat aku. Kamu bisa setuju atau nggak. "
" Oke, lah. Aku ambil yang putih. "
Selesai dari toko sepatu Kayra berniat mengajak Rama makan namun ketika melintas didepan sebuah toko perhiasan gadis itu menghentikan langkahnya.
"Masuk, yuk! " Ajak Kayra.
"Ngapain? "
"Lihat-lihat aja. Yuk! " Tanpa penolakan lebih panjang Kayra menarik tangan Rama.
Di sana Kayra dan Rama melihat lihat cincin yang ada di etalase toko. Banyak sekali model perhiasan yang bisa di pilih. Dan kaum hawa lebih paham akan masalah itu.
Kayra mencoba beberapa cincin di jarinya bergantian. Dan seperti biasa dia selalu menanyakan pendapat pada Rama.
Rama menyukai cincin ketiga yang di coba oleh Kayra. Simple dan cantik. Dia juga tidak kekerabatan jika membelikan Kayra cincin itu tapi itu tidak mungkin.
Terdengar ponsel gadis itu berbunyi. Seperti biasa Kayra akan sedikit menjauh untuk menerima panggilan.
Sepertinya itu adalah telepon dari Abid. Kayra terlihat senang saat menerimanya. Samar-samar Rama juga mendengar Kayra menyebut nama lelaki itu.
Setelah melihat-lihat cincin tanpa berniat untuk membeli mereka keluar dari tempat itu.
Baru beberapa langkah meninggalkan toko perhiasan Kayra tiba-tiba berlari kecil menghampiri seorang laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka.
"Abid." Panggil Kayra.
Kayra langsung memeluk laki-laki itu dan mereka tampak senang. Kayra sendiri mencium tangan laki-laki itu layaknya seperti istri pada suaminya.
Rama sendiri tidak suka melihatnya. Apalagi saat laki-laki itu mencium kening Kayra dan kembali memeluk gadis itu lebih erat.
Rama membuang pandangan. Tidak suka melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. Seharusnya ia harus pergi dari tempat itu untuk menyelamatkan hatinya.