Mila tersenyum senang saat melihat anak dan menantunya sarapan bersamanya. Dia tidak menyangka jika Kayra akan menjadi menantunya. Semoga Rama dan Kayra bisa hidup bahagia. Ya, walaupun pernikahan mereka di awali dari kekacauan. Semoga Kayra bisa menerima Rama sebagai suaminya dan mencintainya seperti Rama yang mencintainya.
"Makan yang banyak, Kayra. " Suruh bu Mila.
"Iya, bu, " Jawab Kayra. Dari dulu Kayra sudah memanggil Mila dengan sebutan ibu. Jadinya tidak ada panggilan yang harus di rubah.
"Om." Panggil Daffa.
"Hmm."
"Om, kan, baru menikah. Kok nggak honeymoon? Biasanya orang habis nikah, kan, honeymoon. "
Mendengar perkataan keponakannya dua orang itu batuk-batuk bersamaan karena tersedak makanan.
Ibu menyodorkan minuman ke anak dan menantunya secara bergantian.
"Pelan-pelan kalau makan, " Ucap ibu.
Mereka berdua sudah pelan-pelan namun perkataan Daffa membuat Rama dan Kayra kaget. Honeymoon? Astaga... Mereka kepikiran saja tidak. Malam pertama pun tidak ada, bahkan sentuhan kecil pun tidak ada.
"Daffa, makan sarapan kamu. Nanti kamu telat pergi sekolah. " Suruh sang nenek.
"Tapi bener, kan, nek, om Rama sama tante baru menikah terus kasih cucu buat nenek. "
Rama melihat Kayra sekilas. Istrinya itu merasa tidak enak dengan percakapan yang terjadi sekarang. Ia juga merasakan hal yang sama.
"Daf, berangkat, yuk. " Ajak Rama yang ingin menyudahi percakapan ini.
"Sarapan aku belum habis, om. "
"Sarapan nanti aja di sekolah. "
"Nggak, ah. Aku mau sarapan dulu. Lagian baru setengah tujuh kurang nggak bakalan telat. Biasanya juga begitu. "
"Kamu nggak telat tapi om yang akan telat. Udah, yuk, berangkat aja. "
"Tapi aku hari ini nggak ikut nebeng Sama om. Sepeda aku udah bisa di pakai. "
"Udah ikut om aja. Berangkat sama om. "
"Nggak, ah. " Daffa tetap saja menolak.
"Ayo berangkat sama, Om. Nanti om kasih uang saku lagi. "
Mendengar tawaran sang om tentu saja Daffa tertarik. Kan lumayan uang sakunya hari ini double.
"Iya, deh, aku ikut. " Tanpa perduli sarapan mereka yang belum habis kedua laki-laki berbeda usia itu pergi. Yang ingin di hindari Rama adalah pembicaraan yang membuat Kayra tidak nyaman.
"Aku berangkat dulu, bu. " Pamit Rama pada ibunya di susul dengan mencium punggung tangan ibunya.
"Iya, hati-hati. "
Daffa pun melakukan hal yang sama.
"Kay... Aku berangkat. " Pamit Rama kikuk.
"I-iya." Kayra pun tak kalah kikuk.
Mereka sama-sama kikuk.
"Kay." Panggil Rama lagi. "Nanti sepulang kerja ada yang mau aku bicarakan sama kamu. "
"Iya."
Kayra penasaran sebenarnya apa yang ingin Rama bicarakan padanya.
***
Papa dan mama senang melihat Kayra yang sudah mulai membuka diri tidak terpuruk lagi dalam kesedihan. Namun walaupun seperti itu mereka tahu bahwa Kayra belum seratus persen baik-baik saja.
Seharian Kayra menunggu di rumah. Rasanya membosankan tidak melakukan apa-apa. Benar kata orang kalau orang tidak bekerja badan rasanya sakit semua. Tapi kalau kebanyakan kerja rasanya mencari libur untuk istirahat saja rasanya sulit sekali.
Setelah pulang bekerja Rama pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Baru setelah itu ia pergi ke rumah mertuanya.
Saat Rama masuk ke halaman rumah mertuanya ia menemukan Kayra sedang menyirami pot-pot bunga yang ada didepan rumah.
Kayra sendiri menyadari kehadiran suaminya itu karena suara bunyi pagar yang di buka.
"Kamu... Udah pulang? " Tanya Kayra canggung.
Jujur Kayra benci dengan dirinya seperti ini. Kenapa juga harus canggung dengan Rama yang notabennya adalah sahabatnya sendiri.
"Iya, " Jawab Rama.
Hening beberapa saat.
"Lagi... Sirami bunga, ya? " Pertanyaan bodoh, pikir Rama. Tapi dirinya sendiri tidak tahu harus berkata apa.
"Iya. Eee... Kamu katanya mau ngomong sesuatu sama aku. Mau ngomong apa? "
"Eeee... Itu. Iya aku mau bicarakan sesuatu sama kamu. "
"Apa? " Kayra merasa tidak nyaman berbicara di tempat itu takut nanti ada yang mendengarnya.
