Kayra bangun dari tidurnya. Terlalu lama tidur membuat badannya sakit semua. Dia juga tidak tahu harus melakukan apa. Kesedihan masih melilitnya.
Terdengar suara pintu kamar yang terbuka dan sosok ibunya muncul.
"Astaga... Kamu baru bangun, kay. " Ibunya tidak habis pikir putrinya baru bangun di saat suaminya sudah berangkat kerja dari tadi.
Melihat penampilan Kayra sungguh mengerikan. Persis seperti singa dengan rambut yang awut-awutan, di tambah lagi dengan mata yang sembab karena kebanyakan menangis.
Kayra tidak menghiraukan ibunya. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah pergi ke kamar mandi.
"Mama tau kamu masih sedih tapi setidaknya bersikap baiklah pada Rama. Dia sekarang suami kamu. "
Langkah Kayra terhenti saat mendengar ucapan ibunya. Dia tahu Rama sekarang adalah suaminya, haruskah itu terus di ulang-ulang.
Kalau Kayra menuruti emosinya, ingin sekali ia membantah, siapa suruh Rama menikahinya. Dia juga tidak ingin Rama menikahinya. Namun Kayra memilih mengigit lidahnya agar tidak berucap seperti itu. Dia tidak ingin bertengkar dengan siapapun. Dia sangat lelah dengan semuanya.
"Rama anak yang baik. Dia sudah menyelamatkan keluarga kita dari rasa malu." Lanjut bu Rita.
"Mungkin juga dia menikahiku karena kasihan. " Batin Kayra.
"Mama tau kamu masih sedih. Tapi cobalah bersikap baik pada Rama."
Tak ada balasan dari putrinya. Kayra berlalu masuk ke kamar mandi.
***
Rama bekerja di perusahaan Zeon grup. Sebuah perusahaan yang berjalan di bidang perdagangan. Hampir tiga tahun Rama bekerja di sana.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Rama selalu datang tepat waktu. Beberapa orang yang mengenalnya menyapanya. Rama sendiri bukan termasuk orang yang mudah bergaul, temannya sedikit, dan yang dekat dengannya hanyalah Yudha.
"Pagi, bro... " Sapa Faisal salah satu teman yang satu devisi dengan Rama. Mereka bertemu didepan lift saat menunggu lift terbuka.
"Pagi." Balas Rama.
"Tadi aku lihat kamu berangkat kerja pakai motor vespa?"
"Iya."
"Di jual nggak, tuh? Aku punya kenalan kolektor yang bakalan mau bayar mahal sama kamu, jika vespa kamu di jual. "
"Enggak di jual. "
"Beneran? Sayang sekali. "
"Iya. Itu punya almarhum ayah aku. "
"Oh. Tumben pakek motor vespa yang biasa kemana? "
"Eeee... " Rama mencari alasan. Tidak mungkin juga ia jujur motornya ia jadikan mahar pernikahan. Apa jadinya juga kalau Teman-temannya tahu jika dia sudah menikah. Satu divisinya pasti langsung gempar.
"Lagi di bengkel. " Bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.
Rama bersyukur pintu lift terbuka setidaknya ia bisa terhindar dari pertanyaan-pertanyaan Faisal selanjutnya.
***
Biasanya kemarin-kemarin Rama pulang telat karena menghindar Kayra yang mencarinya. Namun kali ini Rama ingin pulang telat karena tidak ingin melihat istrinya yang masih bersedih. Jujur saja ia tidak tega melihat Kayra seperti itu.
"Masih galau? " Tanya Yudha.
Rama menggeleng setelah menyeruput kopinya.
"Kelihatan banget. " Lanjut Yudha.
"Ini lebih membingungkan dari pada galau. "
"Maksudnya?"
"Aku bingung, Yud. Aku nggak tau harus gimana."
"Yang harus kamu lakuin cuma satu, MOVE ON... Jangan ngarepin bini orang, dosa...."
Rama menghela nafas panjang.
"Ini masalahnya bukan ngarepin istri orang tapi ngarepin istri sendiri. "
"Heh, maksudnya gimana? Kok ngarepin istri sendiri. Emangnya kamu udah punya istri? "
Rama mengangguk.