Ia pun mengajak Rama bicara di kamar tidurnya agar lebih leluasa.
"Jadi kamu mau bicara apa? "
Keduanya duduk berjauhan. Rama di kursi meja rias dan Kayra yang duduk di tepi ranjang.
"Ini soal... Sebenarnya aku ingin membahas soal pindah rumah. "
Kening Kayra langsung mengernyit saat mendengarnya. Pindah rumah.
"Mungkin kamu kaget aku bilang kayak gini tapi aku ingin ajak kamu untuk pindah rumah. "
"Kenapa harus pindah rumah? "
"Karena kita sudah menikah. "
Kayra selalu lupa akan hal itu.
"Kenapa kita nggak tinggal di sini saja. Papa sama mama pasti juga nggak keberatan. Atau tinggal sama ibu? "
Rama menggeleng. Sejak dulu ia sudah berkeinginan untuk tinggal di rumah yang terpisah dengan orang tuanya setelah menikah. Bukannya tidak mau tinggal dengan orang tua, dia hanya ingin mandiri dan menghindari gesekan yang akan terjadi. Seberapapun baik dan sayangnya orang tua pada anak dan menantu, gesekan itu pasti akan terjadi.
"Dari dulu aku ingin tinggal di rumah sendiri setelah menikah. "
Kayra mengerti.
"Kalau kamu nggak setu-"
"Aku bukannya nggak setuju tapi menurutku ini terlalu cepat. "
"Kita bisa melakukannya kalau kamu sudah siap. Aku juga nggak memaksa untuk pindah secepatnya. "
"Aku juga sudah menyampaikan hal ini pada papa, mama kamu dan juga ibu. " Lanjut Rama. "Mereka setuju dan nggak keberatan. "
Tentu saja orang tua mereka tidak ada yang keberatan. Pikir Kayra.
"Terus kita mau pindah kemana? Bukannya kita harus cari rumah dulu. "
"Kita akan pindah ke rumah yang aku kasih ke kamu. "
"Rumah." Gumam Kayra bingung. Namun tidak lama ia teringat rumah yang diberikan Rama sebagai mahar pernikahan mereka.
"Maksudnya rumah yang kamu kasih ke aku sebagai mahar pernikahan? "
"Iya."
Saat itu juga Kayra berpikir, apa Rama tidak terlalu berlebihan sudah memberikan rumah sebagai mahar.
"Kalau kamu nggak mau kita bisa cari rumah lain. "
"Hah? "
Rama ini apa-apaan. Dia tidak berkata apa-apa apalagi menolak kenapa dia malah mengajaknya membeli rumah lain. Di kiranya membeli rumah seperti membeli permen.
"Kita bisa cari ruman lain. " Ulang Rama.
"Kamu gila, ya... Aku aja belum lihat rumah yang kamu kasih ke aku tapi kamu udah ngajak cari rumah lain. " Omel Kayra.
Rama agak terkejut dengan reaksi istrinya. Ini adalah kali pertama Kayra kembali menjadi dirinya sendiri. Tidak ada kecanggungan seperti sebelumnya.
"Oh." Hanya itu yang meluncur dari mulut Rama.
"Aku setuju kita tinggal di rumah baru. "
Rama tersenyum mendengarnya.
"Om Lama... " Panggil sebuah suara khas yang tiba-tiba masuk ke kamar Kayra.
Tasya muncul dengan boneka Barbie di tangannya.
"Hai Tasya... Sini sayang. " Panggil Rama.
Bocah itu berlari kecil menghampiri om barunya.
Rama mengangkat tubuh kecil itu dan Mendudukkannya di pangkuannya.
"Om Lama... Aku mau es klim. "
"Tasya mau es krim?"
"Iya. Aku mau dua. " Tapi balita itu mengacungkan kelima jarinya yang membuat Rama maupun Kayra tersenyum.
"Dua itu begini sayang. " Rama mengacungkan kedua jarinya. Dan bocah itu langsung menirunya. "Anak pintar. "
"Ayo, Om... Beli es klim. " Ajak Tasya.
"Iya, ayo beli es krim. " Rama berniat menurunkan Tasya dari pangkuannya namun gadis kecil itu menolak.
"Mau dendong, Om. "
"Baiklah tuan putri. " Rama bangkit dari tempat duduknya dengan Tasya yang masih dalam gendongannya.
"Tasya, beli es krimnya sama tante aja ya. Kasihan om Rama capek habis pulang kerja. "
"No... " Tolak Tasya. "Aku mau cama om Lama. "
"Sini tante gendong. " Kayra sudah menjulurkan kedua tangannya.
Gadis kecil itu tetap menggeleng.
"Ayolah sayang... " Bujuk Kayra.
"Mau cama ante tapi cium dulu. " Tasya menunjuk pipinya yang chubby.
"Baiklah." Kayra mendekat untuk mencium keponakannya.
Kayra mendekat untuk mencium keponakannya namun balita itu tiba-tiba melorot dari gendongan Rama gara-gara bonekanya jatuh dan membuat tubuh Rama sedikit condong ke depan yang berakibat mempertemukan pipi Rama dan bibir istrinya.