"Maksudnya gimana? Aku nggak ngerti. "
"Aku udah nikah. "
"Jangan bercanda. Emangnya kamu nikah sama siapa? "
"Sama Kayra. "
"WHAATTTT???" Tentu saja ucapan Rama membuat Yudha kaget. "Bagaimana bisa? Jangan bercanda, deh. Nggak lucu."
"Aku nggak bercanda. Aku serius. "
"Tapi bagaimana bisa? Bukannya Kayra seharusnya nikah sama cowok lain. "
"Ceritanya panjang. "
"Makanya ceritain." Yudha penasaran.
Dan Rama pun menceritakan semuanya pada sahabatnya. Terkejut sudah pasti dan laki-laki itu yakin semuanya adalah kuasa Tuhan.
"Selamat, bro... " Yudha ikut senang akhirnya Rama bisa menikah dengan Kayra. Tapi melihat wajah Rama yang tak bahagia membuat kening Yudha berkerut.
"Kamu kayaknya nggak bahagia. "
"Aku bahagia bisa nikah sama Kayra tapi Kayra? Nggak seharusnya aku nikahin dia dalam keadaan seperti itu. "
"Kalau menurut aku tindakan kamu itu benar. Kamu menyelamatkan orang yang kamu cintai dari rasa malu begitu juga dengan keluarganya. Kalau Kayra masih belum cinta sama kamu, buat dia jatuh cinta sama kamu. Jangan nyerah gitu aja. "
Rama memikirkan perkataan sahabatnya.
"Apa, sih, yang nggak bisa di buat sama Tuhan. Kamu yang tadinya galau akut gara-gara di tinggal nikah sama Kayra malah di kasih kesempatan untuk dapetin dia. Dan beruntungnya kamu menggunakan kesempatan itu dengan baik. Masa buat bini sendiri jatuh cinta nggak bisa. Payah. "
"Bukannya payah, aku cuma nggak yakin bisa buat dia jatuh cinta sama aku."
"Makanya di coba. Kamu harus berusaha dan jangan lupa berdoa. Jika kamu udah ngelakuin itu... InsyaAllah usaha nggak akan mengkhianati hasil. "
Ya, benar kata Yudha. Dia harus berusaha membuat Kayra jatuh cinta padanya. Tapi Rama bingung bagaimana caranya...
"Kalaupun nanti kamu udah usaha terus hasilnya nggak sesuai dengan yang kamu inginkan, jangan sedih. Berarti Kayra bukan jodoh kamu. " Lanjut Yudha.
Ya, Rama tahu itu. Sebab dalam hidup tidak semua hal bisa di dapatkan.
***
Merasa cukup dengan sesi curhat bersama Yudha, Rama pun memutuskan untuk pulang. Ya, walaupun bingung nanti harus bagimana sebab Kayra masih diam saja.
Rama pulang ke rumahnya terlebih dahulu untuk berganti pakaian sebelum ke rumah istrinya. Kedua mertuanya menyambutnya dengan baik.
"Baru pulang, Ram?" Tanya ayah Kayra.
"Iya, Pa, " Jawab Rama.
"Lembur, ya, jam segini baru pulang? "
"Iya, pa. " Padahal yang ada dia sibuk nongkrong dulu bersama Yudha sebelum pulang.
"Rama, sudah makan malam? " Tanya Rita.
"Sudah, Ma. " Sebelum kesini Rama menyempatkan makan malam terlebih dahulu di rumahnya, mengingat keadaan istrinya yang masih belum baik-baik saja. Nanti malah dia yang kelaparan dan berujung tidak bisa tidur.
"Mama kira belum makan. Kalau belum, mama, kan, bisa siapin makan malam buat kamu. "
Kalau ceritanya seperti itu mending Rama makan di rumahnya sendiri. Dia tidak enak jika mertuanya yang melayaninya.
Setelah mengobrol dengan sang mertua sambil menonton acara sepak bola di televisi, Rama memutuskan untuk pergi ke kamar istrinya. Ingin beristirahat walau harus tidur di lantai lagi.
Kayra masih meringkuk diatas ranjang seperti tadi pagi. Bedanya istrinya sudah berganti baju. Syukurlah setidaknya Kayra sudah mengurus dirinya sendiri. Meski istrinya itu belum mau berbicara dengannya.
Di samping ranjang Rama melihat ada kasur lipat, bantal beserta selimut.
Laki-laki itu tersenyum melihatnya sepertinya istrinya tidak tega melihatnya tidur di lantai lagi.